Sejarah Perang Teluk

Sejarah Perang Teluk, Dari Perang Iran Vs Saddam Husein Hingga Invasi Amerika ke Irak

Penulis: Rizali Posumah
Editor: Rizali Posumah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi.

TRIBUNMANADO.CO.ID - Komitmen Iran untuk membalas kematian Jenderal Qassem Soleimani dieksekusi, Rabu (8/1/2020).

Iran menghujani dua basis Militer Amerika Serikat di Irak dengan rudal. 

Pentagon menyebut, Iran menembakkan lebih dari 5 rudal yang menargetkan pangkalan AS di al-Assad dan Erbil.

Setelah penyerangan tersebut, Iran mengklaim sekitar 80 tentara Amerika Serikat tewas.

Salah satu sumber Korps Pengawal Revolusi Iran (IRGC) mengklaim serangan tersebut menewaskan 80 tentara AS dan 200 lainnya terluka.

Sementara dari pihak Amerika, belum ada laporan resmi.

Iran menegaskan, apabila Amerika membalas lagi apa yang dilakukan Iran, maka mereka akan menyerang Israel dan Uni Emirat Arab.

Bila Amerika membalas serangan Iran, tidak menutup kemungkinan perang fisik ini akan berlangsung lama dan melibatkan banyak negara, potensi Perang Teluk yang ke-4 bakal terjadi lagi. 

Sejarah Perang Teluk

Perang Teluk adalah perang yang terjadi di kawasan persia karena perselisihan antar negara-negara di kawasan tersebut, yang pada akhirnya melibatkan keberadaan Amerika di sana. 

Perang Teluk 1 terjadi antara Irak dan Iran pada tahun 1980-1988. Kemudian berlanjut ke invasi yang dilakukan Irak pada Kuwait pada tahun 1990 yang dikenal sebagai Perang Teluk 2.

Perang selanjutnya pecah dan dinamakan Perang Teluk 3, namun kali ini melibatkan Amerika dan Irak. 

Amerika memulai serangan ke Irak pada tahun tahun 2003. Perang ini dianggap berakhir pada tahun 2011 dan dikenal juga dengan istilah Pendudukan Irak atau oleh Amerika Serikat, sebagai Operasi Pembebasan Irak.

Perang Teluk 1: Irak Vs Iran

Dikenal juga dengan Perang Irak-Iran. Perang Teluk 1 penyebabnya adalah perebutan hegemoni sebagai penguasa di kawasan Teluk Persia.

Irak, yang saat itu dipimpin oleh Saddam Husein juga berambisi untuk menguasai Shatt Al Arab, sebuah jalur perairan strategis yang memisahkan Iran-Irak menuju teluk Persia.

Jalur itu adalah jalur ekspor minyak kedua negara. Perang Iran-Irak juga lebih diperpanas dengan adanya revolusi Islam di Iran pada Januari 1979.

Revolusi Islam tersebut berhasil menjatuhkan rezim Shah Iran (Shah Reza Pahlevi) yang didukung Amerika Serikat. Tonggak penguasa selanjutnya dipegang kaum ulama yang dipimpin Ayatollah Khomeini.

Perang pertama kali pecah dengan peledakan bom di Universitas Mustansiriyah Baghdad pada tanggal 1 April 1980.

Kala itu tengah ada acara mahasiswa se Asia untuk menghadiri Konferensi Ekonomi Internasional.

Kegiatan mengalami kegagalan dan dijadikan sebuah alasan oleh pihak Irak sebagai tantangan untuk perang.

Pada tanggal 4 September 1980, Iran melancarkan serangannya ke perbatasan Irak. 

Irak tak tinggal diam, mereka mencoba membalas dengan menyerang Iran pada tanggal 22 September 1980.

Perang ini berlangsung selama 8 tahun dan berakhir pada tahun 1988. Pihak Barat turut terlibat dalam perang ini dengan memberikan suplai peralatan militer dan dana.

Perang teluk pertama, tidak memiliki pemenang. Namun akibatnya, jumlah korban hampir menyamai korban perang dunia I dan ekonomi kedua negara menjadi hancur.

Perang diakhiri dengan gencatan senjata pada tanggal 20 Agustus 1988.

Perang Teluk 2: Invasi Irak ke Kuwait

Perang ini tidak seperti Perang Teluk 1 yang memakan waktu cukup lama, Perang Teluk 2 hanya berlangsu selama 7 bulan.

Berawal dari kondisi ekonomi Irak yang cukup merosot setelah Perang Teluk 1.

Irak sangat membutuhkan petro dolar sebagai pemasukan ekonominya sementara rendahnya harga petro dolar akibat kelebihan produksi minyak oleh Kuwait serta Uni Emirat Arab yang dianggap Saddam Hussein sebagai perang ekonomi.

