TRIBUNMANADO.CO.ID - Terdakwa kasus Tragedi Kanjuruhan Malang yaitu Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris dan Security Officer Arema FC Suko Sutrisno telah menerima vonis dari Majelis Hakim.
Vonis tersebut diberikan dalam sidang putusan tragedi Kanjuruhan yang digelar di Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis (9/3/2023).
Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris dijatuhi vonis penjara selama satu tahun enam bulan.
Sedangkan Security Officer Arema FC Suko Sutrisno, divonis hukuman satu tahun penjara.
Keduanya mendapatkan vonis yang lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Sebelumnya JPU menuntut Suko Sutrisno dan Abdul Haris dengan hukuman pidana 6 tahun 8 bulan penjara.
Adapun hal yang meringankan terdakwa Abdul Haris atas putusan tersebut, disampaikan oleh majelis hakim, didasarkan pada empat pertimbangan.
Pertama, terdakwa sempat berupaya membantu pihak keluarga para korban meninggal ataupun luka dalam tragedi Kanjuruhan.
Kedua, terdakwa sebelumnya tidak pernah dihukum.
Ketiga, sempat berupaya menyurati pihak PT LIB untuk meminta perpindahan jadwal dari pukul 20.00 WIB ke pukul 15.00 WIB atas pertimbangan keamanan.
Keempat, terdakwa terbilang memiliki pengalaman lama mengabdi di bidang sepak bola.
"Silakan terdakwa berdiri. Menyatakan terdakwa Abdul Haris secara terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana karena kealpaannya menyebabkan orang lain mati dan menyebabkan orang lain Luka berat serta menyebabkan orang lain terluka sedemikian rupa sehingga mengakibatkan sakit sementara," ujar Ketua Majelis Hakim Abu Achmad Sidqi Amsya.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan," tegasnya.
Atas putusan vonis tersebut, pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU), penasehat hukum terdakwa, dan terdakwa, sempat diberikan kesempatan menyampaikan tanggapannya oleh majelis hakim.
Namun, kesemuanya, memutuskan pikir-pikir terlebih dahulu merespons adanya vonis tersebut.
"Pikir-pikir dahulu Yang Mulia," ujar Abdul Haris.
Sidang agenda pembacaan vonis kemudian dilanjutkan untuk terdakwa Suko Sutrisno selaku security officer.
Terdakwa kasus tragedi Kanjuruhan Security Officer Arema FC Suko Sutrisno, divonis hukuman satu tahun penjara.
"Pertama, menyatakan terdakwa Suko Sutrisno terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana karena kealpaannya menyebabkan orang lain mati dan menyebabkan orang lain luka berat, serta menyebabkan orang lain luka sedemikian rupa, sehingga menyebabkan sakit sementara," jelas Hakim Abu Achmad.
"Kedua, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu, dengan pidana penjara selama 1 tahun," tambahnya.
Majelis hakim melalui Abu Achmad Sidqi Amsya mengatakan, terdapat empat pertimbangan yang meringankan terdakwa hingga dijatuhi vonis lebih ringan dari tuntutan enam tahun delapan bulan penjara.
Pertama, pihak terdakwa tergabung dalam Panpel Arema FC, telah berupaya meminta perubahan jadwal pertandingan hasil rekomendasi Kapolres Malang, untuk dilaksanakan pada pukul 15.30 WIB, bukan pada pukul 20.00 WIB, atas dasar pertimbangan keamanan.
Namun, ternyata, permintaan tersebut tidak dipenuhi oleh PT LIB, karena berbenturan dengan kepentingan bisnis semata, karena PT LIB telah terikat kontrak dengan Indosiar.
Karena dalam hitungan bisnis tidak menguntungkan.
"Hal ini sangat disayangkan, karena PT LIB dan officeal dan suporter sebagai objek semata. Sehingga mengabaikan aspek keamanan dan keselamatan mereka," terangnya.
Kedua, kerusuhan di dalam stadion dipicu oleh suporter mulai turun ke stadion.
Hingga para official dan pemain dievakuasi menggunakan Mobil Rantis Baracuda milik Polisi untuk dievakuasi ke luar stadion.
