Sulawesi Utara

3 Lokasi Objek Wisata Buddhisme di Sulawesi Utara

Penulis: Arthur_Rompis
Editor: Chintya Rantung
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

3 Lokasi Objek Wisata Buddhisme di Sulawesi Utara

TRIBUNMANADO.CO.ID - Objek wisata rohani bertaburan di Sulawesi Utara (Sulut).

Tak hanya dari Kristen sebagai agama matoritas. Muncul pula sejumlah objek wisata rohani dari agama lainnya.

Salah satunya agama Buddha.

Berikut tiga objek wisata bernuansa Buddhis di Sulawesi Utara:

1. Rupang 108 Big Buddha

Vihara Arama Kebun Kesadaran Desa Kolongan, Kecamatan Talawaan, Kabupaten Minahasa Utara, Sulut. (Arthur Rompis/Tribunmanado)

Satu lagi objek wisata spiritual hadir di Sulawesi Utara (Sulut). Namanya 108 Rupang (patung) Big Buddha.

Lokasinya di Vihara Arama Kebun Kesadaran Desa Kolongan, Kecamatan Talawaan, Kabupaten Minahasa Utara, Sulut.

Pada hari raya Waisak Kamis (23/5/2024), lokasi itu mendapat pemberkahan oleh empat Bhikku dari Thailand.

Hadirnya 108 Rupang (patung) Big Buddha ini adalah yang pertama di Indonesia. 

Diproyeksikan sebagai ikon Buddhisme di Indonesia, tempat tersebut berpotensi memikat turisme, terutama dari Asia Timur dan Asia Tenggara.

Apalagi penerbangan langsung Manado ke Cina, Jepang, Korea Selatan dan Singapura telah dibuka.

Keunikan dari patung tersebut adalah ke 108 patung itu semuanya sama.

Baik bentuk, tinggi maupun gaya. 

Romo Pandita Hengky Luntungan menuturkan, patung itu mulai dibangun pada Januari 2021. 

Berlangsung di masa Covid 19, sempat muncul pesimis. 

"Awalnya ada rasa pesimis karena Covid tengah merajalela," kata dia.

Namun berkat iman umat Buddha, patung itu akhirnya tuntas dikerjakan. Ketua Pengurus Vihara Arama Kebun Kesadaran Kolongan Herdy Munayang menjelaskan, patung dibangun lewat sokongan donatur. 

Donatur datang dari seluruh Indonesia dan luar negeri.

"Ada yang satu donatur satu patung, ada satu patung yang dikerjakan beberapa orang, jadi secara gotong royong," kata dia.

Ungkap dia, dana pembangunan satu patung fluktuatif.

Bergantung keadaan ekonomi.

"Awalnya 35 juta untuk satu patung, kemudian harganya kini 58 juta per patung," kata dia.

Herdy berharap patung itu dapat menjadi ikon buddhisme di Indonesia Timur.

Para turis yang tertarik dengan ajaran Buddha dapat singgah ke ke situ setelah mengunjungi Borobudur.

"Ini dapat menjadi destinasi wisata religi," kata dia.

2. Klenteng Ban Hin Kiong

Klenteng Ban Hin Kiong (Dokumentasi Tribun Manado)

Klenteng Ban Hin Kiong adalah Klenteng tertua di kota Manado. Didirikan pada tahun 1819.

Keberadaannya di Manado selama beberapa abad diwarnai sejumlah peristiwa yang diklaim sebagai mujizat.

Pada 1930 misalnya.Kota Manado dilanda wabah penyakit kolera. Korban jiwa berjatuhan.

Pihak Klenteng berinisiatif menggelar sembahyang khusus.

Setelah itu, kio/tandu dari klenteng digotong keliling kota. Ajaibnya wabah pun hilang.

Pada tahun 1819, saat bangunan klenteng masih semi permanen, pernah terjadi kebakaran besar di seputaran klenteng.

Kajaiban terjadi saat api mendekati Klenteng, api tiba-tiba tegak lurus lantas padam.

Saat perang permesta versus pemerintah pusat, salah satu meriam ditembakkan ke klenteng. Pelurunya nyasar di bawah altar Yang Suci Kong Tek Cun Ong. Peluru meriam itu tidak meledak.

Pada masa perang dunia 2, Manado luluh lantak dihantam bom sekutu. Salah satu yang utuh adalah klenteng ban hing kiong.

