TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Utara (Sulut) terus melakukan penyelamatan terhadap hewan liar.
Tahun 2019 ini sudah ada empat ekor buaya dan tiga monyet hitam Sulawesi (Macaca) yang diselamatkan.
Personel BKSDA terus siaga ketika mendapat laporan masyarakat. Meski dalam keterbatasan personel, tim berupaya melakukan penyelamatan semaksimal mungkin.
"Kami biasanya mendapat laporan masyarakat," ujar Hendrik Rundengan dari BKSDA Sulut.
BKSDA Sulut sebelumnya kesulitan dalam menampung hewan hasil evakuasi, khususnya buaya
. "Kondisi yang ada sekarang kandang yang siap terisi penuh padahal masih ada (buaya) yang perlu dievakuasi di Desa Kombi," ujarnya.
Baca: BKSDA Hari Ini Selamatkan Buaya, Monyet dan Kakatua di Tombariri
Baca: BKSDA Sulut Tunda Evakuasi Buaya Terkam Deasy
Selain itu, BKSDA rupanya kekurangan sumber daya manusia, terutama untuk polisi hutan. Ada 13 kawasan yang dikelola, sedangkan jumlah polisi hutan konvensional hanya sembilan orang.
"Tugas polhut harus mengawasi kawasan dan peredaran satwa di luar kawasan," ujarnya.
Sebelumnya, buaya bernama Merry pemangsa wanita di Tombariri yang dievakuasi BKSDA Sulut ke Pusat Penyelamatan Satwa Tasikoki ditemukan mati Minggu (20/1/2019) pagi.
Berdasarkan hasil temuan dari dokter hewan sebelum dilakukan nekropsi menyatakan bahwa dugaan kematian buaya Merry adalah faktor dari awal rescue di Tombariri dan dibawa ke TWA Batu Putih (Daops Manggala Agni).
Buaya Merry sudah mengalami drop dan dugaan sementara adalah mengalami heatstrock, selain itu ditemukan akumulasi gas yang sangat banyak di organ lambung.
Drama Menegangkan saat Evakuasi 3 Buaya di Sulut, Ada Buaya Pemakan Manusia Seberat 600 Kg
Tiga Buaya dievakuasi Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Sulawesi Utara dalam sepekan terakhir.
Buaya pertama, dievekuasi dari bekas rumah makan Pondok Bambu Mapanget, Kota Manado.
Buaya kedua dievakuasi lokasi perusahaan CV Yosiki di Desa Ranowangko, Kabupaten Minahasa, pada Senin (14/1/2019)
Buaya milik warga negara Jepang ini dievekuasi setelah memakan manusia, pada Jumat (11/1/2019).
Peristiwa ini menjadi heboh.
Buaya ketiga divekasui di Desa Teling Kabupaten Minahasa, pada Rabu (16/1/2019).
Susasana menegangkan terjadi saat proses evakuasi ketiga binatang predator pemakan daging atau karnivora.
Nantinya buaya tersebut akan dibawa ke Pusat Penangkaran Satwa Tasikoki yang berlokasi di Kota Bitung.
Berikut kisahnya:
1. Evakuasi Buaya di Mapanget Butuh 2 Jam
Tim BKSDA Sulut mengevakuasi seekor buaya di Mapanget, Jumat (11/1/2019). (ISTIMEWA)
balai Konservasi dan Sumber Daya Alam Sulawesi Utara,, menyelamatkan seekor buaya di Mapanget pada Jumat (11/1/2019)
Hendrik Rundengan, personel BKSDA Sulawesi Utara, mengatakan, penyelamatan berlangsung di bekas rumah makan Pondok Bambu Mapanget.
Butuh waktu dua jam bagi tim untuk bisa menyelamatkan buaya tersebut.
"Karena berada di air, butuh tenaga ekstra menyelamatkan buaya ini," ujarnya.
Tim BKSDA Sulut turun ke lokasi karena warga langsung melapor ke balai karena resah dengan keberadaan buaya ini.
Warga tak bisa seenaknya memelihara satwa liar, harus ada izin dari pihak berwenang.
Dari izin inilah akan ditinjau kelayakan lokasi dan hal-hal yang mendukung lainnya.
