TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO – Sejak berdiri 2002 atau 17 tahun lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selalu mampu membuktikan terdakwa yang mereka seret ke meja hijau dinyatakan bersalah oleh hakim.
• Bayi Amora Terjebak Api dalam Kamar
Pegiat antikorupsi mengklaim dengan sebutan 100 percent conviction rate. Namun catatan ‘bersih’ komisi antirasuah kembali ternoda kasus yang menjerat mantan Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Tbk Sofyan Basir. Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan Sofyan tidak terbukti bersalah dalam kasus dugaan suap PLTU Riau-1, Senin (4/11/2019).
Berdasarkan catatan Tribun Manado, lembaga antirasuah ini telah 4 kali kalah di pengadilan hingga Mahkamah Agung dan 6 kali kalah pada tahapan praperadilan (lihat grafis). Jejak ‘merah’ KPK sejak 2015-2017, KPK setidaknya sudah enam kali mengalami kekalahan praperadilan, di antaranya Budi Gunawan (2015), Hadi Poernomo (2015), Ilham Arief Sirajuddin (2015), Marthen Dira Tome (2016) dan Taufiqurrahman (2017).
Ragam alasan pengadilan untuk mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan tersangka korupsi KPK. Mulai dari alat bukti yang dianggap tidak sah, status tersangka saat melakukan tindak pidana korupsi di luar objek KPK, hingga penetapan tersangka di awal penyidikan.
Pengamat pemerintahan dari Universitas Sam Ratulangi Alfons Kimbal mengatakan, divonis bebas hak warga Indonesia, apalagi sudah melewati prosedur hukum. Dia dinyatakan tidak bersalah atas tunduhan tersebut. "Kita harus menghormati keputusan pengadilan yang menyatakan dia bebas," ujar Alfons. Ia menambahkan, terkait menjabat kembali jabatan mantan Dirut PLN tergantung BUMN itu. Karena dia secara hukum dinyatakan tidak bersalah atas semua tuduhan.
• Congrats, Cinta Laura Sabet Best Female Actress, Raih Penghargaan Internasional Bergengsi di OLFAF
Pakar tindak pidana pencucian uang dari Universitas Trisakti Yenti Garnasih menyarankan KPK melakukan evaluasi terhadap dakwaan Sofyan Basir. Hal tersebut penting, sebelum KPK memutuskan untuk mengajukan kasasi atas vonis bebas Sofyan. "Tentu pertanyaan evaluasinya, unsur mana yang tidak terbukti? Bagaimana alat bukti yang dikumpulkan KPK? Hal ini juga untuk evaluasi KPK," ujar mantan Ketua Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel Capim KPK) ini, Senin (4/11/2019).
Ia meminta KPK lebih fokus kepada bukti-bukti terkait pasal yang didakwakan dan dinilai majelis hakim tidak terbukti. Selain itu, KPK harus mempelajari pertimbangan hakim yang menyatakan bahwa unsur pasal 12 huruf a tidak terbukti. "Yang pasti bukti-bukti yang terkait pasal yang didakwakan. Dan pelajari pertimbangan hakim yang menyatakan bahwa unsur pasal 12 huruf a tidak terbukti," jelasnya.
Hal senada juga disampaikan Ketua Pusat Kajian Antikorupsi (PUSAKA) Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah, Pujiyono. "Dalam hal putusan bebas, jaksa bisa melakukan upaya hukum kasasi," ujar pegiat antikorupsi ini. Pujiyono pun memberikan catatan penting untuk KPK yang kalah dalam perkara ini dan akan ajukan kasasi. Menurut dia, KPK harus lebih teliti dan memperkuat pembuktian atas dakwaan yang diajukan di pengadilan. "Ke depan KPK harus lebih hati-hati, cermat dan teliti," jelasnya.
Bercermin pada vonis bebas Sofyan Basir, ia meminta KPK untuk tidak terlalu memaksakan untuk mengajukan perkara ke pengadilan jika memang buktinya tidak memadai. Hal ini kata dia, senada dengan ketentuan Undang-undang KPK hasil revisi. "Dengan ketentuan UU KPK yang baru jika setelah dilakukan penyidikan dengan menetapka tersangka ternyata buktinya tidak memadai harus menghentikan perkara. Jangan dipaksakan diajukan ke pengadilan," katanya.
Data 2004-2019 dari KPK, sebanyak 65 persen tindak pidana korupsi merupakan kasus penyuapan. Sebanyak 661 kasus atau 65 persen dari 1.007 tindak pidana korupsi yang ditangani KPK merupakan kasus penyuapan. Berdasarkan data dari komisi antirasuah, pada 2018 terdapat 168 kasus penyuapan dan merupakan yang terbesar dibanding tahun-tahun sebelumnya. Kemudian, dalam enam bulan pertama 2019 telah terjadi 97 kasus penyuapan atau lebih dari separuh kasus serupa pada tahun lalu.
