Sikap KPK
Sejumlah poin dalam draf revisi Undang-undang Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak hanya bertentangan dengan Konvensi Antikorupsi PBB atau United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) tahun 2003 yang telah diratifikasi Indonesia melalui UU nomor 7 tahun 2006.
Revisi UU KPK ini juga dinilai bertentangan dengan prinsip-prinsip dalam Jakarta Statement of Principles for Anti-Corruption Agencies pada 2012.
Baca: Fahri Hamzah Marah-marah di ILC, Bentak Pejabat yang Takut Merevisi UU KPK: Pengecut Semua
Baca: Di ILC, Karni Ilyas Akui Kaget Lihat Saut Situmorang Berapi-api Tolak Revisi UU KPK: Keras Juga Ini
Padahal, sesuai namanya, prinsip-prinsip mengenai lembaga antikorupsi ini ditandatangani di Jakarta.
"Tolong dilihat itu Jakarta Principles disetujui di Jakarta oleh semua lembaga antikorupsi dunia, tiba-tiba kita ingin mengubahnya tidak sesuai dengan Jakarta Principles," ujar Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (10/9/2019).
Salah satu poin penting dalam Jakarta Principles yang disepakati oleh seluruh lembaga antikorupsi dunia adalah mendorong negara agar berani melindungi independensi lembaga antikorupsi.
Sementara draf revisi UU KPK justru mengancam independensi KPK.
Dalam draf RUU, KPK menjadi lembaga Pemerintah Pusat dan pegawai KPK dimasukan dalam kategori Aparatur Sipil Negara (ASN).
Sebagai tuan rumah Jakarta Principles, Indonesia seharusnya menjalankan kesepakatan tersebut.
Apalagi, dari Jakarta Principles dan berkaca pada KPK sebagai role model, terdapat sejumlah negara yang kemudian membentuk lembaga antikorupsi yang independen.
Salah satunya, Prancis yang membentuk Agence Française Anticorruption (AFA).
"Banyak negara lain yang mencontoh KPK, dulu Prancis itu tidak punya lembaga antikorupsi. Prancis membentuk setelah dia melihat KPK dan membaca Jakarta principles," ungkap Laode.
Untuk itu, kata Laode, dengan UU yang ada saat ini, KPK sudah mampu bekerja dan bahkan menjadi role model lembaga antikorupsi bagi sejumlah negara.