Pada peristiwa 14 maret 1970, Klenteng habis terbakar, kecuali satu arca yang terbuat dari kayu, arca tersebut adalah salah satu arca dari Hok Lok Siu (Dewa Panjang Umur).

Klenteng tersebut juga menjadi saksi dari kerukunan antar umat beragama di Manado.

Berada di kampung cina yang diapit kampung arab serta pemukiman suku Gorontalo dan Minahasa, klenteng itu juga berada tak jauh dari gereja serta mesjid. 

Pimpinan Klenteng Jufri Sondakh mengatakan, klenteng tersebut, selain sebagai tempat ibadah penganut Tridharma, juga warisan budaya bagi Manado.

"Klenteng ini telah mewarnai sejarah kota ini," kata dia. 

Menurut cerita, Ferry membeber, Kelenteng tersebut didirikan seorang dari Tiongkok. 

Terombang ambing di laut, dia berjanji bakal mendirikan sebuah kelenteng di tempatnya terdampar jika selamat. 

Dia pun selamat dan memenuhi janjinya.

Setibanya di daratan Manado, ia mendirikan Kelenteng Ban Hing Kiong yang artinya Istana Sejuta Berkah.

Kelenteng tersebut kala itu hanya berdindingkan Nibung dan beratapkan Rumbia.

Kala itu, pemerintah kolonial belanda tidak mengizinkan bangunan Klenteng dibuat semi permanen.

Barulah, pada 1819, klenteng tersebut dibuat semi permanen. Dindingnya terbuat dari kayu, atapnya dari seng.

Klenteng tersebut sempat menjalani pemugaran, yakni pada periode 1854 - 1859 dan 1895 -1902.

Kisah pahit sempat dialami klenteng itu. Pada peristiwa 14 Maret 1970, klenteng dibakar dan semua catatan sejarah klenteng serta barang berharga lainnya musnah.

Tak heran, kisah berdirinya klenteng itu yang disebut pada 1607, hanyalah berdasarkan tradisi lisan.

Klenteng dibangun kembali pada tahun 1971 hingga 1975.

Wajah klenteng saat ini adalah hasil pemugaran pada kurun waktu itu.

Lalu pada 10 September 1994, dilakukan upacara sembahyang besar peresmian yang dilakukan lewat upacara Poa Pwe.

Sisa peninggalan belanda masih terlihat dalam tiga buah meriam yang tersimpan di Klenteng itu. Tiga meriam itu konon pemberian VOC.

Nah, saat menggelar prosesi Cap Go Meh, Klenteng ini punya sebuah keunikan yang tidak dimiliki klenteng lain.

Jadi tidaknya prosesi digelar di luar Klenteng ditentukan lewat ritual Poa Pwe.

Ritual menggunakan dua bilah kayu yang dilempar petugas sembahyang.

Jika dua bilah kayu terbuka, maka diadakan pelemparan kembali hingga tiga kali.

Jika dua bilah kayu tertutup, maka prosesi tidak jadi dilaksanakan di luar Klenteng.

Prosesi dinyatakan direstui Thian (Tuhan), jika dua bilah kayu terbuka dan tertutup. 

3. Vihara Buddhayana Tomohon

Vihara Buddhayana Tomohon. (Tribunmanado.co.id/Arthur Rompis)

Vihara Buddhayana terletak di Desa Kakaskasen, kota Tomohon, Sulut .

Untuk bisa ke Vihara Buddhayana, Tribunners bisa menempuhnya dengan naik kendaraan.

Kalau dari Manado berjarak sekira 20 kilometer.

Vihara Buddhayana menyajikan pemandangan khas Tionghoa memadu dengan alam indah Minahasa. Turis pasti tercengang melihat patung 18 Lohan dengan latar Gunung Lokon.

Dalam kepercayaan Buddha, Lohan adalah para pendosa yang kembali ke jalan yang benar.

Patung Lohan di Vihara Buddhayana menampilkan berbagai pose.

Ada Lohan yang naik naga, naik gajah dan naik harimau.

Di tengah kompleks, terdapat pagoda Vihara Ekayana. Pagoda ini bertingkat sembilan.

Dengan hanya beralas kaki, anda bisa menaiki Pagoda dan menikmati pemandangan Gunung Lokon dan sekitarnya yang menakjubkan. (Art)

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

Berita Terkini