TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Permohonan praperadilan yang dilakukan kuasa hukum tersangka Joko Suroso pada kasus korupsi PDAM Manado ikut ditanggapi oleh Pengamat Hukum Sulawesi Utara, Vebry Tri Haryadi.
Menurutnya, langkah tersebut sah-sah saja untuk melakukan pengujian status hukumnya.
"Praperadilan yang dilakukan kuasa hukum tersangka Joko Suroso itu sudah tepat. Hal ini untuk menguji sah atau tidaknya penetapan tersangka kepada Joko Suroso berdasarkan minimal dua alat bukti yang ada," kata Haryadi.
Menurut Haryadi, dalam dugaan tindak pidana korupsi di PDAM Manado, hakim patut menguji dahulu mengenai minimal dua alat bukti yang ada, terutama mengenai kerugian negara yang dimaksud penyidik Kejaksaan Tinggi Sulut.
"Minimal dua alat bukti dalam penetapan tersangka itu harus diuji, dan ini merupakan perwujudan asas due process of law untuk melindungi hak-hak asasi manusia dalam proses peradilan pidana yang tujuannya agar melindungi seseorang atau yang ditetapkan tersangka dari tindakan sewenang-wenang penyelidik maupun penyidik dalam proses hukum," jelasnya.
Dasar hukum mengenai praperadilan terhadap penetapan tersangka adalah dalam putusan perkara nomor 21/PUU-XII/2014 Mahkamah Konstitusi menyatakan frasa “bukti permulaan”,
Bukti permulaan yang cukup dan bukti yang cukup yang tertuang dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus dimaknai sebagai minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP.
"Sudah tepat jika dalam perkara pidana, maupun tindak pidana korupsi harus melakukan upaya hukum praperadilan ini supaya benar-benar pihak penyidik itu harus profesional dan dihindari tindakan sewenang-wenang. Maka ujilah terhadap penetapan tersangka tersebut dalam praperadilan," jelasnya.
Usai Praperadilan, Kuasa Hukum Joko Suroso Bongkar Soal Fakta Kerugian Negara di Korupsi PDAM Manado
Kasus korupsi PDAM Manado yang didalami oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Utara 'bergejolak'.
Pasalnya dari empat tersangka yang ditetapkan oleh penyidik Kejati Sulut, salah satunya mengajukan permohonan praperadilan.
Tersangka yang mengajukan permohonan praperadilan ini adalah Joko Suroso yang merupakan direktur dari PT Tirta Sulawesi Indonesia.
Pada Kamis 6 April 2023, sidang praperadilan ini sudah masuk dalam tahapan pemeriksaan saksi pemohon.
Usai sidang praperadilan, kuasa hukum dari tersangka Joko Suroso yang bernama Iwan Ridwan Wikarta pun buka suara.
Kepada Tribunmanado.co.id, Iwan mengatakan jika Kejati Sulut salah kapra dalam kasus dugaan korupsi PDAM Manado.
Ia mengatakan jika salah kapra yang dimaksud olehnya adalah penyidik Kejati Sulut salah dalam menerapkan hukum.
Menurut Iwan, perjanjian kerja sama antara Pemkot Manado dan pihak Belanda, bukanlah perjanjian yang tunduk pada Kepres nomor 798.
Hal ini karena menurut Iwan, jika WMD yang merupakan perusahaan dari Belanda masuk ke Indonesia melalui penanaman modal asing.
"Dan ini dapat izin dari PKM. Jadi ada rekomendasi bahwa bisnis pengelolaan air bersih memang terbuka untuk penanaman modal asing tapi syaratnya harus kerja sama dengan PDAM dan membentuk badan usaha," kata dia.
Iwan menegaskan jika dari kerjasama inilah terbentuk perjanjian usaha dan didirikanlah PT Air Manado.
Baca juga: Masih Ingat Lobow? Penyanyi Lagu Kau Cantik Hari Ini, Begini Kabar Terbarunya
Baca juga: Batalkah Puasa Jika Melakukan Pemeriksaan Kesehatan? Simak Penjelasan Lengkap Komisi Fatwa MUI
"Jadi PT Air Manado inilah yang bisnis dan bukan pihak Belanda," ujarnya.
"Sedangkan PT Air Manado ini punya pemerintah. Jadi Inilah salah kaprahnya," ucap dia.
