Kisah Mahasiswi Cantik Ini Nyaris jadi Teroris, Bongkar Modus dan Dalil Dipakai Kelompok Radikal

Editor: Aldi Ponge
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

teroris

TRIBUNMANADO.CO.ID - Setelah aksi bom bunuh diri di gereja dan Markas Polrestabes Surabaya, seorang wanita bernama Yunita Dwi Fitri  mengunggah pengalamannya nyaris jadi teroris.

Memang bukan kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang mendalangi aksi bom di Surabaya, tapi kelompok yang punya tujuan sama mendirikan Negara Islam.

Postingannya akhirnya viral dan banyak dishare. Dan BBC News Indonesia pun mewawancarainya.

Yunita Dwi Fitri menceritakan peristiwa yang membuatnya nyaris terjerumus dalam kegiatan sebuah kelompok Islam yang menghalalkan kekerasan.    (YUNITA DWI FITRI  )

Ini wawancara selengkapnya: 

Dua belas tahun silam, Yunita Dwi Fitri mengalami peristiwa yang membuatnya nyaris terjerumus dalam kegiatan kelompok Islam ekstrim yang menghalalkan kekerasan.

Yunita menuliskan pengalamannya di laman Facebook yang diberi judul 'Saya hampir jadi teroris' tidak lama setelah serangan bom bunuh diri di tiga gereja dan kantor polisi di Surabaya yang melibatkan sejumlah perempuan yang membawa anak-anaknya.

"Anak-anak muda mesti lebih waspada. Mereka mengincar anak-anak muda. Penampilan mereka biasa saja, tidak mencurigakan," ungkap Yunita dalam wawancara dengan BBC Indonesia, Kamis (17/05).

Pada kalimat pertama kesaksiannya, Yunita mengaku memberanikan diri untuk mengungkapkan pengalamannya sebagai bentuk kepedulian.

"Karena saya peduli, jadi saya mau berbagi cerita 12 tahun yang lalu," Yunita mengawali kesaksiannya.

Dengan alasan yang sama, sejumlah pengguna media sosial lainnya dalam waktu hampir bersamaan juga membuat kesaksian yang relatif sama - pernah dibujuk oleh orang-orang yang menawarkan ideologi kekerasan atas nama Islam.

Sebelumnya, seorang pria bernama Ahmad Faiz Zainuddin, kelahiran 1977, mengaku berhasil menolak bujukan untuk bergabung kelompok Islam radikal.

'Perempuan itu enggak pakai jilbab'

Pada 2006, saat sibuk menyelesaikan tugas skripsi di sebuah perguruan tinggi di Bandung dan dalam perjalanan ke kampus, Yunita dihampiri seorang perempuan yang mengaku lulusan SMA dan meminta tolong dicarikan pondokan (indekos).

Kebetulan tempat indekosnya ada kamar kosong, Yunita lantas mengajak perempuan itu ke pondokannya. "Dia enggak pakai jilbab dan awalnya penampilannya tidak mencurigakan," ungkapnya.

Tiba di lokasi pondokan, perempuan itu menolak bertemu pemilik pondokan dan justru minta minum dan duduk di dalam kamar Yunita. Di sinilah Yunita mulai berpikir "agak aneh" melihat perangai tamunya.

Halaman
1234

Berita Terkini