Meski diterima oleh militer Austria, Glock 17 juga sempat ditolak oleh pasar karena dianggap sebagai 'pistol mainan'.
Hal itu karena bahan bakunya dari polymer sehingga pistol ini menjadi ringan seperti pistol plastik.
Selain itu banyak juga penegak hukum yang khawatir Glock 17 tidak terdeteksi oleh alat sensor di bandara karena bahan polymer tersebut.
Glock 17 juga tak memiliki sistem keamanan memadai.
Glock hanya memiliki sistem pengamanan internal, yakni seperti firing pin dan drop safeties.
Ketika pemicu disentuh, seketika itu juga peluru muntah.
Sudah banyak kasus aparat yang terluka atas ketiadaan sistem keamanan eksternal ini.
Di Indonesia kasus yang melibatkan senjata Glock 17 juga kerap terjadi.
Di antaranya kasus peluru nyasar ke Gedung DPR RI di Senayan, Jakarta, pada 2018 silam.
Kala itu dua peluru ditemukan di lantai 13 dan 16 gedung DPR RI.
Kemudian dua peluru lain ditemukan di lantai 10 dan 9.
Peluru-peluru itu diduga ditembakkan dari lapangan tembak Senayan dengan Glock 17 yang telah modifikasi.
Jarak antara lapangan tembak dan gedung DPR sekitar 400 meter.
Sementara glock standar yang belum dimodifikasi memiliki jarak efektif sejauh 50 meter.
Belakangan polisi menetapkan dua tersangka berinisial I (32) dan R (34).
Kedua tersangka itu diamankan di Lapangan Tembak Senayan di samping Kompleks Parlemen.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com