Pembunuhan di Boltim

Ini Alasan Aktivis Perempuan Sulut Tak Setuju Aning Pelaku Pembunuh di Boltim Dihukum Mati: HAM

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Arnita Mamonto alias Aning divonis hukuman mati oleh Majelis Hakim di Pengadilan Negeri (PN) Kotamobagu, Sulawesi Utara, Kamis (21/11/2024). 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Aning atau Arnita Mamonto terdakwa pembunuh bocah di Boltim divonis hukuman mati.

Setelah melewati rangkaian pemeriksaan hingga kejiwaannya, Aning dinyatakan bersalah menghilangkan nyawa seorang bocah perempuan di Kabupaten Boltim Sulawesi Utara.

Aning terbukti bersalah dan sengaja membuat korban meninggal dunia.

Karena ulahnya itu, Aning divonis hukuman mati.

Vonis hakim ini selaras dengan tuntutan jaksa yakni hukuman mati.

Kasus pembunuhan bocah 8 tahun di Boltim yang dilakukan Arnita Mamonto alias Aning akhirnya diputus Pengadilan Negeri (PN) Kotamobagu,

Aning terdakwa pembunuhan bocah 8 tahun di Boltim itu  divonis hukuman mati.

Diketahui Aning melakukan penghilangan nyawa dengan sengaja terhadap bocah perempuan yang juga merupakan keponakannya.

Aksi Aning ini membuat warga Sulawesi Utara terutama Kabupaten Boltim gempar.

Pasalnya korban bukan hanya dibunuh, namuan tubuh dan kepalanya juga dipisah.

Yang paling menyedihkan lagi sebelum korban dibunuh, korban sempat memanggil nama terdakwa dengan sebutan bunda.

Ya Arnita Mamonto alias Aning divonis hukuman mati oleh Majelis Hakim di Pengadilan Negeri (PN) Kotamobagu, Sulawesi Utara, Kamis (21/11/2024). 

Oleh Majelis Hakim, Aning dinilai terbukti bersalah telah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap seorang bocah umur 9 tahun di Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim), Sulawesi Utara. 

Persidangan Aning ini berlangsung penuh emosional, Kamis, (21/11/2024).

Aktivis Gerakan Perempuan Sulut Jean Christine Maengkom SH, MH. (HO)

Terlebih saat Majelis Hakim yang diketuai Sulharman itu menjatuhkan hukuman mati bagi Aning. 

Aning, oleh majelis hakim dinyatakan telah terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap seorang bocah berusia 9 tahun di Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim).

"Menyatakan terdakwa Arnita Mamonto alias Aning secara sah terbukti bersalah melakukan tindakan pidana pembunuhan berencana.

Oleh karena itu, menjatuhkan pidana hukuman mati,” putus Hakim Sulharman.

Terkait putusan itu, Advokat/Aktivis Gerakan Perempuan Sulut Jean Christine Maengkom SH, MH angkat bicara.

Menurut Jean, sebagai aktivis perempuan pihaknya tidak setuju dengan adanya hukuman mati terhadap Arnita.

Hal itu karena bertentangan dengan Hak Asasi Manusia sebagaimana termuat dalam Covenan Internasional yaitu Declaration Universal of Human Rights (DUHR), dan Indonesia mengakui eksistensi Hak Asasi Manusia dalam Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.

"Demikian juga dalam perkembangan Amandemen UUD 45 yang ke 2 dari pasal 28 A -28 J, yang pokoknya membahas tentang hak asasi manusia dengan amanat TAP MPR nomor XVI tahun 1988 tentang pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, akan tetapi pengakuan hak asasi manusia tidak mengarah pada human mati, sehingga hukuman mati masih digunakan dan diakui di Indonesia," tutur Jean.

Kata Jean pasal 10 huruf a KUHP secara tegas mengatur tentang pidana mati sebagai pidana pokok, pertanyaannya apakah setelah vonis pidana mati dijatuhkan masih ada upaya hukumnya?