"Harus ada izin, ada aturan yang mengatur tentang itu. Tak bisa sembarang," ujar Hendrik.
Tim penyelamat dari BKSDA Sulut langsung menurunkan tim ke lokasi buaya yang memangsa seorang wanita di Tombariri di hari yang sama.
Namun karena keterbatasan personel, buaya tersebut belum bisa dievakuasi.
2. Butuh lebih 20 orang evakuasi Buaya Makan Manusia
Tidak mudah mengevakuasi buaya pemakan Deasy Tuwo dari kolam di Desa Ranowangko, Kecamatan Tombariri, Kabupaten Minahasa, Senin (14/1/2019).
Banyak orang terlibat dalam evakuasi yang dipimpin Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Utara.
Buaya dengan bobot 600 kilogram dan panjang sekitar 5 meter tersebut hendak dibawa ke Pusat Penangkaran Satwa (PPS) Tasik Oki di Desa Pimpin, Kecamatan Kema, Minahasa Utara.
Selain tim dari BKSDA, evakuasi juga melibatkan masyarakat setempat dan anggota TNI dari Koramil 1302-07/Tombariri.
Satu di antara anggota TNI yang terlibat adalah Serda Arsyad.
Dia menceritakan ketegangan mengevakuasi reptil raksasa tersebut. Namun, saat buaya berhasil dievakuasi sorakan masyarakat yang menonton pun menggema.
"Ini pengalaman besar dan pertama kali saya ditugaskan untuk taklukan buaya dan mengambil bagian dalam evakuasi," tutur Arsyad.
Saat ditugaskan komandannya untuk membantu masyarakat setempat dan petugas BKSD, dengan semangat pria yang juga berugas sebagai bintara pembina desa (babinsa) desa setempat itu turun berjibaku menaklukkan sang buaya.
Ia mengaku sejak awal peristiwa naas tersebut, Arsyad turun melakukan kontrol, monitor dan menongkrongi tempat kejadia perkara di CV Yosiki atau tempat pembibitan mutiara milik warga Jepang.
Dia menceritakan proses evakuasi secara manual, pakai tali nilon, tali kapal, lem lakban dan selembar papan.
Awalnya mulut predator pemangsa itu diikat dengan tali, kemudian bersama-sama puluhan orang menahan seluruh bagian buaya dari kepala sampai ekor.
Tak mau kalah dengan serangan puluhan orang, sang buaya melakukan perlawanan.
Diceritakan Arsyad, buaya itu terus-menerus merontak, menggerakkan seluruh badannya untuk melawan serangan manusia.
"Satu gigi bagian depan buaya itu sempat lepas," kata Arsyad.
Butuh waktu cukup lama, 3 sampai 4 jam, barulah kerja keras dan gotong royong membuahkan hasil, buaya itu berhasil dievakuasi.
Arsyad bercanda, mungkin sang buaya sudah capai sehingga perlawannya terhenti dan merelakan dirinya untuk diangkut keluar dari kandang.
Buaya kemudian diperban mulutnya dengan lakban dan dipasangi papan pada bagian bawah tubuhnya, kemudian secara perlahan-lahan dikeluarkan dari sarangnya.
"Evakuasi tidak diangkat ke atas, karena sangat tidak mungkin terjadi dengan kondisi dalam sarangnya dan bobot berat buaya. Sehingga kami membobol sarangnya sebagai jalur evakuasi," kata dia.
Rasa capai dan kelelahan bertarung melawan buaya itu akhir terbayar tuntas.
Arsyad salut dan berterima kasih kepada warga, petugas BKSDA, dan anggota koramil yang sudah membantu masyarakat mengevakuasi buaya itu.
Kata dia, mereka adalah orang-orang yang terpilih untuk tugas tersebut bukan orang sembarang; semuanya berbadan kekar dan kuat-kuat.
"Saya secara pribadi merasa senang bisa berhasil menangkap buaya tersebut, walaupun di dalam hati saya merasa waswas, sebab hewan ini adalah tergolong dalam binatang buas. Bagaimana tidak, kita ketahui bersama bahwa beberapa hari yang lalu hewan ini telah memangsa seseorang, namun demikian saya merasa bangga sebab sudah bisa menjinakkan buaya tersebut," tandasnya
Tim BKSDA dibantu TNI-Polri melakukan evakuasi terhadap buaya peliharaan milik WN Jepang yang menerkam Deasy Tuwo (44), Kepala Laboratorium CV Yosiki.
