TRIBUNMANADO.CO.ID - Belum lama ini demo penolakan Undang Undang Cipta kerja terjadi di sejumlah daerah di Indonesia.
Diketahui demo penolokan UU Cipta Kerja tersebut bahkan diikuti oleh sejumlah pelajar.
Pelajar yang ikut dalam demo penolakan UU Cipta Kerja dikabarkan akan dicatat di SKCK.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ( Komnas HAM) menilai pencatatan nama pelajar peserta aksi unjuk rasa yang menolak Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dalam Surat Keterangan Catatan Kepolisian ( SKCK) merupakan langkah yang berlebihan.
Komisioner Komnas HAM Amiruddin Al Rahab menegaskan, unjuk rasa merupakan hak dalam menyampaikan pendapat di muka umum.
"Saya rasa Pak Kapolres berlebihan itu ya. Sebab pertama, demonstrasi atau unjuk rasa yang damai dan tertib bukan hal yang terlarang di Indonesia," ucap Amiruddin ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (5/10/2020).
Amiruddin menuturkan, demonstran yang diduga melakukan tindak pidana harus mengikuti serangkaian proses hukum terlebih dahulu.
Apabila dinyatakan terbukti bersalah, baru dicatat dalam SKCK.
Sebab, kata Amiruddin, SKCK merupakan catatan kepolisian atas perbuatan melawan hukum.
Sementara, jika pencatatan dilakukan tanpa melalui proses hukum, hal tersebut dinilai sebagai bentuk stigmatisasi.
"Jika tanpa proses hukum, memberikan catatan buruk kepada seseorang bisa-bisa menjadi stigmanisasi nantinya," ujar dia.
Diberitakan, identitas pelajar yang hendak melakukan aksi di wilayah Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang akan tercatat dalam SKCK.
"Kami catat di catatan kepolisian. Karena nanti apabila tercatat itu akan terbawa terus.
Kalau untuk melamar pekerjaan, meneruskan sekolah, ada catatan khusus yang akan kami sampaikan," kata Kapolresta Tangerang Kombes Ade Ary Syam Indradi, Selasa (13/10/2020).
Ade mengatakan, catatan tersebut dituangkan saat para pelajar yang terdata mengikuti aksi tolak omnibus law akan mengajukan SKCK.