Pilkada 2024

Projo Dukung Ridwan - Bobby - Khofifah: Bikin Desk Pilkada 2024

Editor: Lodie Tombeg
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Konferensi pers DPP Projo bentuk Desk Pilkada di Pilkada Serentak 2024, Jakarta Selatan, Jumat (31/5/2024). Projo bentuk desk Pilkada dan mendukung Ridwan Kamil, Bobby Nasution dan Khofifah Indar Parawansa di Pilkada Serentak 2024.

TRIBUNMANADO.CO.ID, jakarta - Relawan Pro Jokowi atau Projo bentuk desk Pilkada dan mendukung Ridwan Kamil, Bobby Nasution dan Khofifah Indar Parawansa di Pilkada Serentak 2024.

Projo sukses mengantar Joko Widodo sebagai presiden dua periode. Prestasi terbaru, Projo sukses mengantar Prabowo Subianto menjadi presiden terpilih.

Ridwan Kamil bakal menju di Pilkada Jawa Barat dan Jakarta, Bobby maju sebagai calon gubernur di Pilkada Sumatera Utara dan Khofifah sebagai petahana di Pilkada Jawa Timur.

Ketua Desk Pilkada DPP Projo, Roy Abimanyu mengungkapkan nantinya kepala daerah yang didukung akan dibantu pemenangnya.

"Desk Pilkada ini juga akan membentuk atau dilaksanakan melalui koordinator regional. Ada 8 regional satu regional bisa membawahi 5 sampai 8 provinsi," kata Roy dalam konferensi pers di DPP Projo, Jakarta Selatan, Jumat (31/5/2024).

Roy melanjutkan DPP Projo akan memastikan keterpilihan calon kepala daerah yang pro rakyat. Serta sejalan dengan pemerintahan terpilih Prabowo Gibran.

"DPP Projo akan mendukung calon-calon kepala daerah yang didukung oleh Pak Jokowi, Pak Prabowo, Mas Gibran dan koalisi Indonesia maju," terangnya.

Nantinya kata Roy DPP Projo akan mengeluarkan rekomendasi dukungan. Kemudian DPD dan DPC seluruh Indonesia akan menggerakkan semua kader berjuang maksimal secara langsung.

"Selain itu DPP Projo akan mengaktifkan kembali posko rakyat yang kemarin sudah kami bentuk di Pilpres sekitar 50.000 lokasi, untuk memenangkan calon kepala daerah yang kami dukung," jelasnya.

Adapun untuk saat ini Roy mengungkapkan Desk Pilkada Projo sudah mendukung sejumlah nama diantara Airin Rachmi Diany di Banten, Ridwan Kamil di Jabar, Boby Nasution di Sumatera Utara dan Khofifah Indar Parawansa di Jawa Timur.

Baca juga: Keponakan Prabowo Ramaikan Bursa Pilkada Jakarta, Pengamat: Tingkatkan Daya Tawar Budisatrio

"Saat ini DPP Projo DPD dan DPC sedang melangsungkan komunikasi politik intensif dengan tokoh-tokoh yang akan maju di Pilkada Serentak 2024. Baik provinsi, kota, maupun kabupaten," terangnya.

Kekuatan Projo

Projo adalah organisasi kemasyarakatan pendukung Presiden Indonesia yang ke-7, Joko Widodo. Dikutip dari wikipedia.org, Projo dikenal karena merupakan salah satu relawan darat terbesar dan memiliki status resmi organisasi kemasyarakatan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Ciri khas Projo adalah bersifat sukarela, terbuka, sosial, tidak membeda-bedakan ras, suku, agama, golongan, serta latar belakang sosial politik kemasyarakatan dan kini Projo mendeklarasikan dukungan secara resmi kepada Prabowo Subianto untuk menghadapi Pilpres 2024.

Saat ini ketua umum Projo adalah Budi Arie Setiadi atau akrab dipanggil Muni. Kongres Pertama Projo 23 Agustus 2014 di Jakarta memutuskan untuk mengubah gerakan relawan Jokowi ini menjadi organisasi kemasyarakatan.

PROJO adalah organisasi relawan Jokowi yang mampu bertarnsformasi dari kelompok relawan menjadi Ormas. " Dari kerumunan menjadi barisan politik "

Projo berasal dari Bahasa Sanskerta yang berarti pemerintahan negeri, kerajaan, atau istana. Dalam Bahasa Jawa Kawi artinya rakyat.

Jadi orang-orang yang mengaku Projo adalah orang-orang yang mencintai negeri dan rakyat. Nama ini dengan mudah diingat karena sederhana dan singkat.