Menurut KUHP upaya hukum yang dilakukan adalah melalui upaya hukum biasa yaitu banding, kasasi, peninjauan kembali, dan upaya hukum luar biasa yaitu grasi, amnesti dan abolisi. 

"Itu upaya hukum yang bisa dilakukan oleh Arnita," jelas Jean, Jumat (22/11/2024).

Sebut Jean dalam KUHP yang baru, UU Nomor 1 tahun 2023, yang telah disahkan pada tanggal 6 Desember 2022, pasal 100 ayat KUHAP mengatur hakim menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan 10 tahun dengan memperhatikan rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri atau peran terdakwa dalam tindak pidana. 

Namun dalam pasal 100 ayat 2 dijelaskan pidana mati dengan masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus dicantumkan dalam putusan pengadilan, maka ketika terpidana menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji selama masa percobaan tersebut pidana mati dapat berubah menjadi pidana penjara seumur hidup yaitu dengan keputusan Presiden setelah mendapat pertimbangan Mahkamah Agung, dan pidana penjara sebagaimana dimaksud dihitung sejak putusan Presiden ditetapkan.

Akan tetapi pada pasal 100 ayat 5 jika terpidana selama masa percobaan tidak menunjukan sikap dan perbuatan terpuji serta tidak ada harapan untuk diperbaiki pidana mati dapat dilaksanakan atas perintah Jaksa agung.

"Masalahnya KUHAP yang baru nanti akan berlaku setelah 3 tahun di tetapkan," pungkasnya.

5 Poin Penting Amar Putusan yang Membuat Aning Sampai Divonis Hukuman Mati, Padahal Sering Dibantu

Dalam amar putusan yang dibacakan Majelis Hakim tersebut setidaknya ada lima poin penting. 

Berikut selengkapnya:

1. Hubungan Keluarga

Dalam amar putusannya, Hakim Ketua Sulharman menyatakan bahwa hubungan antara terdakwa dan korban adalah hubungan keluarga dekat, yakni antara tante dan keponakan.

Fakta ini mempertegas kepercayaan yang telah disalahgunakan oleh terdakwa dalam perencanaan kejahatan ini.

2. Tidak Ada Permasalahan

Hakim juga menekankan bahwa tidak ada konflik atau permasalahan sebelumnya antara terdakwa dengan keluarga korban. 

Keterangan ini menunjukkan bahwa pembunuhan dilakukan tanpa adanya latar belakang perselisihan yang dapat menjadi pemicu, sehingga menambah berat perbuatan terdakwa.

3. Ibu Korban Sering Membantu Keluarga Terdakwa

Selama persidangan, terungkap bahwa ibu korban sering memberikan bantuan kepada keluarga terdakwa, baik dalam bentuk pinjaman uang maupun makanan.

Fakta ini menambah ironi dari tindakan keji yang dilakukan oleh Aning, mengingat ibu korban telah berulang kali menunjukkan kebaikan hati kepada keluarga terdakwa.

4. Terdakwa Tidak dalam Kondisi Gangguan Jiwa

Majelis hakim, dalam pertimbangannya, mengacu pada hasil pemeriksaan kejiwaan dari Rumah Sakit Bhayangkara yang dikeluarkan pada 25 Januari 2024.

Laporan tersebut menyatakan bahwa tidak ditemukan gangguan jiwa pada diri terdakwa. 

Aning sepenuhnya menyadari perbuatannya dan risiko hukum atas tindakan yang dilakukan.

Fakta ini menegaskan bahwa pembunuhan tersebut dilakukan dalam keadaan sadar dan tanpa tekanan mental.

5. Hukuman Mati Dianggap Sesuai dengan Perbuatan Terdakwa

Majelis hakim menyatakan bahwa tidak ada hal-hal yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana bagi terdakwa.

Artinya, semua fakta yang terungkap tidak memberikan alasan atau pembelaan yang dapat meringankan hukuman terdakwa, sehingga putusan hukuman mati dianggap sebagai hukuman yang sesuai untuk kasus ini.

 

Berita Terkini