Hubungan kedua negara semakin tegang setelah Saddam juga menuduh Kuwait mencuri minyak Irak dengan metode pengeboran miring (slant drilling). Asalnya dikatakan dari teritori Kuwait tembus hingga ke ladang minyak Irak di wilayah Rumala.

Irak juga terjerat utang luar negeri dengan beberapa negara, termasuk Kuwait dan Arab Saudi.

Irak berusaha meyakinkan kedua negara tersebut untuk menghapuskan utangnya, tetapi ditolak.

Selain itu, Irak mengangkat masalah perselisihan perbatasan akibat warisan Inggris dalam pembagian kekuasaan setelah jatuhnya pemerintahan Usmaniyah Turki.

Tengah malam tanggal 2 Agustus 1990 Irak secara resmi menginvasi Kuwait, dengan membombardir ibu kota Kuwait City dari udara.

Meskipun Angkatan Bersenjata Kuwait, baik kekuatan darat maupun udara berusaha mempertahankan negara, mereka dengan cepat kewalahan.

Namun, mereka berhasil memperlambat gerak Irak untuk memaksa keluarga kerajaan Kuwait untuk meloloskan diri ke Arab Saudi, beserta sebagian besar tentara yang masih tersisa. Akibat invasi ini, Kuwait meminta bantuan Amerika Serikat tanggal 7 Agustus 1990.

Sebelumnya Dewan Keamanan PBB menjatuhkan embargo ekonomi pada 6 Agustus 1990.

Amerika Serikat mengirimkan bantuan pasukannya ke Arab Saudi yang disusul negara-negara lain baik negara-negara Arab Afrika Utara hingga kemudian di susul Eropa.

Pasukan gabungan dipimpin Amerika Serikat dan didukung Kuwait, Inggris, Arab Saudi, Mesir, dan Perancis. Mereka diterjunkan dalam Operasi Penyelamatan Gurun selama beberapa bulan.

Pada 17 Januari 1991 serangan gelombang kedua dikerahkan dengan nama Operasi Badai Gurun. Operasi ini tercatat sebagai serangan udara dengan durasi terpanjang dalam sejarah pertempuran angkasa.

Irak awalnya bisa bertahan. Lama kelamaan tenaga mereka menipis. Serangan misil ke Israel dan Arab Saudi tidak menimbulkan efek yang signifikan.

Pada tanggal 27 Februari 1991 pasukan Koalisi berhasil membebaskan Kuwait dan Presiden Bush menyatakan perang selesai.

Pada 28 Februari 1991 kekuatan militer mereka sudah benar-benar hampir habis, sehingga Saddam menyetujui gencatan senjatan.

Perang Teluk 3: Invasi Amerika ke Irak.

Dimulai dengan invasi Amerika ke Irak pada tahun 2003. Operasi ini dilakukan oleh koalisi pimpinan Amerika Serikat dan Britania Raya.

Serangan ke Irak mengakibatkan berlanjutnya peperangan antara para pemberontak dengan pasukan koalisi. 

Tentara Baru Irak lalu dibentuk untuk menggantikan tentara lama Irak setelah dibubarkan oleh koalisi, dan diharapkan tentara baru ini akan mengambil alih tugas-tugas koalisi setelah mereka pergi dari Irak.

Sebelum invansi dilaksanakan, pemerintah Amerika Serikat dan Britania Raya menuduh Irak sedang berusaha membuat senjata pemusnah massal yang mengancam kemanan nasional mereka, koalisi, dan sekutu regional.

Pada tahun 2002, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi 1441 yang mewajibkan Irak untuk bekerjasama sepenuhnya dengan inspektur senjata PBB guna membuktikan bahwa Irak tidak berada dalam suatu usaha membuat senjata pemusnah massal. 

Hans Blix, pemimpin dari tim inspeksi senjata yang dikirim, mengatakan bahwa tidak ditemukan senjata pemusnah massal dan Irak telah bekerja sama dengan aktif, akan tetapi, di bawah ketentuan-ketentuan tertentu dan penundaan-penundaan.

Pada tanggal 15 Desember 2011, Perang Irak dinyatakan berakhir, ditandai dengan pernyataan penutupan misi militer pasukan Amerika Serikat di Irak oleh Menteri Pertahanan Amerika Serikat Leon Panetta.

Namun setelahnya, grup-grup perlawanan bersenjata muncul di Irak, termasuk ISIS dan Al-Qaedah.

Dan meski saat ini ISIS serta kelompok-kelomnpoknya telah berakhir di Irak, namun hingga kini, Irak masih terus dihancurkan oleh perang yang entah kapan selesainya. 

Serangan rudal yang dilancarkan Iran ke Pangkalan Militer Amerika di Irak, sekaligus juga membuka ke babak Perang Teluk yang ke-4, andai serangan ini direspon serius oleh Amerika. (*)

Presiden Ukraina Minta Publik Tak Berspekulasi: 176 Penumpang Pesawat Jatuh Tebakar di Iran

Berita Terkini