Sementara, ia mendapatkan informasi bahwa stok beras Bulog saat ini hanya 800 ribu ton.
Jumlah itu termasuk sisa beras impor pada 2018 yang sebanyak 270 ribu ton sampai 300 ribu ton. Menurut Lutfi, beras hasil impor pada 2018 kemungkinan akan turun mutu.
Alhasil, jika stok saat ini dikurangi sisa beras impor, maka jumlahnya bisa di bawah 500 ribu ton.
Lutfi menyatakan dirinya siap mundur jika keputusan untuk melakukan impor beras itu salah.
"Saya mesti memikirkan yang tidak terpikirkan. Saya mesti mengambil keputusan yang tidak populer. Kalau memang saya salah, saya siap berhenti, tidak ada masalah," ujarnya.
Tak lama setelah wacana itu disampaikan, gelombang penolakan datang tak cuma dari petani, pengamat, akademisi, tapi juga para pejabat.
Para pejabat mulai dari Dirut Perum Bulog Budi Waseso, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, para politisi Senayan kompak berpandangan impor tak perlu dilakukan mengingat stok mencukupi.
Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyebut Mendag Muhammad Lutfi mengambil langkah yang tak sesuai dengan visi berdiri di atas kaki sendiri atau berdikari Presiden Joko Widodo.
"Pak Jokowi punya kebijakan Berdikari. Tapi kemudian dipotong di tengah jalan oleh Menteri Perdagangannya," kata Hasto dalam webinar 'Impor Beras dan Garam' yang digelar oleh Repdem, Kamis (25/3).
Hasto menegaskan bahwa Jokowi selalu mengampanyekan agar masyarakat mencintai produk-produk dalam negeri. Bukan malah mengimpor pangan yang sebenarnya bisa dipenuhi petani di dalam negeri.
Hasto pun meminta Lutfi tidak memanipulasi data pangan untuk dijadikan alasan mengimpor beras.
Sebab, kebijakan impor beras bertentangan dari sisi historis, ideologis hingga konstitusi negara Indonesia.
"Jangan rendahkan kecerdasan rakyat dengan berbagai kalkulasi-kalkulasi dengan mengatakan impor harus dilakukan. Tugas menteri itu lakukan koreksi atas kebijakan sebelumnya yang tak benar," kata Hasto.
Hasto juga menuding ada mafia dibalik rencana pemerintah mengimpor beras belakangan ini. Menurutnya, mafia kerap ada dibalik kebijakan impor pangan.
Namun ia tak menyebut secara gamblang dan rinci siapa pemburu rente dan mafia yang dimaksud.