Berita Bolsel

Prof H Supandi Resmi Dikukuhkan Jadi Guru Besar Tidak Tetap

Penulis: Nielton Durado
Editor: Alexander Pattyranie
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Prof H Supandi Resmi Dikukuhkan Jadi Guru Besar Tidak Tetap

Oleh karena itu, menegakkan hukum hanya sekedar menerapkan bunyi undang-undang (UU) saja tidak cukup.

Teks hukum itu harus dimaknai sesuai konteks dan kontekstualisasinya agar relevan dengan kebutuhan hukum masyarakat.

Dalam konteks ini, pendekatan hukum progresif sangat relevan diterapkan dalam penyelesaian sengketa.

Ketiga, Era Revolusi Industri 4.0 membawa konsekuensi pada pelayanan publik di bidang administrasi negara melalui pemerintahan yang berbasis teknologi informasi (e-Government).

Merespons perkembangan tersebut, Peratun sebagai salah satu lingkungan Peradilan di bawah Mahkamah Agung (MA) telah menerapkan sistem peradilan elektronik (e-Court).

Semangat diterapkannya e-Court ini adalah agar akses terhadap keadilan (access to justice) menjadi semakin luas dan prinsip peradilan yang cepat (speedy trial) menjadi semakin efektif dan efisien.

Modernisasi peradilan juga mengubah
pola pikir dan budaya kerja aparatur peradilan, sehingga berdampak positif pada peningkatan produktivitas penyelesaian perkara.

Keempat, Penerapan e-Court yang terus berkembang pada setiap tahap proses peradilan, akan berdampak pada semakin berkurangnya penggunaan kertas.

Kita telah memulai budaya baru yang disebut paperless culture, sebagai upaya untuk menjaga lingkungan secara berkelanjutan demi masa depan bumi yang lebih baik.

Hal ini berdampak pada pelestarian lingkungan sekaligus menunjukan peradaban baru yakni komitmen bersama dunia pengadilan terhadap pelestarian alam.

Melalui langkah sederhana dengan meminimalisasi penggunaan kertas oleh lembaga pengadilan di Indonesia, akan melahirkan pengadilan yang ramah lingkungan (eco-court).

Kelima, Dalam praktik ditemukan perbedaan persepsi (meeting of mind) diantara hakim Peratun dalam menyikapi kedudukan bukti elektronik dan tata cara pembuktiannya dalam persidangan.

Karena UU Peratun tidak mengatur secara tegas mengenai kedua hal tersebut, meskipun dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU AP) dan UU sektoral lain memungkinkan adanya bukti elektronik.

Bertolak dari uraian di atas, diharapkan, Pertama, ada harmonisasi UU Peratun dengan UU AP dan UU sektoral lain yang terkait.

Kedua, ada sinergitas antara lembaga yudisial dengan perguruan tinggi untuk mengkaji putusan-putusan dari sudut pandang akademis.

Halaman
123

Berita Terkini