Dengan nama Projo, mudah sekali mengasosiasikan dengan akronim Pro dan Jokowi, selain juga karena mirip dengan terbentuknya akronim ProMeg (Pro Megawati) yang terbentuk pada 1998, di mana anggotanya juga banyak yang menjadi anggota Projo.

Budi Arie, sebagai salah satu deklarator, ikut mengkonfirmasi hal ini. Menurutnya, Projo mudah menancap di kepala, mudah diingat, mudah diucapkan, dan mantap.

Projo didirikan melalui Kongres I Projo, pada tanggal 23 Desember 2013. Deklaratornya rata-rata adalah kader PDI Perjuangan atau aktivis mahasiswa 1998, antara lain Budi Arie Setiadi, Gunawan Wirosaroyo, Suryo Sumpeno, dan banyak aktivis lainnya. Setelah deklarasi, jaringan Projo langsung dibuat secara nasional.

Strukturnya dibentuk mulai dari pusat, daerah, cabang, hingga ke desa dengan mengandalkan dana swadaya, dengan menganut model aksi massa, advokasi dan berinteraksi langsung dengan rakyat.

Dalam waktu singkat basis dukungannya terbentuk terutama di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Bali, hingga Jakarta.

Beberapa nama memiliki peran penting dalam membentuk basis di daerah, antara lain Karel Sibarani, Dedy Obray, Guntur, dan lainnya di Jakarta. Di Jawa Barat Agus Setia Permana dan Soleh.

Di Jawa Tengah Gunawan Wirosaroyo dan para tokoh Marhaen dari Wonogiri, Klaten, Boyolali, Kendal, dan lainnya.

Di Jawa Timur Machdan, Jayus, Eddy Banteng, Handoko, dan lainnya.

Projo kemudian menjadi salah satu dari tiga organ yang paling awal menyatakan dukungannya kepada Jokowi, selain Seknas dan Bara JP.

Projo dibentuk dengan tiga orientasi politik utama, yaitu memperjuangkan Jokowi sebagai presiden, memenangkan Jokowi menjadi Presiden dalam Pilpres 2014, dan mengawal Jokowi sebagai Presiden.

Untuk mencapai orientasi politik tersebut, Projo melakukan penguatan organisasi dengan aktualisasi prinsip-prinsip kerja organisasi yakni partisipasi, mandiri, dan gotong royong.

Pada tahun 2013, menjelang proses Pilpres 2014, PDIP masih memiliki wacana untuk kembali mencalonkan Megawati, dengan beberapa pilihan Cawapres, antara lain Joko Widodo.

Namun suara akar rumput lebih menginginkan adanya calon presiden baru dan dilakukannya proses penyegaran figur calon presiden. Hal ini berkaca kepada pengalaman kalahnya pasangan Megawati dan Prabowo pada tahun 2009.

Namun sebaliknya, beberapa kader justru resisten terhadap hasil survei yang terus mengunggulkan Joko Widodo sebagai calon presiden.

Kader dan simpatisan PDIP yang menamai dirinya sebagai Pro-Jokowi kemudian melakukan deklarasi pada 21 Desember 2013, yang terdiri dari penggerak Posko Gotong Royong Megawati 1998.

Mereka lalu bergerak dari satu DPC ke DPC lainnya untuk menggalang dukungan terhadap pencapresan Jokowi.

Ini sebagai respon usulan di dalam internal pengurus, contohnya saat Rapat Kerja Nasional PDI Perjuangan Oktober 2013. Saat ini Projo sudah berkembang dan hadir di seluruh provinsi dan kabupaten kota di Indonesia.

Pada saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, Jokowi sudah berkali-kali mendapat tekanan secara politik. Contohnya saat Pembahasan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) DKI Jakarta 2013.

Dibahas sejak Jokowi menjabat tahun 2012, APBD senilai 49,9 Triliun tersebut baru disahkan DPRD pada tanggal 28 Januari 2013. Hal ini disebabkan alotnya perdebatan mengenai KUAPPAS.

Anggaran diutak-atik sehingga perdebatan berlangsung panas dan diwarnai aksi walkout beberapa anggota DPRD.

Dengan naik menjadi Presiden, diharapkan Jokowi bisa terlepas dari intrik dan tarik ulur di DPR. Walaupun demikian, tetap saja Jokowi harus menghadapi kubu oposisi yang jauh lebih besar.

Koalisi Merah Putih menguasai 350 kursi atau 64 persen suara di parlemen, berbanding 270 kursi atau hanya 36 persen.

Inilah yang menyebabkan perlunya dukungan politik di luar parlemen yang terwujud dalam bentuk kekuatan relawan seperti Projo untuk mengelola opini publik.

Adanya dukungan akar rumput membantu Jokowi dalam menghadapi pertarungan-pertarungan politiknya.

(Tribunnews.com Rahmat W Nugraha)

Berita Terkini