TRIBUNMANADO.CO.IDÂ - Provinsi Sulawesi Utara pada bulan Oktober 2019 mencatatkan inflasi sebesar 1,22% (month to month/mtm).
Angka ini lebih tinggi dibandingkan perubahan lHK Nasional yang juga tercatat inflasi sebesar 0.02% (mm).
Inflasi Oktober, yang terjadi setelah tiga bulan berturut turut mengalami deflasi, mendorong kenaikan inflasi tahun kalender dan inflasi tahunan Sulut ke level 2,13 persen (ytd) dan 4,81 persen(yoy).
"Angkanya di atas rentang sasaran inflasi tahun 2019," ujar Kepala Perwakilan BI Provinsi Sulut, Arbonas Hutabarat, Sabtu (02/11/2019).
Tingkat inflasi tersebut juga lebih tinggi dibandingkan inflasi periode yang sama tahun sebelumnya (0.08%) maupun rata rata inflasi bulan Oktober dalam 5 tahun terakhir (2014-2018) sebesar 0,59% (mtm).
Ia menjelaskan, secara spasial, Kota Manado menjadi kota dengan tingkat inflasi bulanan tertinggi di Indonesia.
Demikian halnya dengan Provinsi Sulut pada bulan Oktober menjadi provinsi dengan tingkat inflasi tertinggi secara nasional.
Kenaikan harga Kelompok Bahan Makanan sebesar 5,13 persen menjadi faktor utama yang menyebabkan meningkatnya tekanan inflasi Sulut di bulan Oktober.
Kelompok bahan makanan memberikan kontribusi inflasi sebesar 1,21persen (mtm) dari total inflasi Sulut sebesar 1,22% (mtm).
Tomat Sayur kembali menjadi komoditas utama penyumbang inflasi dengan kontribusi inflasi pada Oktober 2019 sebesar 0,8575 persen (mtm)
Arbonas bilang, hal ini sebagai dampak pembalikan harga setelah mencapai titik terendahnya di bulan September 2019.
Hal tersebut sebagai dampak berkurangnya insentif petani untuk menanam tomat sepanjang Agustus September menyusul rendahnya harga tomat sehingga mengganggu pasokan tomat di bulan Oktober.
"Pasokan yang berkurang di tengah permintaan yang muIaI naik, selanjutnya mendorong kenaikan harga tomat sayur di Bulan Oktober 2019," katanya.
Selain tomat sayur, komoditas strategis inflasi Sulut Iainnya yaitu cabai rawit alias rica. Komoditas ini juga memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap inflasi bulan Oktober (0,4278 persen (mtm)).
Berkurangnya produksi rica di daerah produksi utama Sulut sebagai dampak kekeringan yang cukup panjang mendorong berlanjutnya kenaikan harga di tengah penurunan harga secara nasional.