Tim dibantu pemerintah dan masyarakat setempat untuk mengevakuasi buaya yang bernama Merry tersebut.
Untuk mengevakuasi buaya, tim harus membius buaya lewat kepalanya agar kondisinya melemah.
Setelah lemah kekuatannya berkurang, tim evakuasi kemudian mengikat mulut Merry dengan lakban hitam dan badannya diikat agar tidak merontak.
Kurang lebih 20 orang bahu membahu membopong buaya berusia 20 tahun ini.
Sebelumnya, heboh peristiwa buaya makan manusia yang terjadi di Desa Ranowangko, Kecamatan Tombariri, Kabupaten Minahasa pada pada Jumat (11/1/2019)
Deasy Tuwo (44), karyawan CV Yosiki, perusahaan pembibitan mutiara ditemukan tewas mengenaskan di kolam buaya milik Ochiai Sensei, warga negara Jepang.
Ochiai Sensei merupakan pemilik perusahaan CV Yosiki.
Jasad korban pertama kali ditemukan sudah tak bernyawa oleh rekan sekerjanya, Erling Rumengan (37).
Isi perut, dada hingga tangan kanan korban sudah dicabik buaya yang berusia 20 tahun bernama Merry itu.
Kabar buaya peliharaan menyerang manusia menjadi viral di Facebook pada Jumat (11/1/2019)
Erling Rumengan (37) warga Desa Ranowangko menemukan jasad Deasy Tuwo.
Saat itu, Erling Rumengan mencari dan mengecek ke lokasi CV Yosiki.
Dia bersama rekannya mengecek ke dalam lokasi perusahaan kemudian masuk ke dalam areal perusahaan pembibitan mutiara tersebut sesampainya di dalam tidak ada orang yang ditemukan.
Para mantan teman sekerja Deasy memang sedang mencari keberadaan korban karena ditelepon Ochiai Sensei untuk melihat kondisi lokasi perusahaan.
Pasalnya korban disebutkan tak mengangkat telepon Ochiai Sensei
Namun, mereka melihat ada benda terapung yang menyerupai tubuh manusia berada diatas kolam tempat peliharaan seekor buaya.
3. Buaya Berusia 17 Tahun
Seekor buaya berusia 17 tahun dievakuasi dari Desa Teling Kabupaten Minahasa, pada Rabu (16/1/2019).
Proses evakuasi dilakukan oleh tim BKSDA Sulut yang dipimpin Kasat Polhut Teny Rondonuwu.
Turut dalam evakuasi tersebut Polsek Tombariri dan Pusat Penyelamatan Satwa Tasikoki
Evakuasi ini berawal dari informasi masyarakat ke Polsek Tombariri
Polisi kemudian melakukan koordinasi dengan pihak terkait dan mendatangi pemilik buaya Keluarga Makisurat- Ruasey.
Buaya tersebut sudah dipelihara sejak tahun 2002 di Desa Teling, Kecamatan Tombariri, Kabupaten Minahasa.
"Keluarga memberikan keterangan kepada kami bahwa awal buaya tersebut berada di dalam pengawasan keluarga tersebut adalah mereka membeli seharga Rp 100 ribu dari penjual yang sudah tidak diingat lagi nama penjualnya," kata Kapolres Tomohon, AKBP Raswin Sirait.
Lanjut Sirait, penjual warga Tateli Kecamatan Mandolang mendapatkan buaya tersebut pada saat sedang mencari udang di Sungai Buntong Tateli.
"Saat ini buaya dievakuasi ke lokasi penangkaran buaya tempat buaya merry berada di Tasik oki Desa Kema Kecamatan Kauditan Kabupaten Minahasa Utara," jelasnya
Buaya Merry adalah buaya memakan Deasy Tuwo, di Desa Ranowangko, Kecamatan Tombariri, Kabupaten Minahasa pada pada Jumat (11/1/2019) silam.
Buaya Merry sudah meninggal dunia Minggu pekan lalu