TRIBUNMANADO.CO.ID - Obor Pemuda GMIM, renungan Minggu 10 Agustus 2025.
Pembacaan alkitab terdapat pada Matius 22:15-22.
Tema perenungan adalah Berikanlah Apa yang wajib kamu berikan kepada kaisar dan kepada Allah.
Khotbah:
Di dalam genggaman tangan kita, pastinya selalu ada pilihan. Memberi atau menahan, menerima atau melepas, setia atau berpaling.
Hidup ini memang penuh dengan persimpangan. Namun dari semua pertanyaan yang pernah diajukan manusia, ada satu pertanyaan paling mendasar yang tetap bergema hingga kini: siapa yang paling berhak menerima sepenuhnya hidup kita?
Ketika Yesus berkata, ‘Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar, dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah,’ Ia bukan hanya memberi jawaban, tetapi juga memberi makna bagi setiap langkah, setiap kerja, dan setiap hembusan napas kita.
Sebab Allah tidak pernah menuntut sebagian dari hidup ini, Ia menginginkan seutuhnya.
Sobat obor, percakapan Yesus di hadapan orang bayak bukan semata soal pajak atau soal siapa yang berhak menerima persembahan dari tangan manusia.
Percakapan ini lebih mengarah kepada soal siapa yang sungguh- sungguh menguasai hati dan hidup kita. Dalam Matius 22:15–22, Tuhan Yesus menjawab sebuah pertanyaan yang penuh jebakan dari orang- orang Farisi dan Herodian.
Mereka datang dengan maksud menjebak, bertanya apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak. Jika Yesus menjawab “ya,” maka Ia akan dituduh sebagai kaki tangan penindas Romawi. Jika menjawab “tidak,” maka Ia dapat dicap sebagai pemberontak.
Namun jawaban Yesus bukanlah jawaban biasa, melainkan ucapan penuh hikmat yang menyingkapkan siapa yang sebenarnya memegang kedaulatan penuh atas hidup ini.
Bagi sebagian besar orang Yahudi, membayar pajak kepada Kaisar bukan soal angka atau transaksi semata, tetapi soal identitas dan iman. Mereka menganggap bahwa membayar pajak, berarti mengakui Kaisar sebagai “tuan” yang menyaingi Allah.
Ada juga yang menolak dengan tegas dan menganggap itu sebagai bentuk pengkhianatan spiritual. Ada juga yang berkata bahwa ini memang konsekuensi hidup dalam jajahan, dan pajak itu hanyalah soal kewajiban rakyat sipil biasa.
Memang, uang logam merupakan lambang kekuasaan seorang raja. Setelah seorang raja naik tahta, ia mengeluarkan uang logam baru untuk menampilkan wajahnya sendiri. uang logam tetap dianggap sebagai harta milik raja yang wajahnya tertera disana.