Cerita Rakyat

Kisah Batu Sakti di Dekat Kantor Wali Kota Manado Sulawesi Utara yang Bisa Menggandakan Diri

Penulis: Arthur_Rompis
Editor: Isvara Savitri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Watu Sumanti yang berada di Kelurahan Tikala Ares, Tikala, Manado, Sulawesi Utara.

TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Tersembunyi di antara pemukiman warga yang padat di Kelurahan Tikala Ares Lingkungan 2, Kecamatan Tikala, Manado, Sulawesi Utara, objek wisata Watu Sumanti berperang dengan zaman.

Ia masih terus mencoba eksis.

Berhadapan dengan penduduk yang modern dan individualis, watu (batu) itu sesekali menampakkan kesaktiannya; ia menggandakan diri.

Pada waktu-waktu tertentu, ia menang atas zaman.

Banyak warga yang datang padanya, meletakkan dupa maupun sesajen.

Namun lebih banyak ia dikalahkan.

Bahkan warga sekitar yang sejarahnya dilahirkan dari batu itu tak mau tahu dengan keberadaannya.

Tribunmanado.co.id mengunjungi tempat itu beberapa waktu lalu. 

Watu itu berlokasi di depan Kantor Kelurahan Tikala Ares.

Kantor berada di ujung lorong sempit pada jalan yang menghubungkan daerah Banjer, Pumorow, dan Tikala.

Lokasi itu hanya terpisah jarak puluhan meter dengan kantor Walikota Manado. 

Watu tersebut terdiri dari sekira sepuluh batu vertikal dengan ukuran 15-30 cm.

Batu-batu itu berhadapan dengan tiga batu pipih dan pendek.

Aneka sesajen serta dupa digelar di atas tiga batu pipih tersebut.

Watu tersebut dipagari dengan pagar besi.

Pada jarak semeter dari watu, berdiri prasasti yang menerangkan sejarahnya dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Sebuah pendopo kecil dibangun tak jauh dari prasasti tersebut.

Keadaan di sana begitu sunyi.

Hiruk pikuk pemukiman di kelilingnya seolah tak tembus ke sekitar Watu Sumanti.

Seakan ada dua dunia, satu dunia modern yang luas dan mengitimidasi, satu dunia tradisional yang kian terkikis.

Baca juga: Pembelaan Kamaruddin  soal Tudingan Pelecehan, Kepribadian Ganda yang Dituduhkan ke Brigadir J

Baca juga: Momen Kiesha Alvaro Minta Maaf ke Pasha Ungu dan Adelia Wilhelmina: Sayang Banget Sama Ayah

Padahal, menurut sejarah, semua yang ada di sekitarnya, bahkan Manado berasal dari batu itu.

Watu itu menandai pemukiman pertama di Manado.

Watu itu hadir sebagai tanda pendirian desa atau tempat pemukiman baru.

Area sekitar batu itu adalah tanah lapang yang kemudian menjadi tempat pemukiman Wanua Ares, pemukiman pertama di kota Manado.

Dalam tradisi Minahasa, Watu Sumanti berasal dari kata watu (batu) dan santi (pedang).

Artinya, batu tempat memainkan pedang.

Dahulu kala, para Tonaas Minahasa melakukan ritual pengusiran roh jahat atau mengobati penyakit di batu itu dengan cara mengayunkan pedang.

Menurut sejumlah warga setempat, batu tersebut unik karena selalu menggandakan diri.

Tribunmanado.co.id mewawancarai seorang warga bernama Feki Lasut.

Ia mengaku turunan dari Ares.

Watu Sumanti yang berada di Kelurahan Tikala Ares, Tikala, Manado, Sulawesi Utara.

Menurut Feki, batu tersebut dulunya hanya dua.

"Namun sekarang ada banyak sekali, batu itu menggandakan dirinya," kata dia.

Dikatakan Feki, dulunya batu itu dianggap keramat oleh warga setempat.

Tak ada yang berani mendekat tempat itu.

"Semua hormat dengan batu itu," kata dia.

Feki menuturkan, sejumlah warga pernah mengalami kejadian gaib dengan batu itu.

Dari seorang rekannya, ia mendengar cerita bahwa batu itu satu-satunya tempat yang tidak terkena banjir saat banjir besar tahun 1936 di Manado.

"Kala itu semua mengungsi ke Bumi Beringin. Anehnya batu itu tidak kebanjiran padahal posisinya berada tak jauh dari sungai," kata dia.

Feki mengatakan, batu itu hilang peranannya seiring waktu.

Dari batu bertuah, batu itu mulai diabaikan, bahkan dilupakan.

Baca juga: Ketua PB KPMIBMS Mengecam Tindakan Represif Pihak Kepolisian di Kalasey Dua Sulawesi Utara

Baca juga: Kata-kata Mutiara Kapolda Sulut Irjen Pol Setyo Budianto di Hari Pahlawan 10 November 2022

"Di sini banyak sekali pendatang, orang asli Ares makin sedikit, apalagi dengan kemajuan teknologi," kata dia.

Meski demikian, Feki menganggap batu itu tetap punya arti penting sebagai pengingat identitas serta arah di masa depan.

"Ini pun sangat bagus untuk pariwisata," kata dia.

Fivi, warga lainnya, mengatakan, batu itu masih sering dikunjungi sejumlah orang pada malam tertentu.

Menurut dia, orang-orang tersebut sering bermalam di tempat itu.

Tribunmanado.co.id mendapati sebuah motor parkir di seputaran watu.

Pengemudinya dua orang, sama-sama "bertapa" di batu itu.

Usia keduanya antara 30-40 tahun.

Di sebuah sudut lain, tak jauh dari Watu Sumanti, sekelompok anak muda sedang berjalan dengan riang.

Semuanya menenteng gawai.

Watu Sumanti, di Kelurahan Tikala Ares Lingkungan 2. (tribunmanado.co.id/Arthur Rompis)

Dari sebuah gawai terdengar lagu rock.(*)

Berita Terkini