Internasional

WHO Umumkan Virus Corona Jenis Baru yang Lebih Berbahaya dari Varian Delta dan Sulit Dikendalikan

Editor: Frandi Piring
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

WHO umumkan Virus Corona jenis baru yang lebih berbahaya dari varian Delta dan sulit dikendalikan.

TRIBUNMANADO.CO.ID - Melansir dari AFP Sabtu (17/7/21), Komite Darurat Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO ) pada Kamis kemarin memperingatkan bahwa ada jenis baru Virus corona atau Covid -19 yang lebih berbahaya dari varian delta.

Covid varian Delta diketahui berbahaya setelah menyebar hampir ke seluruh dunia.

Menurut peneliti, muncul sebuah pernyataan bahwa pandem diperkirakan belum akan berakhir merebak di dunia.

Peta penyebaran virus corona hingga Rabu 4 Maret 2020 pukul 17.56 Wita. (thewuhanvirus.com)

Menyusul pengumuman itu, kabar buruk bagi beberapa negara yang sedang berjuang

untuk mencegah gelombang infeksi Covid-19 yang disebabkan oleh varian baru dari India yakni Delta.

Ketua peneliti WHO, Didier Houssin juga mengaku kepada wartawan bahwa tren penularan pandemi semakin mengkhawatirkan dan berbahaya pemaparannya.

Houssin mengatakan, WHO telah mendeklarasikan Darurat Kesehatan Masyarakat setelah Kekhawatiran Internasional

untuk pertama kalinya dalam satu tahun dan enam bulan lalu, peringatan tertinggi yang dikeluarkan oleh badan dunia itu.

Tapi kata dia, virus Covid-19 masih memburu manusia.

Sejauh ini, empat varian yang mendominasi penularan Covid-19 di dunia adalah Alpha dari Inggris, Beta dari Afrika Selatan, Gamma dari Brasil, dan Delta dari India.

Akan tetapi panitia memperingatkan bahwa varian baru yang cenderung lebih berbahaya akan muncul dan lebih sulit dikendalikan.

WHO juga mencatat penggunaan masker, penahanan fisik, kebersihan tangan

dan ruang ventilasi di gedung-gedung adalah kunci untuk mengurangi infeksi Covid-19.

Konferensi Pers WHO atau Organisasi Kesehatan Dunia. (via BeritaSatu.com)

Lanjut Houssin mencatat pentingnya memvaksinasi setidaknya 10 persen dari populasi di setiap negara pada September mendatang

dan negara-negara kaya berbagi vaksin Covid-19 dengan negara-negara miskin.

WHO kritik kebijakan program vaksinasi berbayar di Indonesia

Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) mengkritik program vaksinasi berbayar di Indonesia.

Kepala Unit Program Imunisasi WHO Ann Lindstrand mengkritik kebijakan vaksinasi gotong royong individu berbayar di Indonesia.

WHO menanggapi hal tersebut lewat situs resminya.

Ann Lindstrand menyatakan setiap orang harus memiliki hak yang sama untuk bisa mengakses vaksin Covid-19.

"Pembayaran (dalam bentuk) apapun (untuk memperoleh vaksin) akan menimbulkan problem akses dan etika selama pandemi.

Padahal di saat yang sama kita membutuhkan cakupan vaksinasi yang luas

yang bisa menjangkau semua pihak yang rentan," kata Lindstrand dikutip dari situs resmi WHO, Kamis (15/7/2021).

Ia menilai program vaksinasi Covid-19 berbayar tidaklah tepat.

Menurutnya, jika anggaran yang menjadi masalah,

saat ini banyak lembaga yang memberikan bantuan untuk pengadaan vaksin.

Lindstrand mengatakan kerja sama internasional seperti COVAX Facility yang berada di bawah WHO juga sudah memberikan jatah vaksin gratis kepada negara yang membutuhkan.

Ia menuturkan, meskipun pengiriman dan logistik penyimpanan vaksin membutuhkan dana,

hal tersebut bisa diperoleh lewat bantuan berbagai lembaga internasional seperti Bank Dunia.

"Ada pasokan vaksin dari COVAX melalui kolaborasi UNICEF, WHO, dan lain-lain.

Tentunya mereka memiliki akses vaksin yang gratis hingga 20 persen dari populasi yang didanai para penyandang kerja sama COVAX.

Jadi sama sekali tidak dipungut pembayaran dalam pelaksanaannya," kata Lindstrand.

Hal senada disampaikan Direktur Eksekutif Program Darurat WHO Mike Ryan.

Ia pun menyinggung situasi pandemi Covid-19 di Indonesia yang kian memmburuk.

"Kami telah melihat peningkatan kasus sebesar 44 persen selama sepekan terakhir dan peningkatan kematian sebesar 71 persen.

Jadi tidak diragukan lagi bahwa Indonesia tengah menghadapi situasi sangat sulit," kata Ryan.

"Kita harus jauh lebih maju dengan vaksinasi

dan Indonesia seharusnya memiliki lebih banyak akses ke vaksin melalui jalur inisiatif seperti COVAX," tutur dia.

(*)

Berita Terkini