Masyarakat saat ini lebih cenderung memaknai pengucapan syukur atau biasa disebut kebanyakan orang Minahasa dengan 'pengucapan' ini dengan mendahulukan menyiapkan makanan istimewa yang berbeda dengan hari biasa dan mengundang saudara, kerabat dan kenalan lainnya untuk datang makan bersama.
Padahal yang seharusnya mengucap syukur terlebih dahulu dengan membawa hasil yang diberikan bumi kepada Tuhan yang direfleksikan dengan membawa hasil panen ke gereja, kemudian dilanjutkan dengan 'pengucapan' di rumah setiap keluarga.
Hanya memang harus diakui pengucapan model saat ini sudah membudaya sehingga sulit dihilangkan.
Terbukti, meski tokoh agama dan tokoh masyarakat selalu mengimbau agar pengucapan dilakukan secara sederhana.
Namun yang terjadi masyarakat tetap membuat pengucapan dengan berpesta pora.
Karena itu ada kalangan yang berpikir pengucapan ini diatur lebih baik lagi oleh gereja dan pemerintah sehingga kebiasaan pengucapan menjadi situs pariwisata di tanah Minahasa.
Satu di antara alasan mendasar, biasanya setiap pengucapan anggota keluarga yang berada di luar daerah, bahkan luar negeri sering menjadwalkan kedatangannya bersamaan dengan pengucapan di tempat kelahirannya.
Dampak negatif pengucapan syukur
Biasanya anak-anak muda mempergunakan pengucapan syukur ini dengan berpesta minum-minuman keras.
Kondisi ini akhirnya memicu terjadi tindak kriminal, lakalantas (akibat kebut-kebutan di jalan raya) dan tindakan negatif lainnya.
Hal lainnya yang biasa terjadi saat pengucapan adalah macet.
Kemacetan selalu terjadi setiap pengucapan digelar.
Apalagi jika pengucapan digelar di Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel) yang dikenal merupakan pengucapan paling besar dan meriah di tanah Minahasa.
Intinya pengucapan di culture Minahasa dipahami sebagai bagian dari ucapan syukurnya kepada sang pencipta (Tuhan) dan berkembang menjadi satu budaya positif yakni bagian dari sarana mempererat kekeluargaan dan kebersamaan antar sesama.
Nah, dalam perkembangannya budaya positif ini diharapkan dikelola lebih baik lagi dengan campur tangan pemerintah dan swasta, sehingga 'pengucapan' bisa menjadi sarana yang mendorong meningkatnya pariwisata di tanah Minahasa.