Berdasarkan pengamatan Tribunjogja.com dari dua rekaman video VolcanoYT berdurasi 5,02 menit dan 57 detik, semburan material Merapi terlihat menyeramkan.
Tanpa didahului kepulan asap yang menyolok, semburan kuat datang dari tengah kawah baru pascaerupsi 2010.
Warnanya menyala merah, melontarkan lava pijar bersamaan ke sisi timur, menabrak dinding kawah.
Lava pijar juga menyembur ke arah barat, melompati dinding kawah.
Lava pijar itu terlempar dan jatuh menyusuri lereng puncak.
Kolom api raksasa bercampur debu vulkanik menciptakan kolom letusan ke udara.
Kilatan listrik muncul beberapa kali di tengah bubungan material vulkanik yang bergulung-gulung berwarna abu-abu tua.
Hujan batu atau “lava bomb” berukuran cukup besar paling dominan tampak di lereng barat Merapi, dilihat dari titik-titik jatuhannya yang terlihat di rekaman video.
Mantan Kepala BPPTK Yogyakarta (sebelum berubah nama jadi BPPTKG Yogyakarta), Drs Subandrio MSi kepada Tribunjogja.com, menilai letusan Merapi 13 Februari 2020 tidak berbeda dengan letusan-letusan sebelumnya.
“Terutama sejak Mei 2018 yang mengawali siklus Merapi pascaletusan 2010,” kata Pak Ban, sapaan akrab Subandrio.
“Energinya tidak lebih kuat, terbukti kolom letusannya hanya 2 kilometer dari puncak. Sementara sebelumnya mencapai 5-6 kilometer,” lanjutnya.
Terkait dugaan semburan api dari beberapa titik, Subandrio mengakui kemungkinan pusat erupsinya tidak di tengah kubah.
“Mungkin dari tepi kubah lava, mengingat volume kubah lava sudah cukup besar, dan mengalami pendinginan sehingga rigid dan solid,” ujar Subandrio.
Pria ini mengepalai BPPTK Yogyakarta selama beberapa tahun sejak sebelum erupsi 2010.
Ia bahkan bertugas di Yogyakarta sejak jauh sebelumnya, dan sangat mengenal karakter dan perilaku gunung ini.