Selain itu, Iwan Ridwan Wikarta juga membongkar soal fakta lain dari kerugian negara yang dimaksud oleh Kejati Sulut.
Ia mengatakan jika ada beberapa syarat dalam laporan hasil perhitungan (LHP) kerugian negara yang dilakukan oleh BKPP.
Dan sebagai seorang auditor, wajib untuk mempertimbangkan semua fakta-fakta yang berkaitan.
Nah, dalam audit ini ada salah satu fakta yang tidak dipenuhi.
Fakta tersebut adalah ketika soal kewajiban dari kerjasama antara PDAM Manado dan pihak perusahaan dari Belanda.
"Karena perusahaan ini kan sudah memberikan modal sebagai pinjaman, nah ada kewajiban dari PDAM Manado untuk mengembalikan pinjaman tersebut dalam bentuk cicilan," ujarnya.
"Jadi disini PDAM Manado sebenarnya berhutang kepada pihak Belanda," tuturnya.
Iwan membeberkan di tahun 2017 ada perhitungan pinjaman atau hutang PDAM Manado yang harus dibayarkan ke perusahaan Belanda.
Hutang tersebut menurutnya mencapai Rp 107 milyar.
Tetapi pihak Belanda kemudian bermurah hati dengan memotong hutang tersebut hingga tersisa Rp 57 milyar.
"Pada saat Wali Kota Vicky Lumentut ini sudah ada audit dari jumlah yang harus dibayar oleh Pemkot dan PDAM Manado setiap tahunnya hingga hutang ini lunas," kata dia.
"Bahkan perjanjian pembayaran hutang ini dituangkan dalam notaris dan kami punya buktinya," tegas Iwan.
"Tapi sayangnya sekarang hutang ini malah tidak dilaksanakan dan malah ditarik ke ranah pidana dalam hal ini korupsi," ucapnya lagi.
Maka dari itu, Iwan menegaskan jika kerugian negara yang dimaksud oleh Kejati Sulut dalam kasus ini bukanlah uang negara melainkan hutang Pemkot Manado ke perusahaan di Belanda.
"Sekarang hutang itu tidak dibayar malah klien kami dijadikan tersangka. Inikan aneh," tegasnya lagi.
Sebelumnya diketahui, Kejati Sulut menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi PDAM Manado.
Empat tersangka ini adalah mantan ketua DPRD Manado Ferro Taroreh, lalu Yan Wawo selaku mantan Badan Pengawas PDAM Manado, ketiga Hanny Roring selaku mantan Dirut PDAM, dan Joko Suroso yang disebut sebagai inisiator kerjasama tersebut.
Tiga dari empat pelaku tersebut saat ini sudah menjalani sidang pemeriksaan saksi di PN Manado.
Baca juga: Meski Hanya 4 Kolom, Jemaat GMIM Berhikmat Karombasan Manado Maknai Paskah Lewat Berbagai Lomba
Baca juga: Kecelakaan Maut Tadi Pagi Pukul 06.00 Wita, Pemotor Tewas di Tempat Tabrak Pohon di Pinggir Jalan
Sedangkan tersangka Joko Suroso masih melakukan praperadilan.
Untuk diketahui, para tersangka dituduh sama-sama secara melawan hukum menyalahgunakan kewenangan dengan Ferro Taroreh.
Dimana mereka membuat keputusan untuk menyetujui Kerjasama (Cooperation Agreement) antara Pemkot Manado/PDAM Kota Manado dengan Indo Water BV Drenthe Belanda (NV WMD) / BV Tirta Sulawesi.
Kerja sama itu tanpa melalui Kajian teknis dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Walhasil seluruh aset milik PDAM Kota Manado yang dibiayai oleh APBD, APBN, Hibah Pemerintah pusat dan World Bank beralih ke pihak swasta dalam hal ini PT Air Manado.
Akibatnya Negara dalam hal ini Pemerintah Kota Manado cq PDAM Kota Manado dirugikan sebesar € 936.000,00 atau jika dirupiahkan Rp 55 Miliar lebih.(*)
(Tribunmanado.co.id/Rhendi Umar/Nielton Durado)
Baca berita lainnya di: Google News.
Berita terbaru Tribun Manado: klik di sini.