FOLLOW INSTAGRAM TRIBUN MANADO
Berdasarkan pembahasan bersama Jokowi, lanjut Sri Mulyani, sistem BPJS Kesehatan selama ini menimbulkan ketidakcocokan (missmatch) antara tarif iuran yang dipungut dengan manfaat yang disalurkan kepada peserta.
Hal inilah yang makin memicu defisit kronis yang tengah dialami BPJS saat ini.
“Dari sisi kebijakan benefit-nya, apa-apa saja yang bisa dinikmati oleh pemegang kartu BPJS Kesehatan.
Selama ini kan masih dianggap boleh mendapat manfaat apa saja secara tidak terbatas,” pungkasnya.
Presiden Jokowi telah menginstruksikan Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan untuk membuat kesepakatan terkait keseimbangan tarif iuran tersebut.
Kemungkinan terbesar ialah dengan menaikkan tarif iuran JKN.
Di samping itu, BPJS Kesehatan juga diminta untuk melakukan perbaikan sistem secara menyeluruh sesuai dengan rekomendasi hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Perbaikan itu mulai dari basis data kepesertaan, sistem rujukan antara puskesmas dan rumah sakit, sistem tagihan, penguatan peran pengawasan pemerintah daerah pada fasilitas kesehatan tingkat lanjut (FKTL), hingga kategorisasi peserta penerima bantuan iuran PBI.
Adapun dari sisi Kementerian Keuangan, Sri Mulyani mengatakan, bantuan iuran PBI untuk tahun 2019 telah sepenuhnya dicairkan.
Namun, terkait apakah pemerintah akan kembali mengucurkan dana talangan, Menkeu belum menyatakannya dan masih perlu berkoordinasi dengan kementerian terkait dalam kurun 1-2 minggu ke depan.
“Kita sudah lihat estimasi defisit (BPJS Kesehatan) untuk tahun ini.
Baca: Penetapan Ranperda Perubahan APBD 2019 Bolsel Tinggal Tunggu SK Gubernur
Juga faktor-faktor yang mungkin mengurangi defisit berdasarkan langkah rekomendasi BPKP. Nanti kita lihat penanganannya,” ujar dia.
Hanya saja, Sri Mulyani menegaskan, Kemkeu tidak mau terus menerus menjadi penambal defisit BPJS Kesehatan di tahun-tahun mendatang.
Pasalnya, sudah sejak 2014 pemerintah selalu mengucurkan dana dari APBN untuk memberi talangan pada eks PT Askes tersebut.