Tragedi Bintaro

Tragedi Bintaro 1987, Senin Kelam Kereta Api KA 225 dan KA 220 Bertabrakan, Ratusan Orang Tewas

Editor: Frandi Piring
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tragedi Bintaro 1987. Kerata Api KA 225 dan KA 220 bertabrakan 19 Oktober 1987. Sebanyak 156 Penumpang tewas.

TRIBUNMANADO.CO.ID - Sebuah tragedi kelam Senin pagi, 19 Oktober 1987, ratusan jiwa melayang, dua kereta api Indonesia bertabrakan.

Tanggal tersebut pun menciptakan sejarah tak terlupakan dalam sejarah perkeretaapian Indonesia. KA 225 dan KA 220 bertabrakan.

Suasana Senin pagi itu seketika kelam karena peristiwa itu.

Warga Kampung Betung RW 09 Kelurahan Bintaro, Jakarta Selatan dikejutkan dengan tabrakan dua rangkaian kereta api.

Sejarah Indonesia: Sederet Fakta-fakta Tragedi Bintaro 1987 (KOMPAS/DUDY SUDIBYO)

Dokumentasi pemberitaan Harian Kompas, 20 Oktober 1987 menyebutkan, saat itu,

kereta api Patas No 220 dengan rangkaian tujuh gerbong dari arah Tanah Abang menuju ke arah Merak bertabrakan dengan KA No 225 dari Rangkasbitung ke Tanah Abang.

Masing-masing lokomotif menarik tujuh rangkaian gerbong.

Sebelum tragedi terjadi, kedua masinis tidak mengetahui jika masing-masing kereta api melintas di rel yang sama.

KA 225 meluncur cepat di rel lurus yang melintas kompleks Perumahan Bintaro Jaya,

sementara KA 220 mulai menggilas rel perlintasan Pasar Ulujami.

Tabrakan pun tak terelakkan.

Kedua lokomotif setiap kereta api tetap berdiri di rel.

Kejadian ini mengakibatkan seluruh badan lokomotif BB-303 16 "masuk" dan "ditelan" oleh gerbong KB3-65 601.

Bahkan, separuh badan lokomotif BB-303 16 tertelan gerbong pertama yang ditariknya.

Gerbong KB3-65 61 merupakan gerbong pertama yang ditarik oleh lokomotif BB-303 16.

Akibat dorongan yang diterima saat tabrakan, gerbong ini meluncur bebas dan menabrak sekaligus "menelan" lokomotif di depannya.

Saat kejadian, gerbong sepanjang 21 meter tersebut dijejali ratusan penumpang.

Catatan Harian Kompas, lebih dari 156 orang meninggal dan ratusan lainnya mengalami luka-luka.

Tragedi Bintaro 19 Oktober 1987. 156 Penumpang tewas. Kereta Api KA 225 dan KA 220 bertabrakan. ()

Kecelakaan ini tercatat sebagai peristiwa maut dan terburuk dalam sejarah perkeretaapian di Indonesia.

Analisis kecelakaan

Jalur kereta api antara pasar Palmerah dan Rangkasbitung saat itu, setiap harinya terhitung sangat padat.

Kereta pertama dari Rangkasbitung melalui Sudimara menuju Palmerah berangkat pukul 06.11.

Sementara, kereta api pertama dari Tanah Abang ke Rangkasbitung berangkat pukul 05.00 di jalur yang sama.

Peristiwa kecelakaan terjadi saat ada kesalahpahaman dari Kepala Stasiun Serpong

yang memberangkatkan KA 225 yang langsung berangkat menuju Sudimara tanpa mengecek kondisi stasiun.

Hal ini membuat tiga jalur yang berada di Stasiun Sudimara penuh akibat kedatangan KA 225.

Namun, komunikasi yang buruk di KA Sudimara, membuat KA 220 yang saat itu berada di Kebayoran Baru juga ikut diberangkatkan,

KA 220 kala itu mengarah ke Sudimara.

Kondisi itu memaksa juru langsir di Sudimara segera memindahkan lokomotif KA 225 menuju ke jalur tiga.

Akan tetapi, ramainya jalur kereta, membuat masinis tidak bisa melihat semboyan dari juru langsir.

Bahkan, KA 225 yang pada awalnya harus berpindah rel tiba-tiba berangkat.

Upaya yang dilakukan juru langsir untuk menghentikan KA 225 sia-sia.

Akhirnya, kereta api yang menarik tujuh gerbong itu harus berhadapan

dengan KAA 220 yang meluncur dengan kecepatan 20 kilometer per jam.

Adapun saat itu KA 225V berjalan dengan kecepatan 30 kilometer per jam.

Tak hanya kelalaian, banyaknya korban yang jatuh saat itu juga disebabkan kondisi gerbong kereta yang dipenuhi penumpang.

KA 225 memang dipenuhi penumpang di luar kapasitasnya.

Pada setiap gerbong, tersedia 64 kursi rotan dan saat itu dipenuhi oleh para penumpang.

Namun, kapasitas yang disediakan tak cukup untuk menampung banyaknya orang yang ingin menempuh perjalanan yang sama.

Akhirnya, atap gerbong dan ruang kosong di kiri-kanan lokomotif pun juga dijejali penumpang sebagai tempat tangkringan sementara.

Lokasi kecelakaan yang berada di tikungan juga membuat kedua masinis tidak dapat saling melihat.

Ketika menyadari ada kereta lain di jalur yang sama,

sudah terlambat bagi masinis untuk menghentikan laju kereta karena jarak antara keduanya sudah terlalu dekat.

Selain itu, pihak petugas palang pintu kereta juga tak mengetahui simbol genta

yang menyebabkan kedua kereta itu berhadapan di rel yang sama.

(Kompas.com)

https://www.kompas.com/tren/read/2019/10/19/090415465/senin-kelam-19-oktober-1987-terjadinya-tragedi-bintaro?page=all#page2

Berita Terkini