Saat dikonfirmasi, Kepala Badan Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Agus Budi Santoso membenarkan adanya fenomena tersebut.
"Iya (benar adanya). Kami juga menunggu awan panas yang berbentuk Rubicon," ujarnya setengah bercanda kepada Kompas.com, Minggu (12/3/2023) malam.
Menurutnya, awan panas Gunung Merapi berbentuk tokoh wayang Petruk tersebut hanya kebetulan saja. Artinya, mitos terkait kemunculannya itu tidaklah benar.
Lebih lanjut, Agus menjelaskan proses terbentuknya awan panas di gunung berapi.
Menurutnya, awan panas terbentuk ketika material lava dengan kandungan gas yang tinggi meluncur di lereng gunung dengan kecepatan tinggi.
"Kalau awan panas yang sudah tinggi itu hanya kepulan debu atau abunya. Material yang lebih berat meluncur di alur sungai," lanjutnya.
Fenomena pareidolia
Hal senada juga diungkapkan oleh peneliti di Badan Pengelola Geopark Nasional Karangsambung, Karangbolong Ma'rufin Sudibyo.
Ia menegaskan jika awan panas berbentuk tokoh wayang Petruk itu hanya kebetulan saja.
"Itu kebetulan saja menunjukkan ketampakan seperti sosok tertentu," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Minggu (12/3/2023).
Ia menjelaskan, fenomena awan panas Gunung Merapi tersebut bernama pareidolia dalam sains.
Pareidolia merupakan kecenderungan manusia menghubungkan bentuk-bentuk tertentu dengan sosok atau wujud yang sudah umum dikenalinya.
"Dalam kasus erupsi Merapi kali ini, pareidolia itu lebih merupakan pareidolia instan," lanjutnya.
Pareidolia instan adalah ketampakan yang hanya terlihat sesaat. Saat pergerakan udara di sekitar Merapi meniup awan tersebut, bentuk tadi kembali berubah.
Ma'rufin menambahkan, awan panas yang muncul saat erupsi Merapi tidaklah sama dengan awan di langit yang berupa gas dari air.