Inilah Kisah Dokter Amalia yang Viral, Muda dan Pintar tapi Rela Berjuang di Pedalaman Papua

Editor: Aldi Ponge
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dokter Amalia berjuang di pedalaman Papua.

Apa yang dialami oleh Amalia dan rombongannya, itu pula yang dijalani masyarakat untuk mendapatkan akses kesehatan.

“Banyak masyarakat sakit yang dibopong keluarganya sendiri, namun mereka tidak punya alat untuk merekam kepedihan yang mereka rasakan puluhan tahun,” tulis Amalia, dalam postingannya.

Amalia berharap, unggahannya dapat diketahui oleh dunia luar dan tempatnya mengabdi mendapat perhatian, khususnya dari pemerintah.

“Saya rasa kami hanyalah perantara, agar desa tersebut dapat dilihat oleh dunia luar. Bahwa masih ada tempat yang ditinggali masyarakat Indonesia yang jauh dari kita, jauh dari alat komunikasi, yang belum ada listrik, sinyal radio dan sebagainya,” tulis dokter asal Aceh itu.

Serba terbatas

Saat diwawancarai Kompas.com, Kamis (14/6/2018), Amalia menjelaskan banyak hal terkait kondisi pedalaman Papua, tempatnya mengabdi.

Sebelum adanya Tim Nusantara Sehat pada 2015, banyak warga di Distrik Ninati lebih memilih berobat ke Papua Nugini karena terbatasnya layanan kesehatan di tempat mereka tinggal.

“Sebelum kami menetap itu, hanya ada puskesmas pembantu yang dikunjungi sebulan sekali dari puskesmas distrik lain yang terdekat. Dan jarak (masyarakat) ke puskesmas dengan ke Papua Nugini lebih dekat ke Papua Nugini, lewat hutan-hutan begitu,” kata perempuan kelahiran Medan, 15 Mei 1990 ini.
Saat ini, puskesmas tempat Amalia bertugas hanya memiliki 3 staf, yakni kepala puskesmas, bidan, dan perawat.

“Tapi (mereka) jarang di tempat, karena kami (Tim Nusantara Sehat) stay di tempat,” ujar dia.

 

Ia mengungkapkan, masyarakat di pedalaman tidak memiliki akses untuk berkomunikasi dengan dunia luar karena terbatasnya piranti dan jaringan komunikasi yang memadai.

“Untuk jaringan, tergantung cuaca. Kalau hujan ada petir, hilang sinyal, kami naik-naik pohon buat cari sinyal,” kata Amalia.

Jalanan di 5 kampung pada distrik yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini ini juga belum diaspal. Hal ini menyebabkan mobilitas menjadi sangat terbatas.

“Jadi dari kabupaten ke distrik Ninati jalannya tidak aspal semua. Jalannya tanah liat yang kalau hujan jadi lumpur, tidak bisa dilewati kendaraan. Kampung Ninati yang kena aspal namanya Kampung Tembutka,” kata Amalia.

Tak hanya akses jalan, keterbatasan air dan listrik juga jadi masalah tersendiri di Distrik Ninati.

Halaman
123

Berita Terkini