TRIBUNMANADO.CO.ID - Orang kusta, dinajiskan di kalangan orang Yahudi. Penyakit ini dianggap sebagai hukuman bahkan "kutukan" akibat dosa baik si penderita maupun orangtuanya.
Sehingga, orang kusta di zaman Tuhan Yesus dan sebelumnya, diisolasi atau dikarantina ketat.
Mereka dilarang bergaul dengan orang normal. Jika sudah sembuh, mereka wajib memiliki "sertifikat" atau "restu" dari para imam.
Imamlah yang akan memeriksa dan menyatakan mereka sembuh dan boleh bergaul lagi dengan orang normal atau tidak.
Jadi, orang kusta ketika itu harus ikut "Prokes" (protokol kesehatan), menjaga jarak dll.
Bahkan jaraknya harus jauh, supaya tidak ada kontak dengan orang-orang kebanyakan. Karena mereka dianggap najis.
Kesaksian firman Tuhan hari ini mengungkapkan hal itu. Itu terjadi saat Tuhan Yesus memasuki desa dalam perjalanan menuju Yerusalem. Ada 10 orang kusta menemuinya, namun dalam aturan "Prokes." Mereka harus tinggal berdiri jauh.
Dari kejauhan karena kenajisan dan sesuai tuntutan Prokes tersebut, mereka berteriak minta belas kasihan Yesus, atas penderitaan berkepanjangan mereka yang menderita sakit kusta, terasing dan termarginalisasi.
Demikian Firman Tuhan hari ini. "Ketika Ia memasuki suatu desa datanglah sepuluh orang kusta menemui Dia. Mereka tinggal berdiri agak jauh dan berteriak: "Yesus, Guru, kasihanilah kami!" (ayat 12, 13)
Sejenak, kisah orang-orang kusta itu, agak identik dengan situasi pandemi Covid 19 saat ini.
Apalagi dengan munculnya varian-varian baru yang lebih berbahaya. Pertambahan positif bertambah sampai mencapai 100 hingga 200 persen perhari.
Jika dianalogkan dengan orang kusta waktu itu, memang tidak persis sama. Tapi ada kemiripannya.
Antara lain, isolasi dan karantina, menjaga jarak dan menjauhi kontak dengan sesama. Tradisi cuci tangan juga berlaku kala itu. Hanya, penderita Covid 19 tidak sampai dinajiskan, seperti orang kusta.
Selain itu, keterancaman masyarakat terhadap kusta, tidak separah terhadap Covid 19. Tapi, masalah penanganannya masih lebih cepat Covid, karena banyak dokter, perawat, para medis, relawan dll yang ikut membantu baik korban, maupun pencegahannya.
Orang kusta saat itu tidak difasilitasi untuk diobati. Isolasinya tidak boleh mandiri, harus di tempat tersendiri yang jauh dari masyarakat dan keluarga.