Ia mengatakan jika salah kapra yang dimaksud olehnya adalah penyidik Kejati Sulut salah dalam menerapkan hukum.
Menurut Iwan, perjanjian kerja sama antara Pemkot Manado dan pihak Belanda, bukanlah perjanjian yang tunduk pada Kepres nomor 798.
Hal ini karena menurut Iwan, jika WMD yang merupakan perusahaan dari Belanda masuk ke Indonesia melalui penanaman modal asing.
"Dan ini dapat izin dari PKM. Jadi ada rekomendasi bahwa bisnis pengelolaan air bersih memang terbuka untuk penanaman modal asing tapi syaratnya harus kerja sama dengan PDAM dan membentuk badan usaha," kata dia.
Iwan menegaskan jika dari kerjasama inilah terbentuk perjanjian usaha dan didirikanlah PT Air Manado.
Baca juga: Masih Ingat Lobow? Penyanyi Lagu Kau Cantik Hari Ini, Begini Kabar Terbarunya
Baca juga: Batalkah Puasa Jika Melakukan Pemeriksaan Kesehatan? Simak Penjelasan Lengkap Komisi Fatwa MUI
"Jadi PT Air Manado inilah yang bisnis dan bukan pihak Belanda," ujarnya.
"Sedangkan PT Air Manado ini punya pemerintah. Jadi Inilah salah kaprahnya," ucap dia.
Selain itu, Iwan Ridwan Wikarta juga membongkar soal fakta lain dari kerugian negara yang dimaksud oleh Kejati Sulut.
Ia mengatakan jika ada beberapa syarat dalam laporan hasil perhitungan (LHP) kerugian negara yang dilakukan oleh BKPP.
Dan sebagai seorang auditor, wajib untuk mempertimbangkan semua fakta-fakta yang berkaitan.
Nah, dalam audit ini ada salah satu fakta yang tidak dipenuhi.
Fakta tersebut adalah ketika soal kewajiban dari kerjasama antara PDAM Manado dan pihak perusahaan dari Belanda.
"Karena perusahaan ini kan sudah memberikan modal sebagai pinjaman, nah ada kewajiban dari PDAM Manado untuk mengembalikan pinjaman tersebut dalam bentuk cicilan," ujarnya.
"Jadi disini PDAM Manado sebenarnya berhutang kepada pihak Belanda," tuturnya.
Iwan membeberkan di tahun 2017 ada perhitungan pinjaman atau hutang PDAM Manado yang harus dibayarkan ke perusahaan Belanda.