• Iwan Bule Ungkap Bahwa Seumur Hidupnya, Baru Presiden Jokowi yang Mengeluarkan Inpres soal Sepakbola
Meskipun telah banyak pelaku tindak pidana korupsi yang tertangkap KPK dan menjalani hukuman, namun belum membuat jera para pejabat negara maupun pihak swasta untuk tidak merugikan keuangan negara. Bahkan jumlah tindak pidana korupsi trennya justru semakin bertambah banyak. Pada 2018 terdapat 199 kasus tindak pidana korupsi, sementara sepanjang Januari-Juni tahun ini telah terjadi 120 kasus atau lebih dari separuh total korupsi tahun lalu.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan, meski dinyatakan tak bersalah, Sofyan tak bisa serta merta menjabat lagi menjadi orang nomor satu di PLN. “Sedangkan pertanyaan mengenai apakah Pak Sofyan akan kembali memimpin PLN, hal ini tergantung kepada keputusan TPA (Tim Penilai Akhir), karena Penentuan Direksi PLN harus melalui TPA,” ujar Erick dalam keterangan tertulisnya, Senin (4/11/2019).
Erick mengaku menghormati keputusan hukum yang menyatakan Sofyan tak bersalah dalam kasus tersebut. “Kita semua menghormati proses hukum juga hasil dari setiap persidangan bahwa Pak Sofyan Basyir dibebaskan dari berbagai tuduhan, dengan ini, tentunya nama Pak Sofyan terehabilitasi dengan sendirinya,” kata Erick.
Sebelumnya, Sofyan dituntut jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK), yakni 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Namun, majelis hakim menganggap Sofyan tidak terbukti melakukan pembantuan atas transaksi suap terkait proyek PLTU Riau-1 tersebut. "Mengadili, satu, menyatakan terdakwa Sofyan Basir tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana didakwaan penuntut umum dalam dakwaan pertama dan kedua," kata hakim Hariono saat membaca amar putusan.
Majelis hakim berpendapat bahwa Sofyan tidak terbukti memenuhi unsur pembantuan memberi kesempatan, sarana dan keterangan kepada mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo dalam mendapatkan keinginan mereka mempercepat proses kesepakatan proyek Independent Power Producer (IPP) PLTU Riau 1.
Majelis juga berpendapat Sofyan sama sekali tidak mengetahui adanya rencana pembagian fee yang dilakukan oleh Kotjo terhadap Eni dan pihak lain. Menurut majelis, upaya percepatan proyek PLTU Riau-1 murni sesuai aturan dan bagian dari rencana program listrik nasional. Sofyan juga diyakini bergerak tanpa adanya arahan dari Eni.
Keluarganya Menangis
Pengunjung ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat bersorak saat Ketua Majelis Hakim Hariono menyatakan mantan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir bebas, Senin (4/11). Majelis hakim menyatakan Sofyan Basir tidak terbukti bersalah dalam kasus dugaan suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Riau-1.
Para pengunjung yang adalah sanak keluarga dan rekan kerja Sofyan Basir di PT PLN tidak kuasa membendung air matanya, laki-laki maupun perempuan. Mereka saling berpelukan bahkan sebelum Ketua Majelis Hakim Hariono menyelesaikan putusannya.
"Alhamdulillah! Alhamdulillah," seru mereka menyambut putusan hakim.
Saking gaduhnya suasana saat itu, majelis hakim meminta para pengunjung untuk tenang. Hakim tetap meneruskan membaca putusan meski pengunjung tidak kunjung tenang.
"Menyatakan Saudara Sofyan Basir tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan. Membebaskan Sofyan Basir dari segala dakwaan," ujar Ketua Majelis Hakim Hariono.
Sofyan Basir sempat bingung ketika ditanya oleh Hariono terkait tanggapannya atas putusan yang telah dibacakan oleh majelis hakim. Sofyan tampak termenung sesaat sebelum dia berkata kepada majelis hakim menyerahkan jawaban ke tim kuasa hukumnya.
"Semua saya serahkan ke kuasa hukum saya, Yang Mulia," kata Sofyan.
Hariono mengatakan pertanyaan itu ditujukan kepada dia. Sofyan kemudian beranjak dari kursi terdakwa menuju kuasa hukumnya. Setelah berdiskusi, Sofyan menyatakan menerima putusan majelis hakim.
"Karena putusannya bebas, saya terima Yang Mulia," ujar Sofyan dalam suara yang bergetar.
Hariono kemudian bertanya kepada jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi soal putusan itu. Jaksa penuntut umum KPK menyatakan mengambil pilihan berpikir selama tujuh hari. Mereka juag meminta salinan petikan putusan tersebut agar bisa segera membebaskan Sofyan dari tahanan.
Setelah Hariono menutup sidang, Sofyan maju ke meja majelis hakim untuk bersalaman. Dia terlihat sempat tersandung ketika maju. Dia juga sempat menyalami JPU KPK.
