Buku Asal-usul Leluhur Minahasa Ungkap Kisah Toar-Lumimuut Bukanlah Mitos

Penulis:
Editor: maximus conterius
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ada ritual adat Foso Rumages saat perayaan HUT ke-6 Makatana Minahasa, Sabtu (18/11/2017).

TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Kesamaan bunyi dan makna kata-kata antara bahasa Minahasa dan Tiongkok akhirnya membuka tabir leluhur bangsa Minahasa.

Sejumlah kata, misalnya ‘Minahasa’, ‘opo’, ‘Karema’, ‘Lumimuut’, ‘Amang Kasuruan’, ‘tu’ur in tana’, serta fam-fam keluarga di Minahasa, memiliki keterkaitan yang erat dengan bahasa di China.

Hal itu menjadi bahan penelitian Weliam Boseke selama 10 tahun yang kemudian ia tuangkan dalam buku berjudul “Penguasa Dinasti Han Leluhur Minahasa”.

Pada Senin, 5 Maret 2018, Weliam akan mengungkap buku karyanya dalam kegiatan seminar dan bedah buku di Kalbis Institute, Jalan Pulomas Selatan, Jakarta Timur, Jakarta.

Seminar juga menghadirkan Prof Dr Perry Rumengan MSn, guru besar Etnomusikolog Universitas Negeri Manado; dan Dr Benni A Matindas, budayawan Minahasa.

Para penanggap adalah Max Wilar, moderator “Kawanua Informal Meeting”; dan Mayjen TNI Ivan Ronald Pelealu SE MM, Staf Ahli Lemhanas RI dan Ketua Dewan Penasihat Kawanua Katolik.

Lily Widjaja, lulusan universitas di Taiwan, mantan Komisaris Bursa Efek Indonesia, dan peraih Golden Eagle Award Tamkang University, Taiwan, akan menjadi moderator.

Bagaimana Weliam akhirnya menyimpulkan asal-usul suku Minahasa?

Baca: Nenek Moyang Bangsa Asia Ditemukan

Penguasaan yang cukup baik pada bahasa Han dan bahasa Minahasa mendorong Weliam mulai menelusuri dan mendalami upacara ritual Minahasa dengan syair dan nada khasnya.

Ia pun mulai mencari tahu dan meneliti secara serius, mengumpulkan bukti-bukti tidak hanya di Minahasa tapi juga di China.

Dengan menganalisis perbandingan bahasa dalam sejarah (historical comparative linguistic) serta dengan memahami cara membaca Pin Yin, Weliam mendapati begitu banyak kata penting dalam bahasa Minahasa yang ternyata merupakan serapan, bahkan sesungguhnya adalah bahasa Tiongkok.

Kata-kata tersebut ternyata telah berubah secara struktur dan bentuk tapi bunyi masih menunjukkan asal kata.

Melalui kajian linguistik, penulis menemukan fakta bahwa nyanyian sendu “Karema”, yang dibawakan oleh Tonaas Walian dalam doa-doa ritual adat Minahasa, bukanlah sekadar nyanyian doa biasa.

Nyanyian itu memuat ungkapan hubungan batin mendalam tak terputus antara anak keturunan dengan leluhur mereka, yaitu para pejuang dan bangsawan dinasti Han raya.

Nyanyian sendu “Karema” terhubung dengan kisah perang saudara di Tiongkok yang mengakibatkan tragedi terpisahnya anak dari orangtua.

Perry Rumengan yang memberi kata pengantar dalam buku “Penguasa Dinasti Han Leluhur Minahasa” tersebut mengatakan, dalam teori etnomusikologi nyanyian adalah bukti sejarah yang jujur mengandung nilai, moral, kondisi sosial, alam, dan semua fenomena yang ditangkap dan dihayati masyarakat setempat.

Ia mencontohkan Rumages dan Sazani yang merupakan bentuk nyanyian doa masyarakat Minahasa, dan dibawakan Tonaas Walian (pemimpin upacara ritual).

Dalam nyanyian ritual yang pertama dibawakan oleh Karema dan diturunkan kepada para Walian itu tersingkaplah rahasia nama-nama fam Minahasa yang terangkai menjadi satu bagaikan litani pujian penuh hormat (malesung) kepada A Mang Kai Shu Ru An (yang tidak lain adalah Sang Kaisar) dan para pendekar yang setia kepadanya.

Merekalah sesungguhnya yang disebut Po Yuan (nenek moyang asal) atau Opo (pu yun) dari orang Minahasa.

Kata Perry, penulis membuktikan ada begitu banyak kata dan ungkapan Minahasa, seperti nama keluarga (fam), nama kampung atau wilayah, doa nyanyian ritual kuno, syair lagu dan tarian, nama benda hidup dan benda mati, dan lain-lain bisa ditelusuri kembali asal-usul dan konteksnya, khusus dalam bahasa dan sejarah dinasti kekaisaran Han di Tiongkok, sampai abad ke-3 Masehi, yakni masa perang saudara Tiga Negeri, San Guo (Sam Kok).

Yang cukup mencengangkan adalah kisah Toar-Lumimuut yang selama ini dianggap legenda mitologis untuk menerangkan asal-usul etnis Minahasa.

Baca: (VIDEO) Puluhan Pelajar Ikut Lomba Bercerita Kisah Toar Lumimuut

Penelitian Weliam membuktikan bahwa Toar (Tou Erl) dan Lumimuut (Lui Mi Mu Wu Ti) adalah manusia sejarah, tapi juga bukan anak dan ibu.

Mereka disebut saling menyukai dan oleh Karema (Kai ren mu) dimohonkan restu untuk dinikahkan dari arwah/leluhur kaisar (Xian/Shen Wong = Sien pung) dengan ritual adat.

Karema adalah tokoh sejarah di negeri Han, yaitu wanita yang bertugas mengurusi ritual doa dalam istana.

Akhirnya Weliam menyimpulkan bahwa leluhur Minahasa berakar serta bertali-temali dengan eksistensi para pejuang dan keturunan dinasti kekaisaran Han.

Pertanyaan tentang tiadanya tradisi tulisan yang dibawa para leluhur itu, dijawab dengan penegasan bahwa mereka yang masuk ke tanah Minahasa ini dilukiskan sebagai “tuur in tana” (tu uxin dao na, artinya: “tanah tempat tiba tanpa kesengajaan”), adalah bocah-bocah yang belum menyerap ilmu pengetahuan.

Kata Minahasa sebenarnya adalah Min na hai zi (rakyat yang membawa anak-anak dari para penguasa), mereka itulah yang kemudian hari disebut waraney atau dalam bahasa Han disebut hua ren na yi, artinya "Keturunan penguasa dinasti Han".

Panitia seminar dan bedah buku dapat dihubungi dengan alamat :

House of D*Light, Tomang, Jalan Mandala Selatan Nomor 20 A-B, RT. 13/RW. 5, Tomang, Grogol Petamburan, Jakarta Barat, DKI Jakarta 11440, atau melalui email: kawanua.katolik@gmail.com. (*)

Berita Terkini