Makan Gratis Dimulai

Program Makan Bergizi Gratis di Sulawesi Utara, Pengamat Sosial Soroti Tantangan dan Efektivitas

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pengamat Sosial dari Universitas Negeri Manado (Unima) Sulut, Dr Meike Imbar, memberikan tanggapan kritis terkait program makan bergizi gratis.

TRIBUNMANADO.CO.ID - Program makan bergizi gratis yang dicanangkan pemerintah pusat mulai diterapkan di Sulawesi Utara (Sulut), termasuk di 45 sekolah di Kabupaten Minahasa. 

Meski mendapat dukungan dari Pemerintah Provinsi Sulut dengan alokasi anggaran Rp 10 miliar dalam APBD 2025, pelaksanaan program ini masih belum merata.

Pengamat Sosial dari Universitas Negeri Manado (Unima) Sulut, Dr Meike Imbar, memberikan tanggapan kritis terkait program ini. 

Ia menilai tujuan utama dari penyediaan makan bergizi adalah untuk menurunkan angka prevalensi kekerdilan (stunting) di Indonesia. 

“Tujuan penyediaan makan bergizi ini jelas menurut pemerintah, dalam rangka menurunkan angka prevalensi kekerdilan (tenges/stunting), yang berdasarkan data World Bank tahun 2020, Indonesia menduduki peringkat 115 dari 151 negara terkait dengan persoalan stunting ini,” katanya, Senin (6/1/2025).

Menurut Dr. Meike, pelaksanaan program ini melibatkan satu badan khusus yang dibentuk pemerintah, yaitu Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), yang tersebar di 26 provinsi sasaran. 

Namun, ia menekankan pentingnya penggunaan data yang valid untuk memastikan efektivitas program ini. 

Apalagi, berdasarkan tujuan penyediaan makan bergizi yang ditetapkan pemerintah, maka hal yang harus diperhatikan adalah data yang valid tentang persoalan kekerdilan dari setiap provinsi. 

"Atas dasar data tersebut, pemenuhan gizi yang dimaksud akan efektif, meskipun efektivitasnya belum pasti,” jelasnya.

Dr. Meike juga menyoroti kompleksitas masalah stunting yang tidak hanya berkaitan dengan pemenuhan gizi anak, tetapi juga faktor sejak dalam kandungan. 

Di mana, persoalan stunting itu bukan hanya disebabkan oleh faktor pemenuhan gizi pada anak yang sedang bertumbuh dan berkembang.

Ia mengingatkan bahwa penentuan daerah penerima program ini juga menghadapi tantangan. 

Kota/kabupaten yang terpilih sebagai penerima makan bergizi seharusnya adalah kota/kabupaten yang memiliki angka risiko stunting yang tinggi. 

Dan di sinilah letak kesulitannya, Meike katakan, hampir semua pemerintah kota/kabupaten tidak mau daerahnya ditengarai sebagai daerah dengan prevalensi stunting yang tinggi. 

"Karena itu menunjukkan kekurangberhasilan pemerintah daerah mensejahterakan masyarakatnya,” ungkapnya.

Halaman
12

Berita Terkini