Pilpres 2024

Anies Baswedan Khawatir Dijegal di Pilpres 2024, Berharap Pemilihan Berlangsung Jujur dan Adil

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anies Baswedan khawstir akan dijegal di Pilpres 2024 setelah Jokowi menyampaikan akan cawe-cawe dalam pemilihan presiden.

TRIBUNMANADO.CO.ID - Kekhawatiran Anies Baswedan soal Pilpres 2024 terungkap.

Bakal calon presiden dari Koalisi Perubahan tersebut mengungkap khawatir dirinya dijegal di Pilpres 2024 nanti.

Rasa khawatir tersebut muncul saat Presiden Jokowi menyampaikan akan cawe-cawe dalam Pilpres.

Hal itu Anies ungkapkan saat jumpa pers di Sekretariat Perubahan, Selasa (30/5/2023) seperti dikutip Tribunnews.com.

Anies bilang masyarakat khawatir dengan ikut campurnya pimpinan negara terhadap proses demokrasi di Indonesia.

"Ada yang mengungkapkan kekhawatiran penjegalan, kriminalisasi, pemilu, tidak netral penyelenggara pemilu, caleg, parpol, capres, mendapat perlakuan tidak fair," kata Anies saat jumpa pers di Sekretariat Perubahan, Selasa (30/5/2023).

Atas adanya kekhawatiran itu, Anies berharap kalau hal itu tidak terjadi.

Sebaliknya, mantan Gubernur DKI Jakarta itu berharap kontestasi politik 2024 bisa berlangsung dengan jujur dan adil.

"Kami harap kekhawatiran itu tidak benar. Pemilu tetap seperti semula. Pelaksanaan yang baik dan prinsip demokrasi langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, mengajak masyarakat mari bersama menyambut proses demokrasi," ucap Anies.

Lebih lanjut, Anies juga berharap kalau demokrasi yang telah dianut Indonesia ini bisa terus berlanjut.

Dalam artian, kata dia, setiap partai politik memiliki hak untuk mencalonkan seseorang maju sebagai capres dan memiliki hak untuk memilih.

"Setiap partai punya hak yang sama untuk mencalonkan. Setiap caleg punya hak yang sama untuk berkampanye dan mendapatkan perlakuan yang sama. Begitu juga dengan setiap capres memiliki hak yang sama," tukas dia.

Anies Baswedan: Sistem Pemilu Proporsional Tertutup Jadi Bentuk Kemunduran Demokrasi Indonesia

Anies Baswedan merespons soal polemik adanya informasi kalau hakim Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutuskan sistem pemilu dengan proporsional tertutup.

Menyikapi hal itu, Anies Baswedan menilai jika MK benar menetapkan pemilu proporsional tertutup, maka Indonesia akan kembali ke masa sebelum demokrasi.

"Kalau ini menjadi tertutup kita kembali ke era pra-demokrasi. Dimana calon legislatif ditentukan oleh partai, rakyat tidak bisa ikut menentukan orangnya, sebuah kemunduran bagi demokrasi kita," kata Anies saat ditemui awak media di Sekretariat Perubahan, Jakarta, Selasa (30/5/2023), dikutip dari artikel Tribunnews.com.

Atas hal itu, Anies menekankan sejatinya MK dapat tetap mempertahankan sistem pemilu dengan proporsional terbuka yang sejak 2008 ditetapkan.

Sebab kata dia, sistem pemilu yang saat ini ditetapkan telah menggambarkan kemajuan demokrasi di tanah air.

"Jadi sistem proporsional terbuka harus dipertahankan," ucap Anies.

Lebih jauh, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI (Mendikbud) itu mengatakan kalau pemilu yang sudah diterapkan saat ini sejatinya memberikan hak sepenuhnya kepada rakyat.

Dirinya menilai, kewenangan atau kekuasaan negara sepenuhnya ada di tangan rakyat.

"Kesempatan kepada rakyat untuk menentukan calonnya, jangan sampai dihapus. Karena itu lah indikator bahwa kekuasaan ada di tangan, gitu ya," tukas Anies.

Sebelumnya, Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana membocorkan informasi pribadi yang diterima dirinya soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sistem Pemilu Legislatif.

Denny menyebut, dirinya mendapatkan informasi kalau MK bakal memutuskan gugatan Nomor 114/PPU/XX/2022 terkait sistem pemilu dengan putusan proporsional tertutup.

"Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja," tulis Denny dalam akun Instagram pribadinya @dennyindryana99, dikutip Minggu (28/5/2023).

Denny menyebut, putusan itu diambil setelah adanya dissenting opinion atau perbedaan pendapat dalam menjatuhkan putusan antara hakim MK.

Dimana jumlah perbandingannya yakni 6 hakim berbanding 3 hakim.

Perihal darimana informasi yang dirinya dapat, Denny tidak membeberkan identitas sosok tersebut. Terpenting kata dia, informasi yang dia terima itu kredibel.

"Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi," ucap Denny.

Jika memang pada putusan nantinya MK mengabulkan sistem pemilu dengan proporsional tertutup, maka kata dia sistem pemilu di Indonesia akan kembali ke masa orde baru (orba).

"Maka, kita kembali ke sistem pemilu Orba: otoritarian dan koruptif," kata Denny.

Dalam unggahannya itu juga, Denny menyampaikan kondisi politik tanah air saat ini.

Salah satunya yakni perihal penegakan hukum di Indonesia yang didasari pada putusan MK terkait masa jabatan pimpinan KPK.

"KPK dikuasai, pimpinan cenderung bermasalah yang dihadiahi gratifikasi perpanjangan jabatan 1 tahun," kata Denny.

"PK Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, atas Partai Demokrat, diduga ditukarguling dengan kasus korupsi mafia peradilan di MA. Jika Demokrat berhasil "dicopet", Istilah Gus Romi PPP, maka pencapresan Anies Baswedan hampir pasti gagal," sambungnya.

"Masihkah ada harapan? Yang pasti terus ikhtiar berjuang, sambil menanti kemukjizatan. Salam integritas!" tutup Denny. (*)

Diolah dari artikel Wartakota berjudul Soal Cawe-cawe Jokowi, Anies Baswedan Khawatir Dijegal di Pilpres 2024

Berita Terkini