Waktu itu bilang, “Sampaikan kepada Bapak Presiden, mohon maaf Pangdam V Jaya tidak dapat menghadap dan karena saat ini Panglima AD (Achmad Yani) tidak ada di tempat, harap semua instruksi untuk AD disampaikan melalui saya, Panglima Kostrad.”
Ketika mendengar informasi itu, Soekarno tampak tidak senang.
Meskipun secara garis komando, ketika KASAD tidak ada di tempat maka Pangkostrad secara otomatis boleh mengambil alih garis komando, tapi perintah Presiden sebagai Panglima Tertinggi tetap harus dipatuhi.
Para Panglima Angkatan yang hari itu hadir menghadap Soekarno antara lain Marsekal Oemar Dhani, Laksamana Martadinata, Jenderal Sutjipto Judodihardjo, Jenderal Sutardhio, Leimena, dan Brigjen Sabur.
Jika diamati, suasana di sekitar rumah dinas Komodor Udara Susanto saat itu malah tampak santai dan sama sekali tidak mencerminkan suasana ketegangan.
Tapi suasana betul-betul berubah tegang ketika tepat pukul 12.00 WIB, dari radio transmitter yang dipinjamkan oleh Komodor Susanto terdengar pengumuman Letkol Untung, salah satu dalang dari aksi G/30/S/PKI, mengenai Dewan Revolusi dan pembubaran kabinet.
Itu berarti telah terjadi kudeta. Brigjen Sabur pun segera membawa radio transmitter itu dan ditunjukkan pada Soekarno.
Soekarno sangat terkejut dan segera menyadari telah terjadi masalah serius bagi bangsa dan negaranya.
Setelah diadakan rapat di rumah Komodor Susanto, Soekarno memutuskan mengangkat Jenderal Pranoto Reksosamudro sebagai caretaker Menteri/Panglima AD menggantikan posisi Ahmad Yani yang belum jelas nasibnya.
Lewat pukul 17.00 WIb, ajudan Soekarno, Kolonel Bambang Widjanarko, diperintahkan memanggil Jenderal Pranoto.
Tapi Jenderal Pranoto yang sudah berada di markas Kostrad ternyata dilarang juga oleh Soeharto untuk menghadap Soekarno.
Soeharto bahkan menegaskan semua instruksi mengenai Angkatan Darat dari Soekarno Karno harap disampaikan kepadanya.
Mendengar laporan Bambang, Soekarno tampak sangat kecewa dan marah sekali.
Ia menjadi bingung, pasalnya Letkol Untung baru saja mengkudeta kabinetnya dan pada saat yang sama Soeharto juga secara terang-terangan berani membangkang instruksinya.
Namun karena pasukan TNI AD mulai memasuki Halim, Soekarno kemudian terpaksa “diungsikan” ke Istana Bogor.