Manado Sulawesi Utara

6 Imam di Keuskupan Manado Ditahbiskan, Berikut Profilnya

Penulis: Arthur_Rompis
Editor: Isvara Savitri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

KEUSKUPAN MANADO - Ekaristi Tahbisan Imam di Gereja Katolik Hati Tersuci Maria Katedral Manado, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), Sabtu (3/5/2025). Ada enam imam yang ditahbiskan.

TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Keuskupan Manado ketambahan enam imam baru. 

Keenam imam tersebut ditahbiskan dalam perayaan Ekaristi Tahbisan Imam di Gereja Katolik Hati Tersuci Maria Katedral Manado, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), Sabtu (3/5/2025).

Uskup Manado (Monsinyur) Mgr Benedictus Estephanus Rolly Untu MSc memimpin penahbisan.

Prosesi berlangsung khusyuk.

Dalam sambutannya, Uskup menyebut penahbisan tersebut merupakan wujud kasih Tuhan.

"Kasih Tuhan yang menuntun dan tampak lewat bimbingan orang tua, pendidik, dan semua 
yang terlibat," katanya.

KEUSKUPAN MANADO - Ekaristi Tahbisan Imam di Gereja Katolik Hati Tersuci Maria Katedral Manado, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), Sabtu (3/5/2025). Ada enam imam yang ditahbiskan.

Para imam telah melalui perjalanan panjang.

Sepanjang itu banyak pihak yang sudah memformat mereka hingga tiba pada momen penahbisan.

"Ada dukungan dari begitu banyak orang," kata dia.

Ia meminta para Imam yang ditahbiskan agar menjadi pembawa damai di manapun mereka ditempatkan.

"Ini sebuah tugas mulia, untuk membangun umat dan di luar membangun hubungan baik dengan negara dan masyarakat," kata dia.

Salah satu imam yang baru ditahbiskan Frantosius Kadoang mengatakan, ia tahu siapa yang memanggil dan ke mana akan diutus.

"Kami akan menjaga martabat imamat kami bukan dengan jubah, tapi lewat perbuatan yang mengasihi," ujar dia.

Berikut profil keenam frater diakon yang ditahbiskan:

1. Fr Diakon Valentino Pandelaki

Frater Valentino mengawali panggilannya dengan menempuh pendidikan di Seminari St Fransiskus Xaverius Kakaskasen, Kota Tomohon.

Lulus dari Seminari Kakaskasen, pria kelahiran 5 Maret 1997 ini melanjutkan pendidikan calon imam di Seminari Tahun Rohani Pondok Emaus, Tateli, Minahasa.

Setelah itu, ia masuk Seminari Tinggi Hati Kudus Yesus, Pineleng, Minahasa.

Frater Valentino yang berasal dari Paroki Hati Kudus Yesus Kolongan di Kota Tomohon menyelesaikan pendidikan kesarjanaannya pada Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng (STFSP).

Untuk tahbisan imamatnya, ia mengambil moto dari kutipan Injil Lukas 24:32 yakni percakapan dua murid Yesus dalam perjalanan ke Emaus, “Bukankah hati kita berkobar-kobar”.

2. Fr Diakon Frantosius Kadoang

Frater Frantosius berasal dari Paroki Raja Damai, Banggai, Kabupaten Banggai Kepulauan, Provinsi Sulawesi Tengah.

Setelah menyelesaikan pendidikan SMA-nya di sana, ia menjawab panggilannya dengan masuk Seminari Augustinianum, Kota Tomohon.

Tekadnya untuk menjadi imam tetap penuh saat menjalani masa pembinaan di Seminari Tahun Rohani Pondok Emaus Tateli, lalu lanjut ke Seminari Tinggi Hati Kudus Yesus Pineleng.

Ia juga menyelesaikan pendidikan kesarjanaan di Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng.

Pria kelahiran Malino, 19 September 1996, ini merefleksikan perjalanan panggilannya sekaligus menjadi moto tahbisan imamatnya dengan kalimat dari Injil Lukas 5:4 yakni “Duc In Altum” yang berarti “Bertolaklah ke tempat yang lebih dalam”.

