Melansir The Hill, dalam wawancara dengan Bild am Sonntag, Stoltenberg memperingatkan bahwa tidak ada yang tahu berapa lama perang akan berlanjut.
Namun dia menegaskan kembali bahwa negara tersebut membutuhkan dukungan selama invasi Rusia berlanjut.
"Kita harus bersiap menghadapi kenyataan bahwa itu bisa memakan waktu bertahun-tahun," kata Stoltenberg kepada surat kabar itu.
Dia menambahkan, “Kita tidak boleh menyerah dalam mendukung Ukraina.
Sekalipun biayanya tinggi, bukan hanya untuk dukungan militer, tetapi juga karena kenaikan harga energi dan pangan.
Tapi itu tidak sebanding dengan harga yang harus dibayar orang Ukraina setiap hari dengan banyak nyawa.”
Data The Hill menunjukkan, anggota parlemen AS telah menyetujui lebih dari US$ 50 miliar total bantuan ke Ukraina sejak Rusia menginvasi negara itu pada 24 Februari.
Invasi juga telah mengganggu rantai pasokan untuk beberapa ekspor, yaitu minyak dan biji-bijian,
memperburuk inflasi tinggi yang telah menyebabkan masalah politik yang mendalam bagi Demokrat di AS menjelang pemilihan paruh waktu.
Stoltenberg menambahkan bahwa biayanya akan jauh lebih tinggi jika Presiden Rusia Vladimir Putin yakin dia dapat melanjutkan invasi.
Dia merujuk pada bagaimana Putin melakukannya setelah Rusia menginvasi Georgia pada 2008 dan mencaplok Krimea — sebuah semenanjung di Ukraina selatan — di 2014.
Dalam invasi awal tahun ini, Rusia gagal dalam tujuan awalnya untuk segera merebut ibu kota Ukraina, Kyiv, dan kini telah mengalihkan fokusnya ke wilayah Donbas, pusat industri di timur negara itu.
Sementara itu, mengutip The Independent, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson juga mengatakan penting bagi Inggris untuk memberikan dukungan untuk jangka panjang,
serta memperingatkan risiko "kelelahan Ukraina" saat perang berlanjut.