Tak hanya sekali, Latief bahkan sebelumnya pernah membahas soal isu adanya "Dewan Jenderal" di rumah Soeharto.
Latief bercerita lebih lanjut, la menyatakan bahwa ia juga sudah membicarakan masalah Dewan Jenderal dengan Soeharto satu hari sebelumnya di kediaman Soeharto di Jalan Haji Agus Salim.
Saat itu Soeharto masih menjabat sebagai Panglima Kostrad.
Pada pertemuan di rumah Soeharto itu Latief melaporkan adanya isu soal Dewan Jenderal yang akan melakukan kudeta.
Menurut Latief, Soeharto telah mengetahui hal itu dari mantan anak buahnya dari Yogyakarta yang bernama Subagiyo.
"Tanggapan beliau akan dilakukan penyelidikan," kata Latief.
Alasan Soeharto tidak diculik: dianggap loyalis Bung Karno
Sementara itu dalam kesaksiannya kepada Mahkamah Militer, Latief membeberkan alasannya tidak memasukkan nama Soeharto dalam target penculikan.
"...karena kami anggap Jenderal Soeharto loyalis Bung Karno, maka tidak kami jadikan sasaran," kata Latief seperti dikutip dari buku Gerakan 30 September: Pelaku, Pahlawan, dan Petualang (2010).
Tak cuma itu, Latief bahkan melapor ke Mayjen Soeharto yang kala itu menjabat sebagai Panglima Komando Strategis Angkatan Darat.
Langkah ini dilakukan Latief setelah laporannya tak ditanggapi oleh Pangdam Jaya Mayjen Umar Wirahadikusumah dan Pangdam Brawijaya Mayjen Jenderal Basoeki Rachmat.
Latief mengaku sudah beberapa kali mewanti-wanti adanya upaya kudeta oleh Dewan Jenderal.
Menurut Latief, Soeharto hanya bergeming mendengar informasi itu. Bahkan di malam 30 September 1965, Soeharto mengabaikan Latief yang menyampaikan rencananya menggagalkan kudeta.
Soeharto sendiri mengakui dia bertemu dengan Latief menjelang peristiwa G30S. Namun dia memberikan kesaksian yang berganti-ganti.
Posisi Soeharto saat peristiwa G30S/PKI