Formula E

Soal Formula E, Anggota DPR Nilai Aneh Panitia Melempar Polemik Tidak Adanya Sponsorship dari BUMN

Editor: Glendi Manengal
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan tampak sumringah sampai salam komando dengan Ketua Komite Pelaksana Formula E Jakarta Ahmad Sahroni di acara meet and greet Formula E di Monas, Jakarta Pusat, Kamis (2/6/2022). (Tribun Jakarta)

TRIBUNMANADO.CO.ID - Terkait ajang balapan Formula E yang tengah jadi sorotan.

Diketahui soal sponsor panitia Formula E mempertanyakan BUMN karena tidak terlibat.

Hal itu mendapat tanggapan dari anggota DPR RI.

Baca juga: Sejarah Hari Sepeda Sedunia, Diperingati Tanggal 3 Juni Setiap Tahun

Baca juga: Polisi Tangkap Buronan Kasus Pembunuhan di Desa Elusan Minsel

Baca juga: Gareth Bale ke AC Milan? Rossoneri Spesialis Penerang Bintang Redup

Foto : Anies Baswedan tersenyum lebar saat naik mobil Formula E. (Istimewa)

Anggota Komisi VI DPR RI, Deddy Yevri Sitorus, menilai tidak ada keharusan bagi BUMN untuk mensponsori kegiatan seperti Formula E.

Menurutnya, kegiatan sponsorship itu banyak pertimbangannya seperti keterkaitan jenis kegiatan dan spektrum penonton target dengan bisnis atau produk BUMN itu sendiri.

Menurut Deddy, hal paling penting biasanya sponsorship yang berbiaya besar selalu melibatkan BUMN sasaran dengan penyelenggara kegiatan sejak awal perencanaan.

Beda halnya jika hanya sekadar kontribusi, dukungan pembiayaan, placement produk atau logo.

“Jadi menurut saya aneh kalau menjelang penyelenggaraan, panitia Formula-E melempar polemik soal tidak adanya sponsorship dari BUMN,” ujar Deddy dalam keterangannya, Jumat (3/6/2022).

Politikus PDIP itu justru mempertanyakan apakah BUMN yang ditarget panitia Formula-E sejak awal diajak bicara tentang konsep bisnis sponsorshipnya.

“Misalkan saja jika yang dimaksud itu adalah BUMN perbankan, apakah sejak awal mereka ditawarkan sebagai marketing tiket atau placement logo mereka di semua merchandise atau arena balap Formula-E itu?” kata dia.

“Atau contoh lain Pertamina, apakah diminta menjadi sponsor tertentu dengan memakai produk yang dihasilkan Pertamina Lubricant misalnya? Jika tidak, tentu akan berat bagi BUMN untuk berpartisipasi sebagai sponsor karena hitungannya jelas bisnis sense dan ada aturannya,” kata Deddy.

Menurutnya, tidak tepat jika dalam waktu satu bulan, apalagi dua hari sebelum penyelenggaraan, panitia baru mengeluh soal sponsorship.

Deddy membandingkan ya dengan kepanitiaan balap MotoGP Mandalika, di mana sebelumnya BUMN sejak awal terlibat.

Bahkan, leading atau yang memimpin dalam desain bisnis dari event tersebut, adalah dari BUMN Pariwisata, perbankan hingga Pertamina.

“Nah ini kok tiba-tiba di Formula E minta BUMN jadi sponsor dengan alasan agar BUMN hadir untuk Indonesia. Sejak awal hajatan Formula E itu murni keinginan Gubernur DKI yang dirancang menggunakan APBD. Kalau setiap gubernur dan kepala daerah di Indonesia bikin event lalu menjelang kegiatan dilaksanakan minta BUMN jadi sponsor, itu namanya nodong,” kata dia.

Foto : Suasana meet and greet Formula E di Monas, Jakarta Pusat, Kamis (2/6/2022). (Tribunjakarta.com/Nur Indah Farrah Audina)

Dia menilai, seharusnya tidak bisa desakan terhadap BUMN yang baru keluar dari beratnya masa pandemi untuk menjadi sponsor dari ego setiap kepala daerah.

Sebab harus dipahami, BUMN adalah badan usaha. Sehingga Sponsorship itu juga ada unsur murni perhitungan bisnis.

“Jadi bukan kegiatan karikatif atau kegiatan sosial, harus dibedakan dengan sumbangan atau donasi,” lanjutnya.

Karena itu, dia meminta agar panitia Formula E agar tidak membangun wacana negatif untuk menutupi ketidakmampuan mereka melakukan penggalangan dana.

“Tetapi kalau memang dananya sudah cukup, jangan memaksa BUMN jadi sponsor tetapi cukup sebagai donatur atau penyumbang, itu baru masuk akal,” ujar Deddy.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com

Berita Terkini