Menurut Fatia, tidak ada kualifikasi yang jelas soal organisasi yang dapat dikukuhkan sebagai Pam Swakarsa, serta tidak ada batasan wewenang Polri mengerahkan anggota Pam Swakarsa.
Selain potensi pelanggaran HAM, kebijakan itu dinilai dapat berujung pada peristiwa kekerasan, konflik horizontal, dan penyalahgunaan wewenang.
"(Dengan) membatalkan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pengamanan Swakarsa," katanya.
Soal kekerasan oknum polisi dalam menangani aksi unjuk rasa yang dinilai perlu mendapat perhatian khusus.
Koalisi berpandangan, brutalitas yang terus terjadi disebabkan karena tidak adanya evaluasi menyeluruh dan minimnya pengawasan serta akuntabilitas.
Alasan lainnya adalah tidak ada penghukuman secara tegas, baik hukuman etik maupun pidana.
Maka dari itu, koalisi meminta Sigit melakukan evaluasi terhadap hal tersebut.
"Mengevaluasi penggunaan kekerasan secara eksesif dengan melakukan penegakan hukum dan akuntabilitas secara tegas kepada aparat kepolisian yang telah melakukan kekerasan eksesif dalam menangani aksi massa dan memperbaiki sistem pengawasan internal Polri," ucap Fatia.
Adapun Sigit dipilih sebagai calon tunggal kapolri oleh Presiden Joko Widodo untuk menggantikan Jenderal (Pol) Idham Azis.
Setelah mengikuti uji kepatutan dan kelayakan, rapat paripurna DPR mengesahkan keputusan Komisi III yang menyetujui pengangkatan Sigit sebagai Kapolri.
Nantinya, Sigit akan mengikuti upacara pelantikan di Istana Negara, Jakarta.