Peristiwa itu sendiri mengakibatkan dua anggota MIT tewas dan dua orang dari petugas gugur.
Menurut Prof Khairil, di antara faktor sulitnya berburu kelompok MIT Poso pimpinan Ali Kalora itu karena kondisi geografis di wilayah operasi.
Seperti dilansir dari Tribun Palu dalam artikel 'Ali Kalora Cs Sulit Dibasmi, Akademisi Untad: Kekuatan Militer Saja Tak Cukup Menumpas MIT Poso'
Jika anggota MIT Poso menguasai medan, kata dia, kelompok tersebut justru lebih leluasa dalam bermanuver.
"Melawan kelompok militan itu tidak mudah, tapi bukan berarti aparat lemah.
Nyawa itu bukan persoalan bagi mereka (teroris). Jumlah mereka mungkin kecil, tetapi jika mereka kuasai medan, mungkin mereka lebih kuat dibanding ratusan personel TNI-Polri sekalipun," ungkap Prof Khairil.
Dekan FISIP Untad itu menilai radikalisme kelompok MIT sempat tertanam di sebagian masyarakat Poso dan sekitarnya.
Menurut dia, hal ini terlihat saat banyaknya masyarakat menjemput dan menghadiri pemakaman jenazah Santoso alias Abu Wardah, mantan pimpinan MIT Poso yang tewas tertembak pada 2016 lalu.
"Saat Santoso tertembak, warga menyambut kedatangan jenazahnya lengkap dengan sebuah spanduk.
Ini sangat ironis. Antara keinginan pemerintah untuk memberantas teroris, tetapi di sisi lain masyarakat seolah bersimpati," ujar Prof Khairil.
"Kebutuhan saat ini tidak hanya melalui operasi militer, tidak cukup dengan senjata. Perlu juga melakukan pendekatan kepada masyarakat. Jangan sampai masyarakat menjadikan mereka (MIT) sebagai kelompok yang perlu mendapatkan simpati," sambungnya.
Prof Khairil menambahkan, dirinya juga telah bertemu dengan semua terpidana kasus terorisme Sulawesi Tengah di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).
Mulai dari mereka yang ditahan di Lapas Petobo (Palu), Ampana (Kabupaten Tojo Una-Una), Makassar (Sulawesi Selatan) hingga Cirebon (Jawa Barat).
Pada umumnya, kata dia, para tersangka teroris ini adalah pemuda yang terlibat langsung ketika terjadi konflik Poso pada 1998 hingga 2001, bahkan sebagian mereka adalah korban.
Di sisi lain, Guru Besar Ilmu Komunikasi Untad itu mengaku percaya bahwa para terpidana teroris tersebut bisa diajak kembali ke jalan yang benar.