"Bersamaan dengan itu, pukul 22.57 para pemain dan official dievakuasi dari ruang pemain menggunakan baracuda, namun diluar mendapatkan penghadangan. Di dalam stadion, para suporter dapat tembakan gas air mata," jelasnya.
Ketiga, terdakwa belum pernah dijatuhi hukuman pidana.
Keempat, terdakwa telah lama mengabdi di dunia persepakbolaan sebagai steward.
Walaupun, lanjut Hakim Abu Achmad, terdakwa tidak memahami tugas dan tanggung jawab mengenai keselamatan dan keamanan, tapi terdakwa tetap bersedia ditunjuk sebagai steward karena panggilan jiwa.
"Demikianlah diputuskan Majelis hakim di PN Surabaya, pada Kamis tanggal 9 Maret 2023," pungkasnya.
Atas putusan vonis tersebut. Pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU), penasehat hukum terdakwa, dan terdakwa, sempat diberikan kesempatan menyampaikan tanggapannya oleh majelis hakim.
Namun, kesemuanya, memutuskan pikir-pikir terlebih dahulu merespons adanya vonis tersebut.
"Terima kasih. Pikir-pikir dulu Yang Mulia," ujar Terdakwa Suko Sutrisno, setelah sempat bersimpuh menempelkan kedua lututnya di lantai tepat depan majelis hakim.
Setelah ketok palu hakim menandai pungkasnya sidang kasus yang dijalaninya.
Suko Sutrisno berjalan dengan langkah kaki yang mantab.
Meski menyeruak kerumunan awak media yang berjejal di depannya, Suko Sutrisno tetap berkeinginan untuk tetap bebas.
"Ya ingin bebas pokoknya," ujarnya pada awak media yang berjejal di depannya.
Saat kembali masuk ke ruang tahanan sementara di area belakang Kantor PN Surabaya, ekspresi kegembiraan Suko Sutrisno tampak begitu jelas.
Setelah beberapa kali pelukan hangat dari para teman sesama terdakwa, Suko Sutrisno akhirnya bersujud syukur di dalam ruang tahanan sementara tersebut.
Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan Kecewa
Baca juga: Nasib Cahayu Nur Dewata, Korban Selamat Tragedi Kanjuruhan, Hilang Ingatan dan Trauma
Keluarga korban tragedi Kanjuruhan menyampaikan kekecewaannya usai PN Surabaya jatuhkan vonis terhadap Ketua Panpel Arema FC, Abdul Haris.
Cholifatul Noor selaku pihak keluarga korban tragedi Kanjuruhan mengungkapkan kekecewaannya terhadap putusan vonis yang dinilai ringan kepada terdakwa tersebut.
"Model B saya mintanya lebih dari yang model A, menurut saya itu udah manipulasi serta banyak kebohongan di situ."
"Itu polisi mengadili polisi kaya jeruk makan jeruk menurut saya, itu tidak akan bisa adil," ungkap Cholifatul Noor pada tayangan YouTube Kompas TV, Kamis (9/3/2023).
Ia mengungkapkan bahwa vonis yang ringan tersebut sangatlah tidak adil karena telah menewaskan banyak orang.
Pihak keluarga sangat menyayangkan kejadian naas itu bisa terjadi.
"Nyawa tidak hanya satu dua, kalau menurut saya itu udah perencanaan."
"Kecuali ada kisruh dari suporter masuk ke lapangan dan ribut," ujar Cholifatul.
Ia menyayangkan mengenai gas air mata yang ditembak ke tribun bukan malah ke lapangan.
"Kenapa yang ditembak itu bukannya yang di lapangan, kenapa malah yang di tribun, itu yang bikin saya sakit hati," ungkapnya.
Sampai saat ini pun pihak keluarga belum rela atas kejadian yang menewaskan anaknya serta banyak orang lainnya.
Tuntutan demi keadilan para korban tragedi Kanjuruhan juga terus diperjuangkan oleh pihak keluarga.
(Tribunnews.com/Ifan) (Tribunnews/Arie Noer)
Tayang di TribunJatim.com Tribunnews.com