Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Dian Ediana Rae pada 2021 mengatakan, RUU ini dirancang karena mekanisme yang ada saat ini terkait perampasan aset tindak pidana belum mendukung upaya penegakan hukum yang berkeadilan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Selain itu dengan ada pengaturan yang jelas dan komprehensif mengenai aset yang dirampas akan mendorong hukum profesional, transparan, dan akuntabel.
Menurutnya, RUU Perampasan Aset ini ditujukan untuk mengejar aset hasil kejahatan dan bukan terhadap pelaku kejahatan.
"Materi RUU Perampasan Aset dianggap sangat revolusioner dalam proses penegakan hukum dan dalam perolehan hasil kejahatan," kata Dian.
Dengan hadirnya UU Perampasan Aset, diharapkan bisa membantu mengembalikan kerugian negara baik dari hasil korupsi, pencucian uang, narkotika maupun tindak pidana lain.
Pradigma RUU Perampasan aset
Terdapat tiga paradigma yang dipakai dalam RUU Perampasan Aset di antaranya:
- Pihak yang didakwa dalam suatu tindak pidana tidak hanya subjek hukum sebagai pelaku kejahatan melainkan juga aset yang diperoleh dari kejahatan tersebut
- Mekanisme peradilan yang digunakan yakni mekanisme peradilan perdata.
- Putusan peradilan tidak dikenakan sanksi pidana sebagaimana yang dikenakan pada pelaku kejahatan lainnya.
Selain itu, terdapat 3 substansi utama pada RUU perampasan aset, yakni:
- Unexplained wealth
- Hukum acara perampasan aset
- Pengelolaan aset.
Diinisiasi sejak 2003