Selain itu alat ini juga dianggap aman bagi pasien dan tenaga medis karena dosis radiasi dibuat serendah mungkin.
"Alat ini dikontrol dengan komputer, lalu sinar X memancarkan ke tubuh pasien, terusan radiasi ditangkap detektor dan dihubungkan ke layar monitor, lalu diolah radiografer diberikan ke tenaga fisika medik. Setelah itu akan transfer ke dokter secara digital sesuai permintaan," bebernya.
Keunggulan lainya, alat radiografi digital ini bisa terhubung dengan big data selama rumah sakit atau puskesmas memiliki akses internet.
"Bisa mengecek data hasil radiografi pasien dari jarak jauh bila terhubung dengan sistem kesehatan di setiap pusat layanan kesehatan," sebutnya.
Bayu menuturkan, meski teknologi bisa mendeteksi tingkat akurasi Covid-19, tapi tidak semua rumah sakit memiliki teknologi ini.
Menurut dia, dari sekitar 3.000 rumah sakit di Indonesia hanya rumah sakit tipe A yang mendapat bantuan alat ini dari pemerintah.
"Hanya rumah sakit tipe A diberi alat radiografi digital. Sedangkan yang lain tidak ada. Bisa diprediksi alat radiografi digital sangat sedikit. Sehingga menjadi motivasi besar saya sejak lama melakukan riset alat radiografi digital dengan harga bisa dijangkau," urainya.
Bayu meyakinkan harga alat radiografi buatannya jauh lebih lebih murah dari alat yang sama buatan luar negeri yang diimpor.
"Impian saya, kita bangga dengan produk inovasi kita sendiri, bayangkan 9.000 puskesmas bisa memilikinya karena harganya terjangkau," ungkapnya. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Dosen UGM Kembangkan Alat Deteksi Covid-19, Signifikansinya Sampai 95 Persen",