Hari Lahir Pancasila

Momen Presiden Soekarno saat Membedah Pancasila di Sidang Umum PBB: Keadilan Asli dari Manusia

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Momen Presiden Soekarno saat Membedah Pancasila di Sidang Umum PBB: Keadilan Asli dari Manusia

Yang kedua, kata Sukarno, adalah soal nasionalisme.

Baca juga: Gubernur Papua dan Bupati Jayapura Tak Sejalan, Mathius Awoitauw Serius Singgung Lukas Enembe

Dia mengatakan kekuatan dari nasionalisme Indonesia dan hasrat akan kemerdekaan mempertahankan hidup memberi kekuatan untuk menghadapi penjajahan dan perjuangan meraih kemerdekaan.

"Dewasa ini kekuatan yang membakar itu masih tetap menyala-nyala didada kami dan tetap memberi kekuatan hidup kepada kami!," ucap Sukarno.

"Akan tetapi nasionalisme kami sekali-kali bukanlah Chauvinisme. Kami sekali-kali tidak menganggap diri kami lebih unggul dari bangsa-bangsa lain," lanjut Sukarno.

Sukarno juga menyinggung soal nasionalisme dan perjuangan bangsa-bangsa di Asia dan Afrika yang memerdekakan diri dari penjajahan bangsa asing.

Selain itu, dia turut mengkritik pandangan nasionalisme negara-negara Barat.

"Di Barat, nasionalisme berkembang sebagai kekuatan yang agresif yang mencari ekspansi serta keuntungan bagi ekonomi nasionalnya. Nasionalisme di Barat adalah kakek dari imperialisme, yang bapaknya adalah Kapitalisme," kata Sukarno.

"Di Asia dan Afrika dan saya kira juga di Amerika Latin, nasionalisme adalah gerakan pembebasan, suatu gerakan protes terhadap imperialisme dan kolonialisme, dan suatu jawaban terhadap penindasan nasionalisme-chauvinis yang bersumber di Eropa," lanjut Sukarno.

Sukarno kemudian melanjutkan pembahasan kepada sila ketiga yang menyinggung soal internasionalisme.

Menurut dia, pergaulan negara-negara di dunia melalui organisasi seperti PBB akan tumbuh sehat jika setiap bangsa saling menghormati.

"Bukankah Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa itu merupakan bukti yang nyata dari hal ini? Dahulu ada Liga Bangsa-Bangsa. Kini ada Perserikatan Bangsa-Bangsa. Nama-nama itu sendiri menunjukan bahwa bangsa-bangsa mengingini dan membutuhkan suatu badan internasional, dimana setiap bangsa mempunyai kedudukan yang sederajat," ucap Sukarno.

Sukarno juga membahas soal inti sila keempat yakni praktik demokrasi.

Menurut dia, demokrasi bukan monopoli atau penemuan dari aturan sosial Barat.

"Lebih tegas, demokrasi tampaknya merupakan keadilan asli dari manusia, meskipun diubah untuk disesuaikan dengan kondisi-kondisi sosial yang khusus. Selama beribu-ribu tahun dari peradaban Indonesia, kami telah mengembangkan bentuk-bentuk demokrasi Indonesia. Kami percaya bahwa bentuk-bentuk ini mempunyai pertalian dan arti internasional," ujar Sukarno.

Yang terakhir, Sukarno memaparkan soal keadilan dan kemakmuran sosial.

Menurut Sukarno suatu masyarakat yang makmur bisa menjadi masyarakat yang adil, walaupun kemakmuran itu bisa muncul dalam ketidakadilan sosial.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com

 

Berita Terkini