Pengucapan Syukur

2 Hal yang Selalu Ada Saat Pengucapan Syukur di Sulawesi Utara

Penulis: Chintya Rantung
Editor: Chintya Rantung
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pengucapan Syukur

TRIBUNMANADO.CO.ID - Pengucapan syukur menjadi tradisi setiap tahun dirayakan warga di Sulawesi Utara.

Pada tanggal 9 Juli 2023 mendatang, Kabupaten Minahasa Selatan akan menggelar Pengucapan Syukur.

Berdasarkan keputusan dari pemerintah Kabupaten Minsel, perayaan pengucapan syukur diatur sesuai organisasi gereja masing-masing.

Dalam Pengucapan ada dua hal yang selalu ada.

Apa itu?

Pesta yang merupakan bentuk syukur kepada Tuhan atas hasil yang diperoleh.

Haruskah ada pesta? Pasti sebagian besar masyarakat Minahasa akan mejawab 'harus'.

Kenapa 'harus'?

Karena pesta itu merupakan simbol syukur kepada Tuhan atas hasil panen kebun, pertanian dan berkat lainnya yang diperoleh selama ini.

Hanya memang ada sedikit pergeseran makna.

Sebab yang utama sebenarnya dalam pengucapan syukur adalah mempersembahkan hasil kebun terbaik di gereja.

Hal ini dipahami sebagai bentuk syukur orang Minahasa yang sebagian besar beragama nasrani kepada Tuhan yang diyakininya.

Setelah mempersembahkan hasil terbaik di gereja, syukur kepada Tuhan ini dilanjutnya dengan mengajak sesama 'berpesta'.

Maksudnya agar sesama (manusia) juga merasakan berkat yang diberikan Tuhan kepada masing-masing keluarga.

Maknanya kemudian agak bergeser.

Masyarakat saat ini lebih cenderung memaknai pengucapan syukur atau biasa disebut kebanyakan orang Minahasa dengan 'pengucapan'  ini dengan mendahulukan menyiapkan makanan istimewa yang berbeda dengan hari biasa dan mengundang saudara, kerabat dan kenalan lainnya untuk datang makan bersama.

Padahal yang seharusnya mengucap syukur terlebih dahulu dengan membawa hasil yang diberikan bumi kepada Tuhan yang direfleksikan dengan membawa hasil panen ke gereja, kemudian dilanjutkan dengan 'pengucapan' di rumah setiap keluarga.

Hanya memang harus diakui pengucapan model saat ini sudah membudaya sehingga sulit dihilangkan.

Terbukti, meski tokoh agama dan tokoh masyarakat selalu mengimbau agar pengucapan dilakukan secara sederhana.

Namun yang terjadi masyarakat tetap membuat pengucapan dengan berpesta pora.

Karena itu ada kalangan yang berpikir pengucapan ini diatur lebih baik lagi oleh gereja dan pemerintah sehingga kebiasaan pengucapan menjadi situs pariwisata di tanah Minahasa.

Satu di antara alasan mendasar, biasanya setiap pengucapan anggota keluarga yang berada di luar daerah, bahkan luar negeri sering menjadwalkan kedatangannya bersamaan dengan pengucapan di tempat kelahirannya.

Dampak negatif pengucapan syukur

Biasanya anak-anak muda mempergunakan pengucapan syukur ini dengan berpesta minum-minuman keras.

Kondisi ini akhirnya memicu terjadi tindak kriminal, lakalantas (akibat kebut-kebutan di jalan raya) dan tindakan negatif lainnya.

Hal lainnya yang biasa terjadi saat pengucapan adalah macet.

Kemacetan selalu terjadi setiap pengucapan digelar.

Apalagi jika pengucapan digelar di Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel) yang dikenal merupakan pengucapan paling besar dan meriah di tanah Minahasa.

Intinya pengucapan di culture Minahasa dipahami sebagai bagian dari ucapan syukurnya kepada sang pencipta (Tuhan) dan berkembang menjadi satu budaya positif yakni bagian dari sarana mempererat kekeluargaan dan kebersamaan antar sesama.

Nah, dalam perkembangannya budaya positif ini diharapkan dikelola lebih baik lagi dengan campur tangan pemerintah dan swasta, sehingga 'pengucapan' bisa menjadi sarana yang mendorong meningkatnya pariwisata di tanah Minahasa.

Pengucapan di Minsel

Bupati Minsel Franky Wongkar menyampaikan keputusan dan himbauan terkait pengucapan syukur di Kabupaten Minahasa Selatan, Sulawesi Utara tahun 2023 dalam konfrensi pers Senin (3/7/2023) kemarin.

Keputusan berdasarkan rapat bersama Forkompimda, FKUB dan BKSUA di Kabupaten Minsel.

Wongkar menyebutkan dari hasil rapat diambil keputusan dan himbauan untuk disampaikan kepada masyarakat Minsel yang hendak merayakan pengucapan syukur.

“Pertama pengucapan syukur merupakan tradisi yang ada di Kabupaten Minahasa Selatan sebagai kearifan lokal yang dimaknai untuk mensyukuri segala berkat yang dianugerahkan Tuhan bagi masyarakat, diaktualisasikan dalam bentuk ibadah dan wadah 'baku dapa' antar keluarga, jemaat serta masyarakat.

Kedua pelaksanaan pengucapan syukur mengikuti pengaturan dari organisasi geraja masing-masing.

Ketiga, dengan memperhatikan kondisi ekonomi Indonesia dan global, dalam rangka pengendalian inflasi khususnya di Kabupaten Minahasa Selatan serta menjaga stabilitas Kamtibmas, maka bagi jemaat yang merayakan pengucapan syukur diberikan sejumlah himbauan,” sebut Wongkar.

Selain 3 keputusan, Wongkar pun menyampaikan himbauan untuk masyarakat Minsel yang hendak merayakan pengucapan syukur.

"Perayaan dilaksanakan dengan sederhana, tidak berlebihan, tanpa pesta pora dan mabuk-mabukan. Menjaga suasana pengucapan syukur yang kondusif, aman dan tertib.

Menjaga kerukunan dan toleransi hidup bersama di tengah-tengah jemaat dan masyarakat.

Mematuhi aturan lalu lintas dan tidak memarkirkan kendaraan secara sembarangan," sebutnya lagi.

Wongkar meminta untuk para camat, lurah, hukum tua dan pimpinan organisasi gereja memastikan pengucapan syukur berjalan dengan baik.

Baca juga: 3 Terdakwa Korupsi PT Air Manado Ajukan Pledoi, Sidang Berlangsung hingga Malam Hari

Baca juga: Sosok yang Cocok Jadi Cawapres Dampingi Prabowo Subianto Versi DPD Projo Sulawesi Utara

 

 

 

Berita Terkini