Polemik UU Pilkada

Mahfud MD: DPR Tak Langgar Aturan tapi Mempermainkan Aturan Resmi Revisi UU Pilkada

Editor: Frandi Piring
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mahfud MD: DPR Tak Langgar Aturan tapi Mempermainkan Aturan Resmi Revisi UU Pilkada.

TRIBUNMANADO.CO.ID - Menyoal polemik revisi Undang-undang Pilkada yang dilakukan DPR RI, eks Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut bahwa lembaga legislatif negara itu tidak melanggar aturan, tapi hanya saja mempermainkan aturan resminya.

Mahjud menjelaskan bahwa DPR tidak melanggar peraturan dalam konteks proses melakukan revisi Undang-undang (UU) Pilkada, UU Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (Pilkada).

Karena, lanjut Mahfud, prosesnya mengikuti aturan resmi, seperti dibicarakan dalam rapat kerja, kemudian dilanjutkan dengan panitia kerja (panja) untuk mengambil keputusan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada dibawa ke rapat paripurna.

Tapi, menurut Mahfud, apa yang dilakukan Badan Legislasi (Baleg) DPR dalam merevisi UU Pilkada adalah mempermainkan aturan resmi.

“DPR tidak melanggar aturan resmi tetapi memain-mainkan aturan resmi. Misalnya, satu RUU dibahas hanya sehari, satu jam bicara di dalam panja, satu jam tim perumus kemudian malamnya disahkan oleh Baleg lalu mau dibawa ke paripurna besok paginya,” kata Mahfud dalam podcast bertajuk “Teruskan!! Kawal Konstitusi dari Para Begal” yang dikutip dari YouTube Mahfud MD Official, Jumat (23/8/2024).

“Itu benar dari sudut prosedur kan begitu, prosedur terpenuhi tapi mengapa ada undang-undang lain yang sampai bertahun-tahun enggak dibahas. Seperti UU Perampasan Aset dan banyak lagi. Kok ini tiba-tiba dalam satu hari dibahas,” ujarnya melanjutkan.

Padahal, Mahfud mengatakan, UU Perampasan Aset tersebut sesungguhnya hanya satu pasal yang harus disetujui DPR tetapi prosesnya memakan waktu bertahun-tahun bahkan belum selesai hingga kini.

Suasana sidang paripurna DPR RI dalam pembahasan Revisi UU Pilkada setelah Putusan MK. (Igman Ibrahim/tribunnews)

Di sisi lain, Mahfud yang merupakan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini menyebut, ada upaya pembangkangan terhadap konstitusi yang dilakukan DPR dalam merumuskan RUU Pilkada.

Sebab, tidak mengikuti putusan MK terkait ambang batas pencalonan kepala daerah oleh partai politik (parpol) atau gabungan parpol, serta penghitungan batas usia minimum calon kepala daerah.

“Putusan MK itukan bersifat final yang artinya langsung jadi, tidak bisa dibanding dengan jalan hukum apa pun,” katanya menegaskan.

Mahfud melanjutkan, ada upaya mengakali putusan MK tersebut dengan melakukan pembahasan revisi UU Pilkada menggunakan surat presiden (supres) lama sebagai dasarnya.

Eks Menteri Pertahanan era rezim Presiden Gus Dur ini mengungkapkan, supres yang dikirim Januari lalu itu sebenarnya terkait upaya pemerintah mempercepat waktu penyelenggaraan Pilkada dari November 2024 ke September 2024.

Tetapi, pembahasan tersebut dibatalkan karena ada yang menggugat UU Pilkada ke MK sehingga Mahkamah menyatakan Pilkada 2024 tetap harus dilakukan sesuai jadwal pada 27 November 2024.

Sayangnya, Mahfud mengatakan, DPR langsung bereaksi membuka file lama tersebut untuk melakukan revisi UU Pilkada setelah ada putusan MK terbaru mengenai ambang batas dan penghitungan batas usia minimal calon kepala daerah. Padahal, substansinya berbeda.

“Itukan menurut saya, satu cara membunuh demokrasi dengan cara demokrasi yaitu ini lembaga yang paling banyak sudah bersepakat dan prosedurnya terpenuhi maka kita buat sekarang seperti itu.

Halaman
1234

Berita Terkini