Digital Activity

Capres Caleg Mulai Kampanye, Mantan Komisioner Bawaslu Sulut Supriyadi Pangellu: Kekosongan Hukum

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Podcast Tribun Manado yang menghadirkan Komisioner Bawaslu Sulawesi Utara (Sulut) 2018-2023, Supriyadi Pangellu sebagai narasumber, Kamis (14/9/2023).

TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Menyoal Konten Kampanye Calon Presiden (Capres), Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan adalah tema podcast mobile Tribun Manado.

Podcast yang berlangsung pada Kamis (14/9/2023) ini menghadirkan narasumber mantan Komisioner Bawaslu Sulawesi Utara (Sulut), Supriyadi Pangellu (SP).

Podcast dipandu oleh dua Jurnalis Tribun Manado, Mauren Lumempow dan Lodie Tombeg di Warkop Pasar Segar Manado.

Berikut isi podcast tersebut:

Tribun Manado: Peran ketika masih menjadi Komisioner Bawaslu mengenai kepemiluan?

Surpriyadi Pangellu: Lembaga Bawaslu hadir dengan tugas kewenangan melakukan tugas pengawasan, dan untuk saat ini di dorong pengawasan partisiparif libatkan semua stakeholder.

Kewenangan Bawaslu proses pencegahan terhadap dugaan pelanggaran, melakukan tindakan pelanggaran dan penyelesaian sengketa proses pemilu.

Tribun: Aturan atau sanksi pidana dalam kepemiluan?

SP: Kalau peristiwa pemilu, tindak pidananya banyak. Ada larangan kampanye, pelanggaran administratif, sengketa, ada tindak pidana, ada dalam pasal di Undang-Undang Nomor 7 2017.

TM: terkait isu yang hangat saat ini, yaitu kampanye para capres lewat baliho yang kini telah terpasang. Dari aturan kepemiluan sendiri seperti apa tentang pemasangan baliho di tahapan saat ini?

SP: Dari segi regulasi itu hak konstitusional warga negara untuk sosialisasikan dirinya sebagai bakal capres atau cawapres. Terkait dengan itu, belum tahapan kampanye dan pendaftaran juga belum.

Jadi masih bebas melakukan sosialisasi dirinya, yang penting soal estetika, tidak melanggar peraturan kepala daerah terkait pemasangan alat peraga sosialisasi baliho dan sebagainya.

Tidak melanggar dari segi UU Kepemiluan, karena mereka belum calon, tinggal dilihat unsur estetika tidak ganggung ketentraman, pemandangan keindahan yang diatur dalam ketentuan daerah masing-masing.

Bagaimana masyarakat mau tahu bakal calonnya kalau tidak melakukan sosialisasi sebagai capres dan cawapres di baliho, media lainnya.

Baca juga: Kabar Gembira, Menpan-RB Batal Hapus Tenaga Honorer November 2023 Mendatang

Baca juga: Peringatan Dini Cuaca Ekstrem Besok Jumat 15 September 2023, Info BMKG 21 Wilayah Waspada

TM: Di nasional sendiri, ada yang menilai satu capres yang sosialisasi di TV nasional katanya curi start.

SP: Dari perspektif hukum, saya dapat  informasi dari KPI barusan itu katanya tidak melanggar.

Memang sesuai prediksi kami itu tidak melanggar, karena subjek hukum capres Ganjar bukan peserta pemilu, baru dideklarasikan parpol usung dia sebagai capres.

Yang unik, kepiawaian kreatif dan progresif oleh tim Ganjar dalam kemas itu.

Peluang yang sama juga oleh pak Anies dan Prabowo. Bawaslu juga sementara melakukan kajian tentang ini. 

TM: Untuk Pak Anies sendiri cawapresnya, Muhaimin Iskandar, telah menyampaikan akan memberikan tiap desa akan dapat Rp 5 miliar. Bagaimana narasumber menanggapi itu?

SP: Kalau yang dikatakan Muhaimin sudah peserta pemilu, itu sudah masuk ranah kampanye.