Air matanya pecah ketika dia menyalami tim kuasa hukumnya satu per satu. Wajahnya tampak memerah. Dia kemudian keluar arena persidangan untuk menyalami semua pendukungnya. Sofyan menangis terisak ketika memeluk keluarga, kerabat dan rekan kerjanya satu per satu.
Sofyan Basir mengaku merasa bersyukur atas putusan pengadilan. Dia mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dia.
"Saya bersyukur Allah kasih yang terbaik buat saya hari ini, bebas. Kita bisa mulai kerja, bebas di luar, yang terbaik untuk semua masyarakat," kata Sofyan setelah sidang.
Soesilo Aribowo, kuasa hukum Sofyan Basir, mengatakan pasal pembantuan tindak pidana korupsi yang didakwakan kepada kliennya tidak terbukti di persidangan. Oleh karena itu dia mengatakan vonis bebas yang dijatuhkan majelis hakim sesuai dengan fakta persidangan.
"Bisa dilihat memang fakta-fakta persidangan tidak mendukung pasal 56 pembantuan itu, tidak terbukti. Itu yang perlu digarisbawahi. Memang berdasarkan fakta sesuai dengan putusan itu. Ketika tindak pidana terjadi atau sebelum, nah ini kita lihat sama-sama ketika suap itu terjadi Sofyan Basir tidak tahu," kata Soesilo usai sidang.
Pada surat dakwaan, JPU pada KPK menyebut Sofyan Basir mengatur pertemuan untuk membahas permufakatan jahat suap kontrak kerjasama proyek PLTU Riau-1.
Sofyan Basir mengatur pertemuan antara Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham dan pemegang saham Blackgold Natural Resource Johannes Budisutrisno Kotjo dengan direksi PT PLN.
Sofyan memfasilitasi pertemuan untuk mempercepat proses kesepakatan proyek Independen Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-1 antara PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi dengan BNR dan China Huadian Engineering Company Limited.
JPU pada KPK menyebut Sofyan mengetahui Eni dan Idrus akan mendapatkan sejumlah uang atau fee sebagai imbalan dari Kotjo yang seluruhnya bernilai Rp 4,75 miliar. Atas perbuatan itu, JPU pada KPK mendakwa Sofyan Basir.
Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi Ronald Worotikan mengaku kaget terhadap putusan majelis hakim tindak pidana korupsi. Ronald membantah putusan tersebut keluar karena dakwaan JPU pada KPK yang lemah. Menurut Ronald dakwaan tersebut telah dibuat sesuai dengan proses penyidikan yang dijalankan.
"Secara psikologis kami memang sedikit kaget terhadap putusan itu, tapi tentu sebagai sebagai penuntut umum kami menghormati putusan hakim dan tentu kami akan mempelajari lagi pertimbangan-pertimbangan itu untuk menentukan langkah selanjutnya," kata Ronald.
Terkait proses perkara kasus PLTU Riau-1 terhadap terdakwa lain, Ronald Worotikan mengatakan proses tidak akan berhenti meski hakim memvonis bebas Sofyan Basir. "Soal berhenti atau tidaknya penyidikan kasus PLTU Riau-1 itu nanti karena dari putusan ini kami akan mempelajari dulu pertimbangan-pertimbangannya. Perkara ini hanya terkait Pak Sofyan Basir. Kalau ada perkara lain yang tidak berkaitan dengan Sofyan Basir, itu tetap berjalan," kata Ronald.
Indikasi Melemahkan KPK
Rodrigo Elias, Pengamat Hukum dari Unsrat menilai, keputusan bebas oleh majelis hakim terhadap mantan Dirut PLN Sofyan Basir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (4/11/2019), dapat diartikan KPK lemah. Keputusan bebas, terdakwa kasus dugaan pembantuan transaksi suap proyek pembangunan PLTU Riau-1, melemakan KPK.
Semua tindak pidana korupsi yang ditangani KPK, selama ini, hampir tidak ada yang bebas atau terdakwa mendapat hukuman. Karena dalam mencari bukti, KPK mempunyai kajian khusus cukup lama. Saya kaget, jika KPK kalah di persidangan ini.
Proses divonis bebas oleh majelis hakim melalui persidangan. Di mana dalam persidangan terungkap kebenaran materil. Walaupun polisi dan jaksa sudah membuat tuntutan, namun dalam persidangan tidak dapat menyakinkan hakim terkait kasus tersebut.
Apalagi Sofyan dinyatakan bebas murni, itu tandanya tidak ada unsur terpenuhi dalam persidangan. Revisi UU KPK juga ke depan dapat melemahkan karena adanya Dewan Pengawas, daluwarsa dan surat pemberitahuan pemberhentian penyidikan (SP3). Jika hal ini terjadi pasti masih ada (terdakwa) kasus korupsi bakal bebas. (Tribun Network/git/kps/ven)