Jokowi

Jokowi Berani Kejar Utang ke 3 Anak Penguasa Orde Baru Soeharto, Tommy Capai Rp 2,7 Triliun

Editor: Aldi Ponge
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anak-anak Soeharto

TRIBUNMANADO.CO.ID - Pemerintah Joko Widodo terus memaksa para pemilik utang untuk mengembalikan uang ke negara.

Aset-aset negara yang dipegang perorangan terus diburu Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Kali ini ada nama 3 anak penguasa orde baru yang wajib mengembalikan uang ke negara.

Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpin Jokoewi akhirnya mulai berani untuk mengejar para obligor dan debitor dari kasus yang dipicu oleh krisis moneter 1997-1998 tersebut.

Mereka adalah para debitur maupun obligor penerima dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang belum juga melunasi utang mencapai Rp 110,45 kepada pemerintah.

Mereka secara khusus diburu melalui Satuan Tugas (Satgas) hak tagih dana BLBI atau Satgas BLBI yang dibentuk oleh Presiden RI Joko Widodo.

Sri Mulyani musti menagih utang-utang yang merupakan sisa warisan dari era Pemerintahan Orde Baru tersebut.

Sulitnya menagih piutang itu memaksa Ani, begitu biasanya ia disapa, menyusun sejumlah siasat. Sebab, para obligor seolah tidak memiliki niat baik untuk membayar utang-utangnya meski sudah dipanggil sebanyak tiga kali.

Tak hilang akal, pemerintah memilih cara diumumkan ke publik agar mereka segera datang. "Namun kalau sudah dipanggil satu tidak ada respons, dua kali tidak ada respons, maka memang kami mengumumkan ke publik," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers beberapa waktu lalu.

Berikut ini 3 anak mantan Presiden Soeharto yang memiliki utang ke pemerintah dan saat ini masih dalam proses penagihan:

1. Bambang Trihatmodjo

Utang Bambang Trihatmodjo tersebut bermula dari penyelenggaraan SEA Games XIX Tahun 1997.

Putra mantan Presiden Soeharto tersebut itu merupakan ketua konsorsium swasta yang ditunjuk pemerintah Orde Baru menjadi penyelenggara gelaran olahraga antar-negara ASEAN di Jakarta.

Konsorsium mempunyai tugas antara lain menyediakan dana untuk penyelenggaraan SEA Games XIX Tahun 1997.

Kementerian Sekretariat Negara, menyebutkan saat itu rupanya konsorsium swasta kekurangan dana sehingga harus ditalangi oleh pemerintah sebesar Rp 35 miliar.

Disebutkan, negara saat itu harus menalangi kekurangan dana dari pihak konsorsium swasta sebesar Rp 35 miliar yang akhirnya menjadi utang yang terus ditagih pemerintah hingga saat ini.

Buntut menolak membayar utang ke negara, Bambang sempat dicekal keluar negeri oleh Imigrasi sesuai dengan permohonan dari Kementerian Keuangan.

Sebagai Menteri Keuangan, Sri Mulyani bertindak sebagai Ketua Tim Panitia Piutang Negara. Utang Bambang Trhatmodjo kepada negara sebenarnya merupakan piutang yang dialihkan dari Kementerian Sekretariat Negara (Setneg) ke Kementerian Keuangan.

2. Tommy Soeharto

Sosok Keluarga Cendana berikutnya yang tersandung pinjaman negara adalah Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto.

Total utang yang ditagihkan pemerintah ke Pangeran Cendana itu adalah sebesar Rp 2,6 triliun.

Satgas BLBI memanggil Tommy Soeharto dalam kaitannya sebagai pengurus PT Timor Putra Nasional (TPN). Perusahaan ini merupakan perusahaan yang dibentuk dalam rangka proyek mobil nasional (mobnas).

PT Timor Putra Nasional beroperasi pada kurun waktu tahun 1996 sampai tahun 2000. Perusahaan ikut terhempas krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998.

Perusahaan yang sahamnya dimiliki Tommy Soeharto ini lahir setelah terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 1996 tentang Pembangunan Industri Mobil Nasional yang diteken Presiden Soeharto.

Inpres ini meminta Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara Penggerak Dana Investasi/Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal untuk secepatnya mewujudkan industri mobil nasional.

Dalam Inpres itu, intruksi Presiden Soeharto tegas, perusahaan milik Tommy Soeharto ini diberikan fasilitas pembebasan PPnBM, pajak yang berkontribusi besar pada tingginya harga mobil di Indonesia.

3. Tutut Soeharto

Salah satu obligor yang masuk daftar prioritas penagihan BLBI adalah Siti Hardijanti Rukmana alias Tutut Soeharto. Ia merupakan anggota Keluarga Cendana kedua yang disasar Satgas BLBI setelah Tommy Soeharto.

Utang BLBI atas nama Tutut Soeharto tersebut muncul setelah pemerintah memberikan dana kepada 3 perusahaan miliknya yakni PT Citra Mataram Satriamarga, PT Marga Nurindo Bhakti, dan PT Citra Bhakti Margatama Persada.

Ketiga perusahaan tersebut memiliki utang ke negara masing-masing Rp 191,6 miliar, Rp 471,4 miliar, Rp 6,52 juta dollar AS, dan Rp 14,79 miliar.

Yang menarik dan berbeda dengan para obligor BLBI lainnya, utang ke negara tersebut tidak disertai dengan jaminan aset.

Jaminan aset atas utang milik Tutut Soeharto disebutkan tidak ada sama sekali, jaminan yang dipakai saat itu hanya berupa SK proyek.