3. Fr Diakon Perdianus Poida

Frater Perdi juga berasal dari Paroki Raja Damai Banggai, Kabupaten Banggai Kepulauan, Provinsi Sulawesi Tengah.

Pria kelahiran Bentean, 9 Agustus 1996 ini juga menjawab panggilan untuk menjadi imam setelah menempuh pendidikan SMA lalu masuk Seminari Augustianum, Kota Tomohon.

Dari situ ia menjalani tahun rohani di Seminari Tahun Rohani Pondok Emaus Tateli. 

Tekad Frater Perdi semakin menyala saat menjalani masa pendidikan calon imam di Seminari Tinggi Hati Kudus Yesus Pineleng dan pendidikan kesarjanaan pada Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng.

Merefleksikan perjalanan panggilannya, ia mengambil kutipan pernyataan dari seorang yang buta sejak lahir namun akhirnya disembuhkan oleh Yesus.

Kata-kata itu, “Aku percaya, Tuhan!” (Yohanes 9:38) menjadi moto tahbisan imamatnya.

4. Fr Diakon Yohanes Bosco Pontoh

Frater Bosco juga berasal dari Provinsi Sulawesi Tengah, tepatnya dari Paroki Kristus Raja, Kabupaten Toli-toli.

Panggilannya bermula saat menjalani pendidikan di Seminari St Fransiskus Xaverius Kakaskasen, Kota Tomohon.

Empat tahun di seminari menengah, pria kelahiran Toli-toli, 29 Januari 1997 itu melanjutkan perjalanan panggilannya ke Seminari Tahun Rohani Pondok Emaus Tateli.

Ia kemudian melanjutkan masa pembinaan sebagai calon imam di Seminari Tinggi Hati Kudus Yesus Pineleng dan pendidikan kesarjanaan di Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng.

Berkaca dari perjalanan panggilannya, ia memilih perkataan murid Yesus yakni Simon Petrus yang tertulis pada Injil Yohanes 6:68 sebagai moto tahbisan imamat.

Bunyinya, “Tuhan, kepada siapa kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal”.

5. Fr Diakon Christian Theofilus Pontoh

Frater Christian mengutip kalimat singkat “Tuhan memerlukannya” pada Injil Lukas 19:34 sebagai moto imamatnya.

Kalimat itu merefleksikan perjalanan panggilan hidupnya, termasuk saat masuk masa pendidikan di Seminari St Fransiskus Xaverius Kakaskasen, Kota Tomohon.

Pria kelahiran Tomohon, 22 Juli 1997 ini kemudian memantapkan langkah dengan masuk pendidikan Seminari Tahun Rohani Pondok Emaus Tateli. 

Panggilannya untuk menjadi imam semakin kuat saat menjalani pendidikan di Seminari Tinggi Hati Kudus Yesus Pineleng. 

Pemuda asal Paroki Bunda Hati Kudus Woloan, Kota Tomohon, ini juga menyelesaikan pendidikan kesarjanaannya di Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng.

6. Fr Diakon Gregorius Anselmus Legi

Di antara enam calon imam yang akan ditahbiskan, Frater Gregorius menjadi yang lebih senior.

Pria kelahiran Lolah, 14 Mei 1991 ini menjawab panggilan suci dengan mengawalinya di Seminari Augustinianum, Kota Tomohon.

Baca juga: Indonesia Penyumbang Jemaah Haji dan Umrah Terbesar di Dunia, Prabowo: Beri Pelayanan Terbaik

Baca juga: Harga Emas 4 Mei 2025 Masih Mahal, Dijual Segini Per Gram

Tekad yang kuat mengiringi langkahnya masuk pendidikan di Seminari Tahun Rohani Pondok Emaus Tateli. 

Pria yang berasal dari Kuasi Paroki Kristus Raja Damai Napu, Poso, Provinsi Sulawesi Tengah, ini kemudian melanjutkan pendidikan calon imam di Seminari Tinggi Hati Kudus Yesus Pineleng dan pendidikan kesarjanaan pada Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng.

Sebagai refleksi atas perjalanan panggilannya, ia mengutip perkataan Yesus saat memanggil para murid-Nya sebagai moto tahbisan, “Marilah dan kamu akan melihatnya” (Yoh 1:39).(*)

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

Berita Terkini