Tajuk Tamu

Patronase Birokrasi: Antara Netralitas dan Keterpaksaan ASN Bumi Nyiur Melambai 

Penulis: Nielton Durado
Editor: Chintya Rantung
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ardiansyah, ASN di Mitra yang juga Mahasiswa Pascasarjana Departemen Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada.

Oleh : Ardiansyah ASN di Mitra yang juga Mahasiswa Pascasarjana Departemen Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Berdasarkan peraturan Komisi pemilihan Umum Nomor 2 tahun 2024 tentang Tahapan Dan Jadwal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2024. 

Indonesia akan melaksanakan salah satu dari inti demokrasi yakni pemilihan umum, tepatnya pada tanggal 27 november 2024 dimana proses pelaksanaan pemungutan suara kepala daerah serentak di Indonesia akan dilaksanakan. 

Dibalik megahnya “pesta demokrasi” yang 
akan kita hadapi bersama tersebut, terdapat beberapa topik yang sampai hari ini selalu menjadi topik hangat menjelang pemilu yakni netralitas para birokrat atau dalam hal ini para Aparatur Sipil Negara (ASN). 

Terlebih Khusus pada bumi nyiur melambai julukan untuk provinsi Sulawesi utara dimana rilis data Pengawasan Netralitas ASN pada pemilu sebelumnya (2019-2020) oleh Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terdapat 412 jumlah pengaduan pelanggaran yang diterima dan dengan kategori berdasarkan Provinsi, Sulut menjadi yang terbanyak dengan 59 kasus. 

Serta kita juga dapat melihat pada rilisan buku Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) tahun 2024 oleh Bawaslu dimana Sulawesi Utara menduduki peringkat kedua Indeks kerawanan pemilu dengan skor 87,42 dalam skala 100.

Dimana IKP 2024 ini difokuskan pada lima isu strategis yang berpengaruh pada keberhasilan dan kegagalan Pemilu Serentak 2024 yang harus berlangsung secara terbuka, jujur, dan adil. 

Isu pertama yang dianggap paling berkontribusi terhadap kerawanan pemilu 
adalah netralitas penyelenggara pemilu, yang penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap proses pemilu. 

Dalam konteks ini, netralitas ASN juga menjadi salah satu ukuran pentingnya. 

Masalah netralitas ASN ini merupakan salah satu masalah dalam pemilu yang sangat kompleks, dan melihat dari data-data yang telah disebutkan diatas menarik kemudian untuk kita meninjau masalah netralitas ASN terkhusus pada daerah provinsi Sulut ini menggunakan kacamata patronase atau teori patron client dimana menurut Aspinal dan Sukmajati (2014).

Patronase merujuk pada materi atau keuntungan lainnya baik pekerjaan, kontrak, maupun jabatan yang didistribusikan oleh politisi kepada pemilih atau pendukung. 

Dimana dalam fenomena ini berarti para 
kandidat pada pemilu sebagai Patron dan para ASN sebagai Client. 

Sehingga fenomena ketidaknetralitasan ASN dalam pemilu jika kita lihat dalam teori patronase maka adanya kecenderungan para birokrat dalam hal ini ASN tersebut untuk kemudian mengharapkan balas jasa dari peran mereka sebagai client dalam patronase dengan memberikan dukungan nyata dan loyalitas terhadap para 
patron dalam hal ini para kandidat dalam pemilu, untuk kemudian jika terpilih dapat menjaga karir mereka atupun mempromosikan karir mereka ke tingkat yang lebih tinggi. 

Hubungan patron-klien yang dewasa ini telah menjadi bagian dari budaya dalam birokrasi di Indonesia adalah tantangan besar dalam usaha membangun birokrasi yang modern, Hubungan patronase ini berbeda dari hubungan birokratis yang bersifat impersonal, formal, rasional, dan 
prosedural. Sebaliknya, hubungan patronase cenderung bersifat personal, tidak formal, dan emosional. 

Dalam konteks birokrasi, pola hubungan seperti ini dapat mengganggu netralitas birokrasi sebagai pelayan publik, terutama dalam kaitannya dengan pemilihan kepala daerah (pilkada). 

Halaman
123

Berita Terkini