Tapi kembali ke konteks subjek hukumnya, belum bisa jerat karena dia belum mendaftar sebagai peserta pemilu cawapres. Jadi unsur kampanye masih jauh.

Kami melihat memang ada kekosongan hukum di ruang yang kemudian saat sebelum orang baru di deklarasikan atau dicalonkan partai atau gabungan partai tapi belum pada proses tahapan jadwal yang diagendakan KPU terkait proses pencalonan.

Nah ini tanggung jawab pemerintah eksekutif dan legislatif. Kampanye itu sampaikan ide gagasan untuk yakinkan publik dan pemilih, tapi konteks ini mereka masih sebagai bakal calon.

TM: Apa yang dilakukan capres dalam konten kampanye yang sempat jadi kontroversi?

Podcast Tribun Manado yang menghadirkan Komisioner Bawaslu Sulawesi Utara (Sulut) 2018-2023, Supriyadi Pangellu sebagai narasumber, Kamis (14/9/2023).

SP: Ini karena kadang masyarakat masih sulit pahami pelanggaran pemilu atau tidak.

Sehingga, perlu ada sosialisasi tentang domain kewenangan lembaga yang terkait dengan pemilu.

KPI juga punyan kewenangan, tapi terkait pemilu KPI harus sesuai dengan apa yang disepakati dalam MoU dengan Bawaslu, Dewan Pers, dan KPU.

KPI tidak bertindak sendiri. Ini bukan konten umum yang menjadi domain pengawasan KPI, tapi soal kepemiluan pelanggaran apapun dilapor ke Bawaslu. Bawaslu berkewenangan menyelesaikan pelanggaran yang bukan kewenangannya.

Contoh, ASN bukan kewenangan Bawaslu tapi melalui mekanismenya di rekom ke KASN.

Begitu juga kalau ada TV, melakukan pelanggaran penyiaran terkait kampanye Bawaslu bisa melakukan rekomendasikan ke KPI kemudian mengeluarkan teguran atau langkah sesuai kewenangan.

Begitu juga terkait dengan tindak pidana tidak langsung ke kepolisian, melalui Bawaslu pintu masukknya karena lex spesialis atau kewenangan Bawaslu dalam tahapan pemilu.

TM: Jika dilokalkan ke Sulut, pemasangan baliho, spanduk, bendera partai dimana jika di kaitkan dengan aturan belum tahap kampanye tapi serasa sudah kampanye. Bagaimana Bawaslu atau Pemerintah dan KPU sikapi itu?

SP: Ini pesta, ada euforia rakyat berpesta, punya euforia tersendiri. Bagaimana calon legislatif, capres, dan cawapres melakukan sosialisasi lewat partai maupun timnya.

Mengenai pemasangan itu, kembali ke estetika dan aturan tersendiri di masing-masing daerah terkait titik yang bisa dan tidak untuk dipasang baliho spanduk dan lainnya.

Bawaslu bisa koordinasi dengan pemerintah setempat terkait ruang-ruang mana yang bisa dipasang seperti itu.

TM: Dari pengalaman ketika menjadi Komisioner Bawaslu Sulut, apakah ada kerja sama dengan pemda yang mengatur titik pemasangan seperti itu sebelum masa kampanye?

Baca juga: 3 Berita Viral Hari Ini: Meksiko Pamerkan Jasad Alien hingga Kapolsek Komodo Aniaya Satpam

Baca juga: Dosen-Mahasiswa Akuntansi Polimdo Berikan Mendesain Laporan Keuangan UMKM Berbasis Android

SP: Sebenarnya lebih ke koordinasi saja, karena menyangkut peraturan wali kota atau bupati terkait ruang publik mana yang bisa dipasang atau dilarang pasang.

Tinggal koordinasinya harus dilakukan, Bawaslu, KPU, dengan pemerintah terkait melihat estetikanya.

Yang penting aturannya tidak diskriminatif, melarang partai A, peserta pemilu B, tapi peserta pemilu C bisa. Harus setara perlakuan adil bagi seluruh peserta pemilu.(*)

Baca berita lainnya di: Google News.

Berita terbaru Tribun Manado: klik di sini.

Berita Terkini