News

Empat Mahasiswa Ternate Dukung HAM Papua Diberhentikan, Kini Gugat Rektor

Editor: Frandi Piring
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Aksi demo mahasiswa Papua di depan markaas TNI-AD

Keempat mahasiswa ini didampingi oleh dua pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Ansor Maluku M.Fadly Abd Rachman dan Al Walid Muhammad.

Salah seorang di antara pengacara tersebut, M.Fadly mengatakan kepada wartawan ABC Indonesia Sastra Wijaya hari Kamis (06/08) bahwa proses persidangan PTUN sekarang dalam proses pembuktian.

"Sidang berikutnya akan dilangsungkan tanggal 25 Agustus. Sebenarnya tiap minggu ada sidang namun minggu depan tidak ada karena ada perayaan 17 Agustus," kata Fadly lewat sambungan telepon.

Menurut M.Fadly, keempat mahasiswa tersebut menggugat karena pemecatan dilakukan tanpa mekanisme dan prosedur yang ada.

"Sampai sekarang mekanisme tidak pernah dijalankan. Mereka tidak pernah dipanggil untuk ditanyai mengenai apa yang sudah dilakukan," kata M. Fadly.

Ketika ditanya mengapa para mahasiswa tersebut tidak pindah saja ke universitas lain, M. Fadly mengatakan mereka sedang memperjuangkan prinsip hukum.

"Selain ada kepentingan hukum yang diperjuangkan, mereka juga tidak bisa pindah ke universitas lain karena mereka di pecat sebagai mahasiswa," kata M.Fadly lagi.

Menurut Fadly, mahasiswa dari universitas lain yang ikut dalam unjuk rasa damai tersebut tidak mendapat tindakan apapun dari perguruan tinggi mereka.

Salah seorang yang ditahan, Asri Abukhair dari Universitas Muhammadiyah, memang pernah mendapat peringatan dari Dekan jika dia akan dipecat bila ikut demo, namun tidak ada tindakan yang dilakukan terhadapnya.

Ilustrasi: Massa demonstran saat merangsak ke halaman DPRD Mimika, Papua, Rabu (21/8/2019). (foto tidak ada kaitannya dengan berita yang ditayangkan). (KOMPAS.com/ IRSUL PANCA ADITRA)

Mahasiswa Juga Dikenai Tuduhan Makar

Selain diberhentikan dari Universitas Khairun, salah seorang mahasiswa, Arbi M.Nur juga dikenai tuduhan makar dan penghasutan oleh polisi Ternate lewat surat yang dikeluarkan tanggal 13 Juli 2020.

Arbi menghadapi kemungkinan hukuman maksimal 20 tahun penjara bila dinyatakan terbukti bersalah melakukan makar dan enam tahun penjara karena delik penghasutan.

Kelompok HAM Human Rights Watch mengatakan polisi harus mencabut tuduhan terhadap Arbi Nur.

"Dia tidak melakukan kesalahan apapun saat menyampaikan dengan damai tuntutan bagi pembebasan tahanan politik dan hak menentukan nasib sendiri di Papua," kata Andreas Harsono, peneliti senior HRW di Indonesia.

Keempat mahasiswa tersebut saat ini sedang berada di Ambon, yang berlokasi 600 kilometer dari Ternate untuk kasus gugatan di PTUN.

Halaman
123

Berita Terkini