Merujuk kepada pengajaran Tuhan Yesus, Ayub belajar melihat dirinya sebagai orang yang miskin di hadapan Allah, sehingga ia benar-benar mengalami seperti apa kekayaan dalam kerajaan Allah itu (Matius 5:3).
Apakah kita adalah orang benar yang hidup benar?
JIka demikian, dapatkah kita juga memiliki prinsip yang sama dengan Ayub, sehingga ketekunan iman kita tidak berdasarkan apa kata orang tetapi berdasarkan pengalaman rohani kita dengan Tuhan?
Inspirasi: Orang benar bertekun dengan iman, bukan karena sekedar melakukan kewajiban agama, tetapi karena mengasihi Tuhan, meski dalam kesukaran.