TRIBUNMANADO.CO.ID, Manado - Terkait Kebijakan Presiden Jokowi yang meminta Harga PCR diturunkan Rp 300 ribu di bandara maupun klinik.
Hal ini ikut menuai polemik dari berbagai kalangan masyarakat. Kebijakan ini dinilai ada rasa ketidakadilan, contohnya mengapa hanya Bandara terpakai PCR, sementara naik kereta api, kapal, tak ada PCR hanya dilakukan rapid antigen.
Menanggapi hal ini, Pengamat Pemerintahan Sulut Jefry Paat mengatakan hal ini sebenarnya memiliki alasan dan pertimbangan tertentu dari Bapak Presiden.
"Tentu ada dasar pertimbangan sehingga kebijakan pemerintah pusat yang menetapkan harga PCR diturunkan atau Bandara harus dilakukan PCR sementara yang lain hanya Antigen, berarti ada kepentingan tertentu," jelas Paat kepada Tribun Manado.
Menurutnya, jika dilihat dari segi urgensinya Bandara itu berbeda dari terminal, Bandara tingkat keamanannya sangat tinggi, atau importen.
"Jadi sebenarnya tidak masalah, karena lalulintas orang di bandara itu berbeda dengan orang yang berlalulintas di kereta api, pelabuhan dan terminal Bus," terang Paat.
"Karena di kereta api dan bus itu lokal, tapi kalau dari bandara itu antar pulau dan Internasional, oleh karena itu, hal ini yang justru harus diperketat pengawasan keluar masuk orang, khususnya orang asing," beber Paat.
Artinya disini, kata Paat, kalau masyarakat lokal tingkat keamanannya masih bisa terawasi.
"Jadi kebijakan ini sebenarnya sudah cukup baik, hanya yang perlu disorot adalah kebijakan harga tes PCR ini yang perlu disamaratakan, jangan membedakan harga bandara 300 ribu dan masyarakat umum masih sangat mahal," tegas Paat.
Selain itu, Paat juga menambahkan, bahwa pemerintah juga harus jujur, dan tidak menakut-nakuti masyarakat, khususnya terkait adanya gelombang ketiga Covid-19.
"Nah statmen ini mengandung asumsi, bahwa pemerintah justru menakut-nakuti masyarakat supaya mengikuti vaksinasi, padahal dari pengamatan saya ada masyarakat yang belum divaksin karena adanya penyakit bawaan," ungkap Paat.
Jangan sampai karena belum capai target vaksinasi, pemerintah seolah-olah memaksakan masyarakat untuk divaksin.
"Oleh karena itu pemerintah perlu bijaksana, dengan melakukan antisipasi-antisipasi jika memang adanya gelombang ketiga covid-19 ini," pungkas Paat. (Mjr)
• Seorang Warga Motongkat Tengah Boltim Alami Kejang-kejang Setelah Vaksin
• Tomohon Siap Sambut Konas FKUB Ke-6 dan Pekan Kerukunan Internasional Tahun 2021
• Potret Terbaru Cynthia Lamusu Pamer Tubuh Langsing, Makin Cantik dan Awet Muda