TRIBUNMANADO.CO.ID - Angka prevalensi stunting di Sulawesi Utara mengalami penurunan.
Hal itu berdasarkan hasil survei skala nasional, yakni Studi Status Gizi Indonesia (SSGI), dari 21,69 persen di tahun 2021 menjadi 20,5 persen di tahun 2022.
"Angkanya mengalami penurunan sebesar 1,19 persen. Meskipun demikian, prevalensi di Sulut sudah lebih rendah dari angka nasional yang masih 21,6 persen," kata Koordinator Program Manager Percepatan Penurunan Stunting BKKBN Sulawesi Utara, Murphy Kuhu, Kamis (22/06/2023).
Melihat SSGI, dari 15 kabupaten kota, baru tujuh daerah yang memenuhi target pencapaian prevalensi stunting di tahun 2022.
Rinciannya, Kep. Sitaro dengan capaian 14,4 persen dari target 17,98 persen.
Lalu, Bolmong dengan capaian 19,46 dari target 20,95 persen; Bolsel dengan capaian 27,9 persen dari target 29,39 persen dan Tomohon dengan capaian 13,7 persen dari target 14,43 persen.
Selanjutnya, Kota Manado dengan capaian 18,4 persen dari target 18,93 persen serta Minsel dengan capaian 19,26 dari target 19,23 persen.
Sementara, ada enam kabupaten kota yang mengalami kenaikan prevalensi Stunting di tahun 2022 yaitu Boltim dari 24,40 di tahun 2021 menjadi 30 persen di tahun 2022.
Kemudian, Bitung dari 22,1 persen menjadi 23,5 persen; Minut dari 19,1 persen menjadi 20,5 persen; Mitra dari 25,5 persen menjadi 26,5 dan Kep. Talaud dari 25,8 persen menjadi 26 persen.
Sementara, hanya Kota Tomohon yang telah mencapai target prevalensi stunting nasional 14 persen di tahun 2024.
Prevalensi stunting Kota Tomohon telah berada di angka 13,7 persen.
Melihat data-data, ia mengatakan, upaya pengentasan stunting harus dilakukan secara gotong royong.
Kuhu mengatakan, penanganan stunting harus dilakukan secara gotong royong.
Bukan hanya tanggung jawab pemerintah daerah. "Itulah kenapasaat ini kita galakkan gerakan bapak ibu asuh anak stunting," jelasnya.
Prevalensi Stunting di Sulut tahun 2022