TRIBUNMANADO.CO.ID - Populasi ternak babi saat ini di Sulawesi Utara (Sulut) mengalami angka kenaikan yang tinggi.
Hal itu disampaikan Dinas Pertanian dan Peternakan (Distanak) Sulut Wilhelmina Pangemanan mengatakan bahwa saat ini populasi peternakan babi di Sulut berada di atas 100.000 setelah sebelumnya turun gara-gara wabah ASF.
"Angkanya berada disitu saat ini," jelas Wilhelmina dalam keterangan resminya, Minggu (3/8/2025).
Lanjut Wilhelmina, harga daging babi saat ini juga mengalami penurunan di pasar tradisional.
"Yang kami pantau di Pasar Tradisional harganya Rp 90-100 ribu per kilo," terangnya.
Wilhelmina menyebutkan tindakan biosekuriti yang dapat menjadi salah satu cara efektif untuk mencegah dan mengendalikan penyakit Demam Babi Afrika atau African Swine Fever (ASF).
"Program Intervensi Biosekuriti Komunitas untuk Demam Babi Afrika (Community African Swine Fever Biosecurity Intervention) atau CABI yang telah berhasil dilakukan di Filipina dapat menjadi contoh konsep desain dalam menerapkan biosekuriti peternakan," katanya.
Kata dia, penerapan program ini sangat perlu untuk membantu para peternak yang sebelumnya mengalami kerugian akibat hewan ternak terserang ASF.
“Program ini sangat terasa dampaknya. Kita lihat pada saat sebelum ASF masuk, populasi ternak babi itu bisa mencapai 400 ribuan. Tetapi setelah ada ASF, populasi ternak babi menurun drastis," jelasnya.
Direktur Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Hendra Wibawa juga menjelaskan, CABI merupakan rogram kolaboratif antara Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, FAO Indonesia melalui ECTAD dan Pemprov Sulut.
Program Biosekuriti ini didukung Kementerian Pertanian, Pangan dan Pedesaan Republik Korea.
"Program ini mendorong praktik bio sekuriti di peternakan babi skala mikro kecil melalui pendekatan partisipatif, berbasis komunitas dan terjangkau untuk mencegah ASF," ujar Hendra.
Kata Hendra, tak hanya di Sulawesi Utara tapi hingga Kalbar.
"Selain Sulawesi Utara, program ini menyasar Kalimantan Barat. Total ada 162 peternak, 81 di antaranya ada di Sulawesi Utara," ujarnya.
Sejumlah desa yang jadi percontohan yakni Desa Tiwoho, Kecamatan Wori, Minut; Desa Pinawetengan, Kecamatan Kawangkoan, Minahasa dan Desa Paslaten, Kecamatan Tatapaan, Minahasa Selatan.
Perwakilan FAO untuk Indonesia dan Timor Leste, Rajendra Aryal mengatakan, biosekuriti sangat krusial karena menyangkut ketahanan pangan dan ekonomi warga.
Katan Rajendra, praktik CABI sebelummya sukses dilaksanakan oleh peternak skala mikro-kecil di Filipina.
"Inisiatif CABI membuktikan ketika peternak difasilitasi dengan pengetahuan dan peralatan, mereka bisa bertahan," ujar Aryal.
Di sisi lain, Tirza Kasenda, peternak asal Desa Pinawetengan, Kecamatan Tompaso, Minahasa mengungkapkan, sejak dua tahun lalu mereka menerapkan biosekuriti.
Biosekuriti yang diterapkan di antaranya, akses ke kandang dibatasi.
"Area kandang harus dipagari. Sebelum masuk, wajib cuci tangan. Kita ganti pakaian dan pakai sepatu boot. Kandang disemprot disinfektan secara berkala seminggu tiga kali," katanya.
Katanya, berkat CABI, tidak pernah ternaknya kena virus ASF.
Tirza saat ini memelihara empat indukan dan belasan anakan dan babi starter. (Ren/Ndo)
-
Baca juga: Harga Daging Babi di Manado Turun, Populasi Ternak di Sulawesi Utara Semakin Banyak