Perpanjangan Izin SKT FPI

FPI Ingin Indonesia buat Mata Uang Bersama Negara-negara Islam, Sambut Imam Mahdi

Editor: Aswin_Lumintang
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pimpinan Front Pembela Islam Rizieq Shihab berbuka puasa bersama Zakir Naik di kediaman Syekh Kholid Al Hamudi di Arab Saudi pada Selasa (13/6/2017)

TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Sikap Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian yang tetap teguh tidak mengeluarkan perpanjangan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) terhadap Ormas Front Pembela Islam (FPI), dinilai akan menyulitkan kelangsungan FPI ke depan.

Pasalnya, syarat negara memberikan bantuan dana ke FPI adanya pengakuan negara terhadap ormas FPI berupa diperpanjangannya SKT.

Menag Fachrul Razi, Menko Polhukam Mahfud MD, dan Mendagri Tito Karnavian membahas perpanjangan SKT FPI dalam rapat terbatas di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Rabu (27/11/2019). (Tribunnews.com/Rizal Bomantama)

Kuasa Hukum Front Pembela Islam (FPI), Ali Abu Bakar Alatas menjelaskan maksud kata khilafah dalam AD/ART FPI.

Penjelasan tersebut disampaikan Abu Bakar Alatas dalam acara Sapa Indonesia Malam yang kemudian diunggah oleh kanal YouTube KompasTV, Senin (2/12/2019).

Menurut Ali Abu Bakar Alatas makna dari kata khilafah dalam AD/ART FPI adalah mendorong negara-negara Islam untuk memperkuat kerjasama di bidang keuangan.

"Contoh supaya negara Islam ini bikin mata uang bersama, terus bikin pasar bersama, bikin pakta pertahanan bersama, bikin kurikulum pendidikan bersama," jelas Ali Abu Bakar Alatas.

Kuasa Hukum FPI Ali Abu Bakar Alatas di acara Sapa Indonesia Malam, KompasTV.
Dengan kata lain, kerjasama multilateral antar negara-negara Islam dengan asas Pancasila.

"Sebagaimana Uni Eropa," terangnya.

Desa Solimandungan Gelar Sosialisasi Perlindungan Anak

PERINGATAN DINI BMKG 3-4 Desember: Badai Kammuri, Waspadai Gelombang Tinggi hingga 6 Meter

Pemain Berdarah Batak Jadi Andalan di Klub Baru Kasta Tertinggi Liga Italia, Mirip Cristiano Ronaldo

Ali Abu Bakar Alatas mengakui memang dalam AD/ART FPI terdapat kata khilafah.

Menurutnya kata khilafah sering kali disalahpahami maknanya.

Seolah-olah khilafah ini hanya satu kelompok, hanya satu pemikiran, padahal Menurut Ali Abu Bakar Alatas khilafah ini mempunyai banyak dinamika dan kajian yang luar biasa banyak.

"Cuma memang yang disalahpahami adalah seolah-olah khilafah ini hanya satu kelompok, hanya satu pemikiran, padahal dinamikanya banyak, kajiannya luar biasa banyak," jelasnya.

Lebih lanjut, Ali Abu Bakar Alatas menjelaskan bahwa asal mula kata khilafah adalah dari keyakinan umat Islam mengenai kedatangan Imam Mahdi yang akan datang pada akhir jaman.

"Nah kemudian untuk menyambut kedatangan Imam Mahdi itu, kita berpikir apa yang kita bisa kita berikan terus tidak bertentangan secara konstitusional juga tidak bertentangan dengan realita yang ada," terangnya.

Alasan tersbeut menjadi latar belakang FPI dalam membuat AD/ART yang satu di antara terkandung kata khilafah.

Soal Perpanjangan Izin FPI, M Qodari Sebut Tito Karnavian & Fachrul Razi Melihat Obyek yang Berbeda

Rencana Perpanjangan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) Front Pembela Islam (FPI) menuai kontroversi dari banyak pihak.

Pengamat politik M. Qodari saat menjadi narasumber di ILC. (Youtube Indonesia Lawyers Club)

Satu di antara yang berkomentar terkait perpanjangan izin FPI adalah Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari.

Tanggapan M Qodari disampaikan dalam acara Rosi yang kemudian diunggah oleh kanal YouTube Kompas TV, Kamis (28/11/2019).

402 Kontingen Minahasa Siap Berlaga di Porprov 2019

Pria Ini Main Games Selama 572 Jam, Sehari Tidur hanya 3 Jam

Soal perpanjangan FPI, M Qodari menyoroti tiga hal, pertama soal pengeluaran izin yang hanya bisa dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian.

"Pertama yang mengeluarkan izin ormas itu setahu saya mendagri ya bukan menteri agama jadi memang finalnya ada di Mendagri, itu pertama," ujar M Qodari.

Kedua, soal peran rekomendasi dari menteri agama dan pengaruh terhadap keputusan dari Mendagri.

"Yang kedua, saya tidak tahu seberapa jauh peran rekomendasi ini, wajib atau tidak dan apa pengaruhnya terhadap keputusan dari Mendagri," jelas M Qodari.

Yang ketiga, M Qodari menilai ada perbedaan soal obyek antara Mendagri Tito Karnavian dan Menteri Agama Fachrul Razi.

Menteri Agama Fachrul Razi memberikan ceramah di Masjid Istiqlal, Jumat (01/11/19) (Istimewa/ via Warta Kota)

"Yang ketiga, saya melihatnya memang ini sebetulnya bukan membicarakan barang yang sama," terang M Qodari.

Dalam rekomendasinya, Menteri Agama Fachrul Razi membicarakan mengenai ikrar kesetiaan FPI kepada NKRI.

"Kalau menteri agama membicarakan mengenai ikrar kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan surat itu juga sudah diterima oleh Mendagri," jelas M Qodari.

Tetapi yang dianalisa oleh Mendagri Tito Karnavian adalah soal AD/ART nya.

Jokowi Panggil 12 Staf Khusus ke Istana, Mulai Bagi-bagikan Tugas

Rocky Gerung Nilai FPI Sudah Berubah, Guntur Romli: FPI Gerakan Politik yang Pakai Baju Agama

Pria Ini Main Games Selama 572 Jam, Sehari Tidur hanya 3 Jam

"Tetapi yang dianalisa oleh Mendagri, AD/ART, jadi barangkali Mendagri berharap atau meminta agar AD/ART ini direvisi agar betul-betul inline dengan ikrar tadi, kan kita mendengar waktu pak mendagri membacakan ada kata 'khilafah islamiyah' nah ini bagaimana relasinya dengan ikrar kepada NKRI," ungkap M Qodari.

Saat disinggung mengapa ada perbedaan tersebut, M Qodari menjelaskan bahwa memang dalam hal ini yang melihat persoalan secara komprehensif adalah Mendagri selaku pemberi izin.

"Buat saya yang melihat persoalan ini secara komprehensif adalah Mendagri karena dia mengeluarkan perizinan," jelas M Qodari.

(Tribunnews.com/Nanda Lusiana Saputri)

Berita Terkini