Tutut sejauh ini belum pernah dipanggil langsung oleh Satgas BLBI dalam beberapa waktu terakhir. Sementara adik kandung, Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto, sempat dipanggil menghadap Satgas BLBI.

Aset Busuk

Proses pengejaran aset-aset inilah yang pada akhirnya membongkar sebuah fakta menarik mengenai proses "pencairan" dana BLBI.

Bahkan, seorang pakar ekonomi senior Indonesia sampai tak habis pikir bisa-bisanya "aset-aset" tersebut menjadi jaminan.

Dalam sebuah kesempatan, sang pakar malah secara terang-terangan menyebutnya sebagai "aset busuk".

Kok, bisa sampai seberani itu?

Berikut ini uraiannya.

Mari kita bayangkan Anda sebagai seorang calon peminjam sebuah dana dari bank atau instansi tertentu.

Selain berkas-berkas yang cukup jelas dan valid, Anda juga biasanya diminta untuk menyertakan sebuah aset sebagai jaminan.

Bisa berupa surat tanah/rumah atau surat kendaraan. Bisa pula berupa Surat Keputusan (SK) penting dari perusahaan tempat Anda bekerja.

Walau kini ada istilah pinjaman atau kredit tanpa agunan, itu biasanya berlaku untuk pinjaman dalam jumlah kecil.

Namun, tentu saja tidak demikian dengan sebuah pinjaman yang memiliki nominal yang sangat besar, apalagi yang tembus ratusan juta hingga miliaran.

Nah, di sinilah yang menjadi kejanggalan dari pinjaman-pinjaman BLBI yang didapat para obligor.

Mereka tidak memiliki aset yang jelas untuk dijadikan semacam jaminan kala akan mencairkan dana BLBI.

Inilah yang membuat pakar ekonomi Rizal Ramli sampai menyebut aset-aset tersebut "busuk" atau "setengah busuk"

"Dibilangnya aset ini bagus padahal belum atau aset busuk atau setengah busuk atau belum clean and clear," tutur Rizal (19/7/2019).

Mantan tokoh mahasiswa ini kemudian mencontohkan bagaiman surat-surat yang belum jelas bisa dijadikan jaminan.

"Misalnya tanah, padahal surat-suratnya belum jelas, tapi dimasukan sebagai aset," ungkap Rizal.

Inilah yang menurut Menteri Keuangan Indonesia ke-23 tersebut menjadi masalah besar sekarang, saat pemerintah berusaha untuk menagih.

Lihat saja daftar sebagian obligor BLBI yang masuk dalam penagihan prioritas seperti dirilis Kompas.com.

Beberapa obligor memang mencantumkan aset sebagai jaminan, tapi jumlah tidak cukup.

Ada pula obligor yang berhasil mendapat aliran dana BLBI mencapai ratusan miliar rupiah hanya dengan menggunakan SK proyek.

Sudah terasa sangat aneh bukan? Tunggu dulu, masih ada "aset" yang lebih janggal lagi.

Beberapa obligor tersebut, bahkan termasuk yang meraup dana BLBI hingga triliunan rupiah, tidak mencantumkan jaminan apapun.

Anda merasa tidak percaya dengan uraian-uraian di atas? Lihat saja daftar berikut ini.

1. Trijono Gondokusumo (Bank Putra Surya Perkasa)

Akta Pengakuan Utang (APU) dengan outstanding utang sebesar Rp 4,89 triliun menjadi dasar utangnya. Terdapat jaminan utang, tetapi jumlahnya tidak cukup.

2. Kaharudin Ongko (Bank Umum Nasional)

Menggunakan Master of Refinancing and Notes Issuance Agreement (MRNIA) sebesar Rp 7,83 triliun sebagai dasar utang yang ditagihkan. Terdapat jaminan utang, tetapi jumlahnya tidak cukup.

3. Sjamsul Nursalim (Bank Dewa Rutji)

Laporan Keuangan Bank dan LHP BPK sebesar Rp 470,65 miliar menjadi dasar utangnya. Sama sekali tidak ada jaminan, tetapi dianggap sanggup membayar utangnya.

4. Sujanto Gondokusumo (Bank Dharmala)

Laporan Keuangan Bank dan LHP BPK sebesar Rp 822,25 miliar menjadi dasar utangnya. Sama sekali tidak ada jaminan, tetapi dianggap sanggup membayar utangnya.

5. Hindarto Tantular/Anton Tantular (Bank Central Dagang)

Laporan Keuangan Bank dan LHP BPK sebesar Rp 1,47 triliun menjadi dasar utangnya. Sama sekali tidak ada jaminan, tetapi dianggap sanggup membayar utangnya.

6. Marimutu Sinivasan (Group Texmaco)

Surat PPA dengan oustanding Rp 31,72 triliun dan 3,91 juta dollar AS menjadi dasar utang. Terdapat jaminan utang, tetapi jumlahnya tidak cukup.

7. Siti Hardijanti Rukmana (PT Citra Cs)

Putri mantan Presiden Soeharto, Siti Hardijanti Rukmana diketahui memiliki beberapa utang.

Jumlahnya masing-masing Rp 191,6 miliar, Rp 471,4 miliar, Rp 6,52 juta dollar AS, dan Rp 14,79 miliar.

Wanita yang akrab disapa Tutut Soeharto tersebut hanya menjadikan "aset" berupa SK proyek sebagai jaminannya.

TAUTAN AWAL: Saat Sri Mulyani Tagih Utang ke 3 Anak Presiden Soeharto Sekaligus

Berita Terkini